Anak Lurah - 5
Hari berganti. Segalanya berjalan seperti biasanya. Harun berangkat ke sekolah pada pagi harinya setelah sarapan dengan ayah dan ibunya tanpa ada kejanggalan apapun. Aksi Harun semalam tidak seorangpun yang tahu kecuali Harun sendiri. Ibu Harun masih tampak seperti biasanya, berbincang-bincang sopan baik dengan ayahnya maupun dengan Harun. Ibunya masih menunjukkan wajah yang sedikit sendu. Sayang sekali wajah yang cantik itu jarang menunjukkan kebahagiaan, pikir Harun.
Di sekolah Harun sedikit tidak bersemangat mengikuti pelajaran-pelajaran. Baru pada pelajaran terakhir yaitu Bahasa Indonesia, sedikit semangat Harun tergugah. Guru Bahasa Indonesia adalah seorang perempuan berusia 35 tahun bernama Bu Fenti. Harun selalu suka mengikuti pelajaran ini.
Bu Fenti adalah wanita yang cantik dan pintar. Bu Fenti selalu memakai jilbab coklat yang senada dengan seragam gurunya. Walaupun pakaiannya tertutup rapat, namun dada yang terlihat menyembul di balik pakaian seragam itu sedikitnya menyiratkan betapa ranumnya payudara Bu Fenti. Kulit muka dan tangan Bu Fenti tidaklah putih. Malah cenderung agak gelap kecoklatan. Namun tampak kulit wajah dan tangan itu sangat halus dan seakan ada kilau yang memancar dari kulit coklat itu.
Wajah Bu Fenti sendiri sangatlah menarik. Hidungnya tidak pesek, namun tidak juga mancung seperti hidung orang Eropa. Hidung itu tampak simetris di tengah wajah yang oval, dipagari oleh tulang pipi yang tinggi. Mulutnya tipis namun tidak kecil, matanya sedikit sayu. Raut mukanya begitu indah dilihat. Tinggi badannya agak lebih pendek dari ibunya, hampir sepantaran Harun. Sungguh, perempuan yang cantik khas sekali Indonesia.
Tidak jarang Harun membayangkan bagaimana bentuk tubuh gurunya itu kalau tanpa ditutupi pakaian. Terkadang pula ketika ia menyetubuhi kedua gundiknya, ia membayangkan sedang bersetubuh dengan gurunya ini. Walaupun seringkali, terutama ketika menyetubuhi Atik, Harun juga membayangkan bersetubuh dengan ibunya sendiri.
Harun memperhatikan Bu Fenti lekat-lekat tanpa mendengarkan seksama apa yang perempuan itu katakan. Ingin sekali ia mengetahui Bu Fenti lebih jauh, apa yang sedang dipikirkan perempuan itu. Apakah ia sedang memikirkan seseorang yang khusus yang telah mengisi hatinya.
Bu Fenti adalah janda. Suaminya dahulu adalah kepala sekolah ini. Namun, dua tahun lalu ada skandal perselingkuhan lelaki itu dengan guru wanita baru. Guru muda cantik berkulit putih bernama Lani. Walaupun sebenarnya bagi Harun, Bu Fenti jauh lebih cantik daripada guru muda itu. Akibat skandal itu, Bu Fenti menceraikan suaminya, sementara suaminya mengundurkan diri dan pindah ke kota lain dengan Bu Lani yang akhirnya dinikahinya. Dari mantan suaminya itu, Bu Fenti mempunyai seorang anak gadis yang kini berusia 15 tahun bernama Yessi, kakak kelas Harun yang sekarang duduk di kelas 3 SMP.
Saat itu adalah waktu untuk membaca, kelas tinggal lima belas menit lagi. Teman kelas Harun mendapat giliran untuk membaca dari buku cetak. Suasana kelas hening. Harun memperhatikan bahwa Bu Fenti sedang tampak melamun. Harun memperhatikan perempuan cantik itu lekat-lekat. Seluruh konsentrasinya ditujukan pada perempuan itu.
Tiba-tiba saja didengarnya Bu Fenti berkata,
Aaaah boseeen . Mau mati rasanya di sini ..
Harun lebih terkejut lagi ketika menyadari bahwa mulut Bu Fenti tidak bergerak. Tiba-tiba saja suara itu hilang. Harun yang cerdas segera mengerti bahwa entah bagaimana ia dapat mendengarkan pikiran gurunya. Mungkin karena konsentrasi yang penuh yang ia berikan. Patutlah ini dicoba lagi, pikir Harun.
Ki Asmoro Dewo pernah berkata bahwa pikiran orang lain dapat didengar oleh seorang ahli sirep yang memiliki latihan puluhan tahun, namun terkadang ada orang juga yang memiliki bakat bawaan. Mungkin ini yang Harun miliki. Bakat. Bukankah ia sebelumnya juga punya bakat menyirep bawaan tanpa latihan? Mungkin sekali. Harun berpendapat bahwa ia sebenarnya memiliki bakat laten yang terpendam dalam membaca pikiran. Sangatlah masuk akal, bahwa latihan kebatinannya selama ini akhirnya memunculkan bakat itu ke permukaan. Harun menjadi Bahagia sekali. Bakat ini yang nantinya pasti akan menjadikan salah satu kepandaian yang berguna sekali.
Dengan khusuk dan penuh konsentrasi, Harun menatap wajah Bu Fenti lagi. Bu Fenti yang merasakan sedang diperhatikan, balas menatap Harun. Sedetik jantung Harun berdegup kencang, namun anak ini menenangkan hati dan tidak menatap ke arah lain melainkan tetap mempertahankan pandangannya.
Kembali Harun mendengar pikiran Bu Fenti,
Si Harun . Selalu menatapku matanya itu . Seakan menembusku
Bu Fenti bergidik menatap mata Harun yang sedang mengawasinya. Perasaan ini ternyata dapat juga dirasakan oleh Harun. Ternyata selain membaca pikiran, Harun juga dapat merasakan apa yang dirasakan target konsentrasinya ini.
Harun bertanya-tanya dalam hati apakah ia bisa mempengaruhi pikiran Bu Fenti. Bukan dengan sirep atau perintah, melainkan dengan memberikan suatu visi atau suatu gambaran di benak targetnya itu. Maka, Harun mulai berkonsentrasi untuk membayangkan bahwa hanya mereka berdua yang berada di kelas ini.
Betapa kagetnya Bu Fenti ketika merasakan bahwa keadaan kelas hening. Hanya ada dirinya dan Harun di kelas itu. Selebihnya hanyalah gelap. Bu Fenti merasakan takut yang amat sangat. Apakah yang sedang terjadi?
Harun dapat merasakan ketakutan Bu Fenti. Wah, mungkin terlalu jauh permainannya ini. Oleh karena itu, Harun mulai melepaskan pengaruhnya dari Bu Fenti, lalu Harun memandang ke arah jendela kelas, seakan menghindarkan tatapan pada Bu Fenti. Namun, Harun tetap berkonsentrasi untuk membaca pikiran Bu Fenti.
Bu Fenti mendadak kembali berada di ruangan kelas dengan seluruh muridnya. Kelas kembali terang. Perempuan ini menjadi bingung. Apakah yang tadi terjadi? Pikirnya. Mengapa tadi ia merasakan hanya berdua di kelas ini? Apa maksud semua ini?
Bu Fenti merasa bahwa mungkin ia sudah terlalu lama menjanda. Mungkin di bawah sadarnya ia mengharapkan hidupnya diisi lelaki lain. Tapi mengapakah tahu-tahu ia memikirkan si Harun? Harun hanyalah anak SMP. Tak pernah dalam hidupnya Bu Fenti merasakan ketertarikan kepada murid-muridnya, dan, iapun tak pernah membayangkan si Harun.
Bu Fenti memperhatikan Harun yang sedang menatap jendela. Anak itu pasti melamun. Ingin ia menegur Harun yang sedang bengong itu. Wajahnya yang tampan tampak agak seperti orang bloon bila sedang melamun.
Harun berdebar, ia mendengar pikiran Bu Fenti. Bu Fenti tampaknya menganggap Harun ganteng. Wah, pucuk dicinta ulam tiba, pikir Harun. Ini adalah sesuatu yang dapat dijadikan landasan untuk tindakan berikutnya.
Harun menunduk lalu memejamkan mata. Dengan konsentrasi penuh, ia berusaha mengirimkan bayangan ke Bu Fenti. Ia membayangkan sedang berdua dengan Bu Fenti dan saling berangkulan mesra di depan kelas.
Bu Fenti terkejut. Ia menjadi heran kenapa dirinya membayangkan sedang berangkulan dengan Harun di depan kelas. Ia masih dapat melihat seluruh muridnya, namun di lain pihak pikirannya bagai bercabang dan samar-samar bayangan dirinya dan Harun berpelukan melintas di pikirannya.
Bu Fenti merasa jengah. Ia tak pernah berpikiran kotor seperti ini. Apakah salahnya sehingga mempunyai pikiran aneh seperti ini? Selama ini, ia telah berhasil meredam nafsu seksualnya semenjak bercerai. Seks bukanlah sesuatu yang menjadi tujuan hidupnya. Tentu saja seks itu sangat nikmat, namun bukan suatu kenikmatan yang menjadikannya pecandu. Tampaknya, usaha meredam nafsu ini akhirnya jebol juga.
Bu Fenti memejamkan mata lalu berusaha menyingkirkan bayangan si Harun dari benaknya. Namun ketika matanya terpejam, otaknya malah dengan jelas memperlihatkan adegan mesum itu lagi. Kini dalam benaknya, Harun tiba-tiba memagut bibirnya. Anehnya, ia membalas ciuman anak itu dengan bernafsu.
Saat adegan itu dibayangkan Harun, Harun juga mengirimkan sensasi erotis ke dalam pikiran Bu Fenti, sekalian ia mengirimkan sugesti bahwa Bu Fenti mulai bernafsu. Untuk anak remaja, usaha ini sangatlah hebat. Haruns selain mengirimkan gambar-gambar erotis, juga mengirimkan sensasi erotis dan bahkan sugesti sekaligus. Harun tak tahu, bahkan gurunya sekalipun tidak dapat melakukan itu.
Hasilnya sungguh dahsyat. Bu Fenti merasakan memeknya mulai basah, seluruh tubuhnya seakan dikerubungi semut. Dalam benaknya, ia dan Harun berciuman penuh nafsu. Lidah Harun menyerang kedalaman mulutnya, sementara kedua tangan Harun yang mendekapnya, membelai-belai punggungnya dengan belaian kasar penuh birahi.
Tubuh Bu Fenti gemetar menahan sensasi sensual yang seakan menyergapnya tanpa mampu ia kendalikan. Harun dalam benaknya kini mulai merabai kedua payudaranya yang masih tertutup pakaian. Memek Bu Fenti kini sudah basah dan membuat celana dalamnya menjadi basah juga. Bu Fenti jarang sekali membayangkan hal-hal yang erotis seperti ini, namun hari ini tiba-tiba saja berkhayal intim dengan salah satu muridnya.
Tiba-tiba saja bel berbunyi. Dengan salah tingkah, Bu Fenti meminta petugas piket untuk memimpin doa, lalu akhirnya para murid keluar kelas setelah member hormat. Bu Fenti masih merasakan celana dalamnya basah dan menunggu murid terakhir keluar kelas. Ia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dengan perlahan. Ketika selesai, ia memandang ke arah bangku murid dan dengan kaget mendapati Harun sedang asyik membaca buku.
Harun. Kamu kok masih di sini?
Harun mau tunggu sampai matahari ga terik lagi, Bu. Boleh ya?
Wajah Harun tampak memelas dan Nampak tulus. Apalagi timbul dalam hati Bu Fenti perasaan sayang yang aneh. Bu Fenti akhirnya mengangguk memperbolehkan Harun, ia hendak berdiri meninggalkan kelas, namun ada sesuatu yang menahannya. Ia menatap Harun. Ia memperhatikan wajah anak itu yang sedang tampak konsentrasi membaca. Wajah anak itu belumlah dewasa, namun makin lama dilihat wajah itu makin menarik. Memang wajahnya tampan, namun sebenarnya bukanlah tampan seperti model di Jakarta. Tampan seperti orang Jawa umumnya. Namun anehnya, Bu Fenti seakan ingin memperhatikan anak ini terus.
Bu Fenti tidak tahu bahwa Harun terus mengirimkan bayangan wajah Harun kepadanya, juga dengan sugesti bahwa Bu Fenti semakin lama semakin tertarik kepada Harun, selain itu emosi dan perasaan Bu Fenti juga dipengaruhi sehingga timbullah perasaan sayang yang datang tiba-tiba.
Bu? Harun boleh minta bantuan?
Bu Fenti terkejut karena ia sedang melamun mengenai Harun ketika Harun menanya pada dirinya. Bu Fenti terdiam sebentar. Ada perasaan dalam dirinya bahwa Harun sedang membutuhkan sesuatu, dan sebaiknya ia menghampiri anak itu dan duduk di sampingnya.
Boleh saja. Kata Bu Fenti dan tanpa sadar berdiri dari tempat duduknya. Ketika Bu Fenti berjalan melewati pintu, tiba-tiba ada perasaan aneh yang menyuruhnya untuk menutup pintu. Maka ia menutup pintu, lalu wanita itu mendatangi bangku samping Harun dan kemudian duduk di sebelahnya.
Harun kemudian mulai berbicara. Ia curhat mengenai ayahnya yang tidak peduli kepada dirinya. Juga tentang ibunya yang dingin di rumah. Tentu saja hal mengenai ayahnya itu benar adanya, namun ibu Harun tidaklah sedingin yang digambarkan Harun. Harun mulai berakting sedih. Sedikit air mata bercucuran ketika ia mengatakan bahwa ia merasakan bagaikan anak yatim yang tidak disayangi orangtua.
Bu Fenti merasa trenyuh lalu mendekap kepala Harun dan mulai menghibur anak itu. Harun memeluk Bu Fenti erat-erat sambil sesunggukan di dadanya. Tiba-tiba benak Bu Fenti kembali dikuasai birahi. Tubuh Bu Fenti sedikit bergetar karena menahan nafsunya itu. Hidung Bu Fenti yang sedikit mengenai rambut Harun mencium bau matahari khas anak remaja. Namun kali ini, bau itu sangat memabukkan dan membuat memeknya basah lagi.
Saat itu Harun dapat memasuki pikiran Bu Fenti dalam sekali. Ia dapat merasakan benaknya menyentuh benak Bu Fenti. Benak itu bagaikan suatu bola besar dengan warna-warni yang menghiasnya. Ada warna yang mengatur emosi, ada warna yang mengatur perasaan, ada warna yang mengatur logika. Harun menyentuh benak Bu Fenti pada bagian logikanya, lalu menanamkan di dalamnya bahwa apapun yang dilakukan Harun adalah wajar.
Kemudian Harun mengangkat wajahnya lalu menciumi bibir Bu Fenti yang basah dengan bernafsu. Bu Fenti yang sudah tidak dapat mengontrol logikanya lagi hanya membiarkan saja bibir kecil Harun menyelomoti bibir tipis sensual miliknya. Harun menyuntikkan sugesti lagi bahwa Bu Fenti akan menjadi liar ketika Harun mencumbunya.
Bu Fenti membalas ciuman itu dengan penuh nafsu. Lidah Harun yang telah menjilati bibirnya kini disambut juga dengan lidahnya. Mereka saling bertukaran lidah dengan penuh nafsu. Dalam ketergesaannya, Harun mulai melucuti baju seragam Bu Fenti sambil terus berpagutan. Dibukanya kemeja seragam itu lalu dibuangnya ke lantai ketika telah dilucuti.
Di balik kemeja seragamnya, masih ada singlet wanita yang secara cepat pula dilolosi. BH hitam Bu Fenti membungkus payudara yang bulat. Tampaknya 36B. Harun lalu menarik Bu Fenti berdiri untuk membuka roknya sehingga kini akhirnya Bu Fenti hanya mengenakan BH dan CD hitam saja.
Tubuh Bu Fenti yang tidak terlalu tinggi tampak padat. Lengan Bu Fenti tampak sedikit gemuk, khas wanita dewasa Indonesia. . Ada sedikit lemak di perutnya, namun tidak buncit. Ada garis selulit di perutnya yang menandakan ia pernah melahirkan. Bagian di sekitar pusarnya tampak sedikit menonjol yang melebar ke samping ke arah pinggulnya yang menyebabkan pinggul Bu Fenti tampak berisi dan tidak terlihat tulangnya. Ada garis lemak di atas pahanya yang membuat kesatuan pinggul dan panggulnya tampak sangat manusiawi namun sensual. Di tambah lagi kulit tubuhnya yang ternyata lebih putih dari wajahnya. Wajah dan tangan Bu Fenti seringkali tertimpa matahari sehingga berwarna coklat kegelapan, namun kulit tubuh Bu Fenti memiliki warna yang lebih terang. Bahkan, kulit dadanya tampak hampir kuning langsat. Sungguh bagaikan lukisan indah seorang maestro. Karena warna kulit Bu Fenti tidak tampak loreng-loreng, melainkan pada berbagai tempat seperti tangan, leher dan wajah memiliki suatu gradasi warna dari terang ke gelap yang sempurna sekali.
Tatapan Bu Fenti penuh nafsu memperhatikan Harun yang kini sedang melucuti baju sambil menatapnya. Bu Fenti pun mulai membuka BHnya. Akhirnya payudara yang bulat itu terlihat juga. Kedua payudara yang berwarna lebih putih dari bagian tubuh lainnya itu benar-benar hampir bulat. Kedua pentil Bu Fenti terletak tepat di tengah payudaranya. Daerah areolanya yang berwarna coklat gelap juga memiliki gradasi yang makin terang di pusatnya menjadi coklat muda. Namun pentilnya tampak berwarna seperti lingkar luar areola, coklat gelap juga. Besarnya payudara itu rupanya tersembunyi karena ukuran BH yang kecil yang dipakai Bu Fenti sehingga menekan payudara itu ke dalam. Kedua bulatan payudara itu cukup besar dan gemuk sehingga satu tangan Harun tak dapat menutupi satu payudara Bu Fenti.
Kemudian Bu Fenti membuka celana dalamnya sehingga kini jembutnya yang lebat terlihat. Bau tubuh Bu Fenti mulai tercium di hidung Harun ketika Harun mulai mendekati Bu Fenti dengan perlahan. Ketika jarak mereka sangat dekat, mereka berdua saling menubruk dan berciuman lagi. Harun hanya perlu mendongakan wajah sedikit ke atas karena Bu Fenti hanya lebih tinggi sedikit darinya.
Dengan penuh nafsu mereka berdua saling meremas dan berciuman. Lidah mereka beradu lagi dengan cepat. Air liur mereka bertukaran cepat, membasahi rongga-rongga mulut masing-masing dan bahkan juga sekitar bibir mereka.
Kedua tangan Harun mulai meremasi payudara Bu Fenti. Bu Fenti mulai mengerang-ngerang dalam ciuman mereka. Tangan kiri Harun menjelajah ke bawah dan mendapatkan celah kenikmatan di balik semak belukar yang kini sudah basah kuyup oleh cairan kewanitaan Bu Fenti.
Kedua tubuh mereka kini berkeringat pekat. Peluh bahkan masuk ke mata kanan Harun dan membuat matanya itu perih. Kelas yang tanpa kipas angin dan AC memang sudah panas, apalagi kini dua tubuh mereka yang telanjang sedang berdekapan yang mengantar panas tubuh satu sama lain. Harun menyukai bau tubuh Bu Fenti yang sedikit menyengat namun bersahabat dengan hidungnya.
Harun melepaskan ciumannya dan kini merambah ke bawah kea rah tetek kanan Bu Fenti. Bu Fenti mengangkat tangan kanannya untuk mendekap kepala Harun. Bau tubuh Bu Fenti tercium jelas ketika ketek perempuan itu membuka. Saat itu, bibir Harun sedang berada di bagian atas payudara kanan Bu Fenti. Harun melirik ke samping kiri atas dan melihat ketek Bu Fenti yang dihiasi bulu-bulu halus yang menghiasi pertengahan ketek itu. Bulunya tidak lebat, namun dapat terlihat membentuk garis-garis tipis yang tidak begitu lebat namun membentuk bayangan hitam di celah ketiak itu.
Harun memegang tangan kanan Bu Fenti dengan tangan kirinya lalu mengangkat tangan Bu Fenti itu. Ia segera menjilati ketek yang basah itu dengan buas. Bulu-bulu halus itu membelai lidahnya yang basah dan mengirimkan sinyal birahi yang begitu kuat.
Tak tahan lagi, Harun mendudukkan Bu Fenti di atas meja, lalu membuka paha perempuan itu lebar-lebar, lalu menghujamkan penisnya ke dalam gua yang terlarang itu.
Vagina Bu Fenti tidaklah serapat Atik atau Jannah, bahkan dibanding juga dengan ibunya. Namun bukan berarti terasa longgar. Melainkan cukup ketat juga membungkus kontolnya yang sudah tegang sedari tadi.
Sambil menghujami kemaluan Bu Fenti dengan penuh semangat, Harun mengenyoti payudara kanan Bu Fenti. Bu Fenti kini mengerang keras sambil mendekap tubuh muridnya itu dengan eratnya. Suara selangkangan beradu yang sebelumnya tidak pernah terdengar di kelas ini, kini memenuhi ruangan, memantul dari dinding-dinding, disaksikan oleh papan tulis dan pernak-pernik kelas yang lain.
Bu Fenti seakan merasa di surga. Sudah lama ia tidak diberi nafkah batin. Dan kini muridnya sendiri menafkahinya di dalam kelas! Bu Fenti tidak memikirkan apa-apa lagi, berhubung logikanya sudah dikuasai oleh Harun. Perempuan ini terhanyut dalam kenikmatan ragawi yang sedang direngkuh bersama dengan Harun.
Kini Harun asyik menyelomoti tetek yang sebelah kiri, sementara tangan kirinya meremasi tetek kanan Bu Fenti yang sudah basah oleh campuran keringat mereka berdua ditambah dengan air liur dari mulut Harun.
Saat itu Harun dapat mendengar suara langkah kaki pria mendatangi kelas. Ada yang mendengar mereka, rupanya. Bu Fenti mengerang keras sekali. Harun dengan sigap segera berusaha berkonsentrasi dan memusatkan pikiran untuk memasuki benak orang yang sedang datang.
Rupanya penjaga sekolah. Harun dapat mendengar pikiran orang itu. Pak Priyo mendengar teriakan perempuan dari kelas ini. Kedengarannya seperti Bu Fenti yang cantik itu. Maka Pak Priyo tergopoh-gopoh mendatangi. Namun, tiba-tiba saja ia tidak mendengar apa-apa lagi. Bahkan, kini ia lupa kenapa ia ada di tempat ini. Bukankah tadi ia berencana untuk makan siang? Dengan linglung, Pak Priyo berjalan menjauhi kelas itu tanpa tahu bahwa Harun telah mempengaruhi benaknya.
Bu Fenti yang tidak tahu apa-apa kini sedikit lagi mencapai klimaks. Pantatnya bergoyang bagaikan tornado. Ada suatu dorongan untuk menuntaskan birahinya secepatnya. Selangkangannya kini menumbuki selangkangan Harun dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat.
Harunpun sudah hampir sampai di batas kekuatannya. Kontolnya yang merasakan dinding basah memek Bu Fenti juga sudah ingin sekali memuntahkan spermanya. Pantatnyapun mengimbangi gerakan dan kekuatan Bu Fenti. Bunyi selangkangan mereka beradu kini membahana. Nafas mereka sudah ngos-ngosan, peluh sudah memandikan tubuh mereka.
Dan akhirnya, diiringi jeritan kenikmatan Bu Fenti dan bentakkan kepuasan dari Harun, Harun menyemprotkan spermanya dalam liang senggama ibu gurunya itu yang sedang kelojotan karena mengalami orgasme setelah sekian lama guanya tidak ada yang mengunjungi.
Selama beberapa menit setelah orgasme, Bu Fenti tidur di atas bangku. Harun yang kontolnya telah mengecil, duduk di hadapan gurunya itu.
Bu Fenti akhirnya berdiri. Ia memandang Harun dengan mata penuh pertanyaan.
Ibu tahu kamu yang membuat Bu Fenti jadi begini. Entah dengan cara apa, Ibu tidak tahu.
Harun terkaget. Ia kemudian membaca pikiran Bu Fenti, dan anehnya, perempuan ini tidak marah. Malah ada rasa suka dari Bu Fenti. Bu Fenti adalah tipe perempuan yang ingin dikuasai oleh lelaki, dan entah bagaimana caranya, Harun berhasil menguasai perempuan ini.
Harun berdiri. Ia Mengecup bibir Bu Fenti cukup lama, dan kemudian mereka berdua bergegas memakai baju untuk lalu meninggalkan tempat mereka memadu kasih.
Di sekolah Harun sedikit tidak bersemangat mengikuti pelajaran-pelajaran. Baru pada pelajaran terakhir yaitu Bahasa Indonesia, sedikit semangat Harun tergugah. Guru Bahasa Indonesia adalah seorang perempuan berusia 35 tahun bernama Bu Fenti. Harun selalu suka mengikuti pelajaran ini.
Bu Fenti adalah wanita yang cantik dan pintar. Bu Fenti selalu memakai jilbab coklat yang senada dengan seragam gurunya. Walaupun pakaiannya tertutup rapat, namun dada yang terlihat menyembul di balik pakaian seragam itu sedikitnya menyiratkan betapa ranumnya payudara Bu Fenti. Kulit muka dan tangan Bu Fenti tidaklah putih. Malah cenderung agak gelap kecoklatan. Namun tampak kulit wajah dan tangan itu sangat halus dan seakan ada kilau yang memancar dari kulit coklat itu.
Wajah Bu Fenti sendiri sangatlah menarik. Hidungnya tidak pesek, namun tidak juga mancung seperti hidung orang Eropa. Hidung itu tampak simetris di tengah wajah yang oval, dipagari oleh tulang pipi yang tinggi. Mulutnya tipis namun tidak kecil, matanya sedikit sayu. Raut mukanya begitu indah dilihat. Tinggi badannya agak lebih pendek dari ibunya, hampir sepantaran Harun. Sungguh, perempuan yang cantik khas sekali Indonesia.
Tidak jarang Harun membayangkan bagaimana bentuk tubuh gurunya itu kalau tanpa ditutupi pakaian. Terkadang pula ketika ia menyetubuhi kedua gundiknya, ia membayangkan sedang bersetubuh dengan gurunya ini. Walaupun seringkali, terutama ketika menyetubuhi Atik, Harun juga membayangkan bersetubuh dengan ibunya sendiri.
Harun memperhatikan Bu Fenti lekat-lekat tanpa mendengarkan seksama apa yang perempuan itu katakan. Ingin sekali ia mengetahui Bu Fenti lebih jauh, apa yang sedang dipikirkan perempuan itu. Apakah ia sedang memikirkan seseorang yang khusus yang telah mengisi hatinya.
Bu Fenti adalah janda. Suaminya dahulu adalah kepala sekolah ini. Namun, dua tahun lalu ada skandal perselingkuhan lelaki itu dengan guru wanita baru. Guru muda cantik berkulit putih bernama Lani. Walaupun sebenarnya bagi Harun, Bu Fenti jauh lebih cantik daripada guru muda itu. Akibat skandal itu, Bu Fenti menceraikan suaminya, sementara suaminya mengundurkan diri dan pindah ke kota lain dengan Bu Lani yang akhirnya dinikahinya. Dari mantan suaminya itu, Bu Fenti mempunyai seorang anak gadis yang kini berusia 15 tahun bernama Yessi, kakak kelas Harun yang sekarang duduk di kelas 3 SMP.
Saat itu adalah waktu untuk membaca, kelas tinggal lima belas menit lagi. Teman kelas Harun mendapat giliran untuk membaca dari buku cetak. Suasana kelas hening. Harun memperhatikan bahwa Bu Fenti sedang tampak melamun. Harun memperhatikan perempuan cantik itu lekat-lekat. Seluruh konsentrasinya ditujukan pada perempuan itu.
Tiba-tiba saja didengarnya Bu Fenti berkata,
Aaaah boseeen . Mau mati rasanya di sini ..
Harun lebih terkejut lagi ketika menyadari bahwa mulut Bu Fenti tidak bergerak. Tiba-tiba saja suara itu hilang. Harun yang cerdas segera mengerti bahwa entah bagaimana ia dapat mendengarkan pikiran gurunya. Mungkin karena konsentrasi yang penuh yang ia berikan. Patutlah ini dicoba lagi, pikir Harun.
Ki Asmoro Dewo pernah berkata bahwa pikiran orang lain dapat didengar oleh seorang ahli sirep yang memiliki latihan puluhan tahun, namun terkadang ada orang juga yang memiliki bakat bawaan. Mungkin ini yang Harun miliki. Bakat. Bukankah ia sebelumnya juga punya bakat menyirep bawaan tanpa latihan? Mungkin sekali. Harun berpendapat bahwa ia sebenarnya memiliki bakat laten yang terpendam dalam membaca pikiran. Sangatlah masuk akal, bahwa latihan kebatinannya selama ini akhirnya memunculkan bakat itu ke permukaan. Harun menjadi Bahagia sekali. Bakat ini yang nantinya pasti akan menjadikan salah satu kepandaian yang berguna sekali.
Dengan khusuk dan penuh konsentrasi, Harun menatap wajah Bu Fenti lagi. Bu Fenti yang merasakan sedang diperhatikan, balas menatap Harun. Sedetik jantung Harun berdegup kencang, namun anak ini menenangkan hati dan tidak menatap ke arah lain melainkan tetap mempertahankan pandangannya.
Kembali Harun mendengar pikiran Bu Fenti,
Si Harun . Selalu menatapku matanya itu . Seakan menembusku
Bu Fenti bergidik menatap mata Harun yang sedang mengawasinya. Perasaan ini ternyata dapat juga dirasakan oleh Harun. Ternyata selain membaca pikiran, Harun juga dapat merasakan apa yang dirasakan target konsentrasinya ini.
Harun bertanya-tanya dalam hati apakah ia bisa mempengaruhi pikiran Bu Fenti. Bukan dengan sirep atau perintah, melainkan dengan memberikan suatu visi atau suatu gambaran di benak targetnya itu. Maka, Harun mulai berkonsentrasi untuk membayangkan bahwa hanya mereka berdua yang berada di kelas ini.
Betapa kagetnya Bu Fenti ketika merasakan bahwa keadaan kelas hening. Hanya ada dirinya dan Harun di kelas itu. Selebihnya hanyalah gelap. Bu Fenti merasakan takut yang amat sangat. Apakah yang sedang terjadi?
Harun dapat merasakan ketakutan Bu Fenti. Wah, mungkin terlalu jauh permainannya ini. Oleh karena itu, Harun mulai melepaskan pengaruhnya dari Bu Fenti, lalu Harun memandang ke arah jendela kelas, seakan menghindarkan tatapan pada Bu Fenti. Namun, Harun tetap berkonsentrasi untuk membaca pikiran Bu Fenti.
Bu Fenti mendadak kembali berada di ruangan kelas dengan seluruh muridnya. Kelas kembali terang. Perempuan ini menjadi bingung. Apakah yang tadi terjadi? Pikirnya. Mengapa tadi ia merasakan hanya berdua di kelas ini? Apa maksud semua ini?
Bu Fenti merasa bahwa mungkin ia sudah terlalu lama menjanda. Mungkin di bawah sadarnya ia mengharapkan hidupnya diisi lelaki lain. Tapi mengapakah tahu-tahu ia memikirkan si Harun? Harun hanyalah anak SMP. Tak pernah dalam hidupnya Bu Fenti merasakan ketertarikan kepada murid-muridnya, dan, iapun tak pernah membayangkan si Harun.
Bu Fenti memperhatikan Harun yang sedang menatap jendela. Anak itu pasti melamun. Ingin ia menegur Harun yang sedang bengong itu. Wajahnya yang tampan tampak agak seperti orang bloon bila sedang melamun.
Harun berdebar, ia mendengar pikiran Bu Fenti. Bu Fenti tampaknya menganggap Harun ganteng. Wah, pucuk dicinta ulam tiba, pikir Harun. Ini adalah sesuatu yang dapat dijadikan landasan untuk tindakan berikutnya.
Harun menunduk lalu memejamkan mata. Dengan konsentrasi penuh, ia berusaha mengirimkan bayangan ke Bu Fenti. Ia membayangkan sedang berdua dengan Bu Fenti dan saling berangkulan mesra di depan kelas.
Bu Fenti terkejut. Ia menjadi heran kenapa dirinya membayangkan sedang berangkulan dengan Harun di depan kelas. Ia masih dapat melihat seluruh muridnya, namun di lain pihak pikirannya bagai bercabang dan samar-samar bayangan dirinya dan Harun berpelukan melintas di pikirannya.
Bu Fenti merasa jengah. Ia tak pernah berpikiran kotor seperti ini. Apakah salahnya sehingga mempunyai pikiran aneh seperti ini? Selama ini, ia telah berhasil meredam nafsu seksualnya semenjak bercerai. Seks bukanlah sesuatu yang menjadi tujuan hidupnya. Tentu saja seks itu sangat nikmat, namun bukan suatu kenikmatan yang menjadikannya pecandu. Tampaknya, usaha meredam nafsu ini akhirnya jebol juga.
Bu Fenti memejamkan mata lalu berusaha menyingkirkan bayangan si Harun dari benaknya. Namun ketika matanya terpejam, otaknya malah dengan jelas memperlihatkan adegan mesum itu lagi. Kini dalam benaknya, Harun tiba-tiba memagut bibirnya. Anehnya, ia membalas ciuman anak itu dengan bernafsu.
Saat adegan itu dibayangkan Harun, Harun juga mengirimkan sensasi erotis ke dalam pikiran Bu Fenti, sekalian ia mengirimkan sugesti bahwa Bu Fenti mulai bernafsu. Untuk anak remaja, usaha ini sangatlah hebat. Haruns selain mengirimkan gambar-gambar erotis, juga mengirimkan sensasi erotis dan bahkan sugesti sekaligus. Harun tak tahu, bahkan gurunya sekalipun tidak dapat melakukan itu.
Hasilnya sungguh dahsyat. Bu Fenti merasakan memeknya mulai basah, seluruh tubuhnya seakan dikerubungi semut. Dalam benaknya, ia dan Harun berciuman penuh nafsu. Lidah Harun menyerang kedalaman mulutnya, sementara kedua tangan Harun yang mendekapnya, membelai-belai punggungnya dengan belaian kasar penuh birahi.
Tubuh Bu Fenti gemetar menahan sensasi sensual yang seakan menyergapnya tanpa mampu ia kendalikan. Harun dalam benaknya kini mulai merabai kedua payudaranya yang masih tertutup pakaian. Memek Bu Fenti kini sudah basah dan membuat celana dalamnya menjadi basah juga. Bu Fenti jarang sekali membayangkan hal-hal yang erotis seperti ini, namun hari ini tiba-tiba saja berkhayal intim dengan salah satu muridnya.
Tiba-tiba saja bel berbunyi. Dengan salah tingkah, Bu Fenti meminta petugas piket untuk memimpin doa, lalu akhirnya para murid keluar kelas setelah member hormat. Bu Fenti masih merasakan celana dalamnya basah dan menunggu murid terakhir keluar kelas. Ia memasukkan barang-barangnya ke dalam tas dengan perlahan. Ketika selesai, ia memandang ke arah bangku murid dan dengan kaget mendapati Harun sedang asyik membaca buku.
Harun. Kamu kok masih di sini?
Harun mau tunggu sampai matahari ga terik lagi, Bu. Boleh ya?
Wajah Harun tampak memelas dan Nampak tulus. Apalagi timbul dalam hati Bu Fenti perasaan sayang yang aneh. Bu Fenti akhirnya mengangguk memperbolehkan Harun, ia hendak berdiri meninggalkan kelas, namun ada sesuatu yang menahannya. Ia menatap Harun. Ia memperhatikan wajah anak itu yang sedang tampak konsentrasi membaca. Wajah anak itu belumlah dewasa, namun makin lama dilihat wajah itu makin menarik. Memang wajahnya tampan, namun sebenarnya bukanlah tampan seperti model di Jakarta. Tampan seperti orang Jawa umumnya. Namun anehnya, Bu Fenti seakan ingin memperhatikan anak ini terus.
Bu Fenti tidak tahu bahwa Harun terus mengirimkan bayangan wajah Harun kepadanya, juga dengan sugesti bahwa Bu Fenti semakin lama semakin tertarik kepada Harun, selain itu emosi dan perasaan Bu Fenti juga dipengaruhi sehingga timbullah perasaan sayang yang datang tiba-tiba.
Bu? Harun boleh minta bantuan?
Bu Fenti terkejut karena ia sedang melamun mengenai Harun ketika Harun menanya pada dirinya. Bu Fenti terdiam sebentar. Ada perasaan dalam dirinya bahwa Harun sedang membutuhkan sesuatu, dan sebaiknya ia menghampiri anak itu dan duduk di sampingnya.
Boleh saja. Kata Bu Fenti dan tanpa sadar berdiri dari tempat duduknya. Ketika Bu Fenti berjalan melewati pintu, tiba-tiba ada perasaan aneh yang menyuruhnya untuk menutup pintu. Maka ia menutup pintu, lalu wanita itu mendatangi bangku samping Harun dan kemudian duduk di sebelahnya.
Harun kemudian mulai berbicara. Ia curhat mengenai ayahnya yang tidak peduli kepada dirinya. Juga tentang ibunya yang dingin di rumah. Tentu saja hal mengenai ayahnya itu benar adanya, namun ibu Harun tidaklah sedingin yang digambarkan Harun. Harun mulai berakting sedih. Sedikit air mata bercucuran ketika ia mengatakan bahwa ia merasakan bagaikan anak yatim yang tidak disayangi orangtua.
Bu Fenti merasa trenyuh lalu mendekap kepala Harun dan mulai menghibur anak itu. Harun memeluk Bu Fenti erat-erat sambil sesunggukan di dadanya. Tiba-tiba benak Bu Fenti kembali dikuasai birahi. Tubuh Bu Fenti sedikit bergetar karena menahan nafsunya itu. Hidung Bu Fenti yang sedikit mengenai rambut Harun mencium bau matahari khas anak remaja. Namun kali ini, bau itu sangat memabukkan dan membuat memeknya basah lagi.
Saat itu Harun dapat memasuki pikiran Bu Fenti dalam sekali. Ia dapat merasakan benaknya menyentuh benak Bu Fenti. Benak itu bagaikan suatu bola besar dengan warna-warni yang menghiasnya. Ada warna yang mengatur emosi, ada warna yang mengatur perasaan, ada warna yang mengatur logika. Harun menyentuh benak Bu Fenti pada bagian logikanya, lalu menanamkan di dalamnya bahwa apapun yang dilakukan Harun adalah wajar.
Kemudian Harun mengangkat wajahnya lalu menciumi bibir Bu Fenti yang basah dengan bernafsu. Bu Fenti yang sudah tidak dapat mengontrol logikanya lagi hanya membiarkan saja bibir kecil Harun menyelomoti bibir tipis sensual miliknya. Harun menyuntikkan sugesti lagi bahwa Bu Fenti akan menjadi liar ketika Harun mencumbunya.
Bu Fenti membalas ciuman itu dengan penuh nafsu. Lidah Harun yang telah menjilati bibirnya kini disambut juga dengan lidahnya. Mereka saling bertukaran lidah dengan penuh nafsu. Dalam ketergesaannya, Harun mulai melucuti baju seragam Bu Fenti sambil terus berpagutan. Dibukanya kemeja seragam itu lalu dibuangnya ke lantai ketika telah dilucuti.
Di balik kemeja seragamnya, masih ada singlet wanita yang secara cepat pula dilolosi. BH hitam Bu Fenti membungkus payudara yang bulat. Tampaknya 36B. Harun lalu menarik Bu Fenti berdiri untuk membuka roknya sehingga kini akhirnya Bu Fenti hanya mengenakan BH dan CD hitam saja.
Tubuh Bu Fenti yang tidak terlalu tinggi tampak padat. Lengan Bu Fenti tampak sedikit gemuk, khas wanita dewasa Indonesia. . Ada sedikit lemak di perutnya, namun tidak buncit. Ada garis selulit di perutnya yang menandakan ia pernah melahirkan. Bagian di sekitar pusarnya tampak sedikit menonjol yang melebar ke samping ke arah pinggulnya yang menyebabkan pinggul Bu Fenti tampak berisi dan tidak terlihat tulangnya. Ada garis lemak di atas pahanya yang membuat kesatuan pinggul dan panggulnya tampak sangat manusiawi namun sensual. Di tambah lagi kulit tubuhnya yang ternyata lebih putih dari wajahnya. Wajah dan tangan Bu Fenti seringkali tertimpa matahari sehingga berwarna coklat kegelapan, namun kulit tubuh Bu Fenti memiliki warna yang lebih terang. Bahkan, kulit dadanya tampak hampir kuning langsat. Sungguh bagaikan lukisan indah seorang maestro. Karena warna kulit Bu Fenti tidak tampak loreng-loreng, melainkan pada berbagai tempat seperti tangan, leher dan wajah memiliki suatu gradasi warna dari terang ke gelap yang sempurna sekali.
Tatapan Bu Fenti penuh nafsu memperhatikan Harun yang kini sedang melucuti baju sambil menatapnya. Bu Fenti pun mulai membuka BHnya. Akhirnya payudara yang bulat itu terlihat juga. Kedua payudara yang berwarna lebih putih dari bagian tubuh lainnya itu benar-benar hampir bulat. Kedua pentil Bu Fenti terletak tepat di tengah payudaranya. Daerah areolanya yang berwarna coklat gelap juga memiliki gradasi yang makin terang di pusatnya menjadi coklat muda. Namun pentilnya tampak berwarna seperti lingkar luar areola, coklat gelap juga. Besarnya payudara itu rupanya tersembunyi karena ukuran BH yang kecil yang dipakai Bu Fenti sehingga menekan payudara itu ke dalam. Kedua bulatan payudara itu cukup besar dan gemuk sehingga satu tangan Harun tak dapat menutupi satu payudara Bu Fenti.
Kemudian Bu Fenti membuka celana dalamnya sehingga kini jembutnya yang lebat terlihat. Bau tubuh Bu Fenti mulai tercium di hidung Harun ketika Harun mulai mendekati Bu Fenti dengan perlahan. Ketika jarak mereka sangat dekat, mereka berdua saling menubruk dan berciuman lagi. Harun hanya perlu mendongakan wajah sedikit ke atas karena Bu Fenti hanya lebih tinggi sedikit darinya.
Dengan penuh nafsu mereka berdua saling meremas dan berciuman. Lidah mereka beradu lagi dengan cepat. Air liur mereka bertukaran cepat, membasahi rongga-rongga mulut masing-masing dan bahkan juga sekitar bibir mereka.
Kedua tangan Harun mulai meremasi payudara Bu Fenti. Bu Fenti mulai mengerang-ngerang dalam ciuman mereka. Tangan kiri Harun menjelajah ke bawah dan mendapatkan celah kenikmatan di balik semak belukar yang kini sudah basah kuyup oleh cairan kewanitaan Bu Fenti.
Kedua tubuh mereka kini berkeringat pekat. Peluh bahkan masuk ke mata kanan Harun dan membuat matanya itu perih. Kelas yang tanpa kipas angin dan AC memang sudah panas, apalagi kini dua tubuh mereka yang telanjang sedang berdekapan yang mengantar panas tubuh satu sama lain. Harun menyukai bau tubuh Bu Fenti yang sedikit menyengat namun bersahabat dengan hidungnya.
Harun melepaskan ciumannya dan kini merambah ke bawah kea rah tetek kanan Bu Fenti. Bu Fenti mengangkat tangan kanannya untuk mendekap kepala Harun. Bau tubuh Bu Fenti tercium jelas ketika ketek perempuan itu membuka. Saat itu, bibir Harun sedang berada di bagian atas payudara kanan Bu Fenti. Harun melirik ke samping kiri atas dan melihat ketek Bu Fenti yang dihiasi bulu-bulu halus yang menghiasi pertengahan ketek itu. Bulunya tidak lebat, namun dapat terlihat membentuk garis-garis tipis yang tidak begitu lebat namun membentuk bayangan hitam di celah ketiak itu.
Harun memegang tangan kanan Bu Fenti dengan tangan kirinya lalu mengangkat tangan Bu Fenti itu. Ia segera menjilati ketek yang basah itu dengan buas. Bulu-bulu halus itu membelai lidahnya yang basah dan mengirimkan sinyal birahi yang begitu kuat.
Tak tahan lagi, Harun mendudukkan Bu Fenti di atas meja, lalu membuka paha perempuan itu lebar-lebar, lalu menghujamkan penisnya ke dalam gua yang terlarang itu.
Vagina Bu Fenti tidaklah serapat Atik atau Jannah, bahkan dibanding juga dengan ibunya. Namun bukan berarti terasa longgar. Melainkan cukup ketat juga membungkus kontolnya yang sudah tegang sedari tadi.
Sambil menghujami kemaluan Bu Fenti dengan penuh semangat, Harun mengenyoti payudara kanan Bu Fenti. Bu Fenti kini mengerang keras sambil mendekap tubuh muridnya itu dengan eratnya. Suara selangkangan beradu yang sebelumnya tidak pernah terdengar di kelas ini, kini memenuhi ruangan, memantul dari dinding-dinding, disaksikan oleh papan tulis dan pernak-pernik kelas yang lain.
Bu Fenti seakan merasa di surga. Sudah lama ia tidak diberi nafkah batin. Dan kini muridnya sendiri menafkahinya di dalam kelas! Bu Fenti tidak memikirkan apa-apa lagi, berhubung logikanya sudah dikuasai oleh Harun. Perempuan ini terhanyut dalam kenikmatan ragawi yang sedang direngkuh bersama dengan Harun.
Kini Harun asyik menyelomoti tetek yang sebelah kiri, sementara tangan kirinya meremasi tetek kanan Bu Fenti yang sudah basah oleh campuran keringat mereka berdua ditambah dengan air liur dari mulut Harun.
Saat itu Harun dapat mendengar suara langkah kaki pria mendatangi kelas. Ada yang mendengar mereka, rupanya. Bu Fenti mengerang keras sekali. Harun dengan sigap segera berusaha berkonsentrasi dan memusatkan pikiran untuk memasuki benak orang yang sedang datang.
Rupanya penjaga sekolah. Harun dapat mendengar pikiran orang itu. Pak Priyo mendengar teriakan perempuan dari kelas ini. Kedengarannya seperti Bu Fenti yang cantik itu. Maka Pak Priyo tergopoh-gopoh mendatangi. Namun, tiba-tiba saja ia tidak mendengar apa-apa lagi. Bahkan, kini ia lupa kenapa ia ada di tempat ini. Bukankah tadi ia berencana untuk makan siang? Dengan linglung, Pak Priyo berjalan menjauhi kelas itu tanpa tahu bahwa Harun telah mempengaruhi benaknya.
Bu Fenti yang tidak tahu apa-apa kini sedikit lagi mencapai klimaks. Pantatnya bergoyang bagaikan tornado. Ada suatu dorongan untuk menuntaskan birahinya secepatnya. Selangkangannya kini menumbuki selangkangan Harun dengan kecepatan dan kekuatan yang dahsyat.
Harunpun sudah hampir sampai di batas kekuatannya. Kontolnya yang merasakan dinding basah memek Bu Fenti juga sudah ingin sekali memuntahkan spermanya. Pantatnyapun mengimbangi gerakan dan kekuatan Bu Fenti. Bunyi selangkangan mereka beradu kini membahana. Nafas mereka sudah ngos-ngosan, peluh sudah memandikan tubuh mereka.
Dan akhirnya, diiringi jeritan kenikmatan Bu Fenti dan bentakkan kepuasan dari Harun, Harun menyemprotkan spermanya dalam liang senggama ibu gurunya itu yang sedang kelojotan karena mengalami orgasme setelah sekian lama guanya tidak ada yang mengunjungi.
Selama beberapa menit setelah orgasme, Bu Fenti tidur di atas bangku. Harun yang kontolnya telah mengecil, duduk di hadapan gurunya itu.
Bu Fenti akhirnya berdiri. Ia memandang Harun dengan mata penuh pertanyaan.
Ibu tahu kamu yang membuat Bu Fenti jadi begini. Entah dengan cara apa, Ibu tidak tahu.
Harun terkaget. Ia kemudian membaca pikiran Bu Fenti, dan anehnya, perempuan ini tidak marah. Malah ada rasa suka dari Bu Fenti. Bu Fenti adalah tipe perempuan yang ingin dikuasai oleh lelaki, dan entah bagaimana caranya, Harun berhasil menguasai perempuan ini.
Harun berdiri. Ia Mengecup bibir Bu Fenti cukup lama, dan kemudian mereka berdua bergegas memakai baju untuk lalu meninggalkan tempat mereka memadu kasih.
loading...
0 Response to "Anak Lurah - 5"
Posting Komentar