Ternyata Suamiku Nakal - 7
EPISODE 7: RAHASIA SUAMIKU
POV REVITA (MAMA)
Singkat cerita ku tinggalkan suamiku di dalam kamar dengan keadaan pintu kamar yang terkunci. Aku kini sudah berkumpul dengan Marni dan Susan di kamar Marni. Kami bertiga sangat cepat akrab. Bahkan dalam waktu yang sebentar aku sudah dapat membongkar semua rahasia mereka dengan Suamiku Wijaya.
“Maafin Marni yah, Ma. Marni mencuri Papa dari Mama, padahal Marnikan bukan siapa-siapa di rumah ini. Marni merasa bersalah Ma.”nampak ada sedikit penyesalan di mata Marni.
“Susan juga yah Teh, waktu itu Susan penasaran Teh, tahunya jadi keterusan, tapi sumpah Teh, Susan masih perawan. Abang Jay belum sampai memerawani Susan. Susan minta maaf.”kata Susan sambil menundukkan kepala.
Ku tatap kedua gadis muda di depanku. Nampak raut muka mereka gelisah dan sedikit ketakutan. Aku sendiri bukan orang yang mudah marah, apalagi menyangkut suamiku. Bagiku apapun tindakan suamiku selama dia masih tetap mencintaiku aku tidak akan menyalahkannya. Semua karena sejak kami pacaran aku pernah berjanji pada suamiku tidak akan pernah menyalahkan dia untuk semua tindakannya asalkan dia tetap mencintai dan menyayangiku.
Ku raih kedua gadis itu ke dalam pelukanku, kemudian keduanya menangis di dadaku. Aku elus kedua rambut gadis itu. Kalau aku pikir-pikir lagi, sebenarnya
usia kami juga selisih tidak jauh. Marni 17 tahun, Susan baru masuk 23 dan aku sendiri sebentar lagi akan masuk usia 26. Ku rasakan dadaku semakin basah, dengan air mata kedua gadis itu. Aku sangat yakin keduanya benar-benar menyayangi suamiku juga seperti aku. Marni, bercerita kalau sampai detik ini sudah belasan cowok di sekolahnya yang dia tolak lantaran sudah terlanjur cinta kepada suamiku, bahkan rahasianya yang sebenarnya aku sudah tahu dia ungkapkan juga. Sementara Susan, mengakui semua perbuatan yang dilakukan dengan suamiku dulu. Susan mengungkapkan bahwa dalam hatinya tidak ada tempat lain selain untuk Suamiku.
Aku merasa gamang, serba salah sebenarnya. Sudahlah mungkin ini memang sudah suratan takdir. Suamiku memang punya kharisma, kalaupun dia mau bukan hanya aku, Susan atau Marni. Puluhan wanita lain di luar sana bahkan sangat mungkin ditaklukan suamiku dengan mudah.
Pikiranku menerawang teringat kembali sewaktu aku masih SMA kelas tiga dan Suamiku waktu itu baru saja diterima kerja di tempat dia kerja sekarang. Dengan penuh perhatian dia selalu memberikan kejutan-kejutan yang tidak pernah ku duga, entah bunga, coklat atau pun hal-hal kecil yang sebenarnya sangat berarti buatku. Bahkan teman SMA-ku Wulan pernah mengatakan kalau saja suamiku belum pacaran denganku, Wulan pasti akan mengejar-ngejar suamiku padahal Wulan adalah primadona di sekolah wakti itu jadi sangat mudah baginya mendapat cowok manapun. Masa pacaran kami memang tidak pernah kami habiskan dengan hal-hal mesum, mungkin inilah yang menjadikan Suamiku melampiaskan kepada sepupunya Susan yang baru saja aku ketahui dari mulut Susan secara langsung detail kejadiannya.
Beginilah hidup, terkadang ada rahasi-rahasia yang sebaiknya tidak kamu tahu. Ketika kamu mengetahuinya, hidupmu bukan lagi hanya milikmu. Akhirnya, ku putuskan hari itu juga, akan ku bagi suamiku dengan kedua gadis ini. Sementara, aku terhanyut dalam lamunan kedua gadis itu masih menangis dalam pelukku.
“Sudah, sudah, Mar, Mama gak marah kok. San, Susan, Teteh ngerti kok perasaan kamu.”
“Serius Teh?”Susan nampak mengusap air matanya.
“Mama, gak marah sama Marni?”Marni pun menanyakan hal yang sama.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Kedua gadis itu serempak memelukku.
“Makasih Ma....”Marni memelukku.
“Makasih Teh...”Susan pun demikian.
Aku merasa sesak di peluk begitu erat.
“Sudah...sudah...”sambil mencoba melepaskan diri dari pelukan kedua gadis itu. Wajah mereka sudah lebih ceria.
“Tuh, bajuku basah semua, gara-gara kalian nih.”
“Hihihihihi.....”kedua gadis itu malah cekikikan.
“Teh, Susan boleh manggil teteh Mama juga, habisnya Susan iri sama Marni?”tanya Susan kepadaku aku sempat kaget juga mendengarkanya. Tapi, aku maklum saja.
“Terserah Susan aja....”kataku.
“Ma...mama...”Susan memanggilku dengan nada manja. Lucu juga, belum hamil tapi kini aku punya dua anak.
“Ma, bajunya di lepas aja, basah gitu kok Ma...”kata Marni sambil beranjak mengambil t-shirt dari lemarinya.
“Pakai ini aja deh Ma, all size kok.”Kata Marni sambil menyodorkan t-shirt berwarna pink kepadaku bertuliskan touch me.
Ku lepas bajuku, di depan kedua gadis itu. Keduanya hanya melihat saja dengan wajah penasaran. Sesaat kemudian yang tersisa hanya BH berwarna merah yang
memang tidak mampu menampung seluruh payudaraku yang besar.
“Wow, Mam...Payudaranya gede banget.”Kata Susan terkagum.
“Berapa ukurannya Ma?”Tanya Susan. Aku mulai terbiasa dengan panggilan Mama dari Susan.
“Mmmm...terakhir sih Mama ukur 36D.”kataku.
Marni yang dari tadi berdiri disampingku tiba-tiba meraih payudaraku. Kedua tangan Marni memegang payudaraku kiri dan kanan.
“Oh pantes aja Marni ngerasa punya Mama gede banget.”kata Marni.
“Ih Marni apaan sih.”kataku mencoba melepas tangan Marni dari payudaraku yang masih berbalut BH.
“Ah Mama Marnikan udah tahu semua punya Mama, lepas aja sekalian deh Ma. BH Mama basah juga tuh.”kata Marni.
“Tapi lepas dong tangan kamu.”sambil ku raih pengait BH di punggungku.
“Sini Susan bantu.”tahu-tahu Susan sudah dibelakangku.
BH itu pun segera terlepas dari tubuhku, kini aku setengah telanjang hanya berbalut rok span selutut. Ku rasakan kini dari belakang Susan memainkan
payudara besarku.
“Ah...Susan geli......”perasaan enak melanda di kedua payudaraku. Marni pun tidak tinggal diam. Marni, berusaha mencium bibirku seperti tempo hari. Dengan
Sedikit berjingkat Marni meraih kepalaku dan kemudian kami berciuman. Lidah kami saling membelit. Sementara Susan menciumi tengkuk dan leherku. Bulu kudukku meremang, ku rasakan kegelian luar biasa, enak bercampur aduk. Aku benar-benar terangsang terhanyut dalam permainan Marni dan Susan. Aku masih normal, pikirku. Namun, aku akui ini benar-benar sensasi yang luar biasa. Kalau saja, Suamiku melihat kelakuan kami bertiga entah apa yang dia pikirkan.
Ku pejamkan mataku menikmati permainan mereka. Ku rasakan dua buah tangan menjamah pantatku dan ku rasakan rokku meluncur turun. Mereka benar-benar ingin menelanjangiku. Kini ku rasakan dua buah peyudara menempel di punggungku. Jelas sekali, bukan payudara Marni. Sementara, Marni masih berciuman mesra denganku, ku rasakan tangan Marni meremasi payudaraku begitu pula dengan ku ku remas payudara Marni entah kapan Marni menelanjangi dirinya. Tangan Susan tidak mau menganggur begitu saja. Ku rasakan belaian dan gosokan halus di vaginaku yang masih terbungkus celana dalam. Aduh aku tidak kuat lagi. Dengan posisi ditengah-tengah kedua tubuh. Tangan Susan mencoba masuk kedalam celana dalam ku dan aku sungguh tidak dapat menahan lagi ketika jari Susan memasuki lubang vaginaku yang sudah semakin basah.
Aku mendesah tidak karuan.
“Mam....ma...udah mau nyam....pe......”suaraku berakhir dengan keluarnya cairan kewanitaanku. Tubuhku menegang, hampir saja aku terjatuh, namun kedua gadis
itu menopang tubuhku.
“Gimana Ma, enakkan...?”tanya Susan dari belakangku.
Aku hanya mengangguk sambil menoleh, kemudian ku rasakan bibiku di pagut dengan mesra oleh Susan.
“Ayo ke ranjang aja”Ajak Marni.
Aku seperti terhipnotis mengikuti saja kemauan kedua gadis itu. Aku tidak tahu sejak kapan keduanya sudah telanjang bulat. Tinggal aku sendiri masih mengenakan celana dalam yang sangat basah ini. Kedua gadis itu kemudian berciuman bagai sepasang kekasih, mereka saling raba, saling meremas. Aku malah bengong di pinggiran ranjang.
“Loh Ma kok malah bengong?”tanya Marni.
“Celana dalamnya di lepas juga dong Ma, udah basah gitu.”kata Susan.
Kemudian keduanya saling memainkan jari di lubang vagina mereka bergantian.
“Aduh...S.ssss....San jangan dal....amm.....dalam Mar.....ni.....mass......perawan....”Kata Marni sambil mendesah merasakan jari-jari Susan semakin dalam.
“Aw.......en....ank Mar...............”ku lihat Susan menikmati permainan jari Marni di dalam lubang vagina Susan.
Sesaat kemudian tubuh kedua gadis itu menegang.
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh................... ...”desahan panjang bersamaan terdengar dari kedua gadis itu. Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka.
“Ayo dong Ma...gabung......masa cuma lihat aja”kata Marni lirih masih menikmati sisa orgasmenya.
“Ayo Mah...”Susan sambil menarik tanganku.
Kini aku berada ditengah-tengah kedua gadis yang baru saja merasakan orgasme. Ku pehatikan wajah sayu mereka. Mereka berdua benar-benar dilanda birahi.
Memang ternyata aku sadari payudaraku memang yang paling besar, Marni ukurannya 32D aku pernah mengukurnya saat membelikannya baju dan lagi aku juga pernah terlibat permainan dengannya, Susan aku taksir berukuran 34C.
Aku berciuman bergantian dengan Marni dan Susan, tangan kami saling raba dan saling meremas. Sungguh sebuah permainan yang sungguh baru sekali ini ku rasakan, aku berada di antara dua perawan yang sudah di mabuk birahi.
Entah siapa yang mulai, mulutku kini sedang emncumbui vagina Susan. Sementara Susan mencumbui vagina Marni, marni sendiri mencumbui vaginaku. Sungguh pemandangan yang sangat menggairahkan, aku membayangan seandainya suamiku melihat kami bertiga dalam keadaan seperti ini aku yakin, dia tidak akan mampu menahan diri. Kami bertiga bagai mesin pencari nafsu, kamar Marni sekarang menjadi medan pertempuran birahi antara tiga wanita. Aku colok vagina Susan dengan jariku, Susan merintih tertahan karena mulutnya masih beradu dengan vagina Marni.
“Nghh.....”desah Susan.
“Agh.....”aku pun mendesah ketika jari Marni semakin dalam di dalam vaginaku, bahkan Marni sesekali mengocok jarinya di dalam vaginaku.
“Ah....Sssss.....”aku mendesah sambil memainkan lubang vagina Susan.
“Asss......enyak San.....”desah Marni.
Desahan demi desahan bergantian memenuhi ruangan kamar itu. Tidak lama kemudian ku rasakan kedua paha Susan menekan kepalaku. Sepertinya Susan sudah hampir mendapat orgasmenya. Aku pun juga hampir sampai. Dalam hitungan detik aku mendesah, disusul dengan desahan Susan dan juga Marni.
“Ah..........................”kami mengejan bersamaan disertai dengan desahan yang bersamaan pula.
Hari sudah semakin malam. Nampak di luar semakin gelap. Aku baru sadar kalau jendela kamar Marni terbuka tanpa penutup tirai. Untung saja pagar rumah kami
cukup tinggi sehingga orang yang lewat di jalan samping rumah kami tidak akan dapat melihat ke dalam rumah.
Kami bertiga, sama-sama lemas menikmati momen yang baru saja kami rasakan. Ku lirik jam di dinding kamar Marni. Jam 18.30. Cukup lama juga kami bermain hampir 1 setengah jam.
“Makasih yah Ma...”kata Marni.
“Thanks Mam.”kata Susan sambil mengecup bibirku yang masih menyisakan cairan kewanitaan Susan.
Aku pun tersenyum puas. Ini adalah pengalaman tak terlupakan sepanjang perjalanan seks dalam hidupku. Selain suamiku kedua gadis ini bisa memuaskanku juga, aku sampai 2 kali orgasme. Permainan tanpa penetrasi penis seorang lelaki.
“Mar, San...”aku membuka pembicaraan.
Mereka berdua menatapku lekat-lekat.
“Apakah kalian mencintai Papa.”tanyaku meyakinkan diri untuk membagi suamiku dengan mereka.
“Marni cinta Papa, Mah....”kata Marni penuh keyakinan.
“Susan juga Mam...”kata Susan.
“Mama ingin buat sebuah keputusan Mama harap kalian mau menerimanya.”kataku.
“Marni ikut kemauan Mama saja.”kata Marni.
“Terserah Mama baiknya gimana.”kata Susan lebih dewasa dari Marni.
“Begini, karena sekarang kita bertiga sudah slaing tahu rahasia masing-masing, ditambah pula semua rahasia Papa kita bertiga tahu. Mama, sudah memutuskan
untuk membagi Papa dengan kalian.”kataku penuh kesabaran.
“Mama yakin?”tanya Marni
“Mama serius Mar.”jawabku.
“Mama tidak bercandakan?”tanya Susan.
“Ya enggaklah Sayang.”jawabku.
“Sayang Mama.”kata Susan kemudian memelukku.
“Marni juga sayang Mama.”sambil ikut memelukku.
Kami berpelukan bertiga dalam keadaan telanjang. Entah berapa lama kami tertidur. Aku terbangun ketika ku dengar suara ketukan di pintu kamar Marni.
“Tok...tok....tok....”
“Ndoro, Marni sudah waktunya makan malam.”jelas itu suara Mbok Imah.
“Iya, Mbok bentar.”kataku.
Aku yakin Mbok Imah tidak akan memasalahkan aku berada di kamar Marni karena lumrahlah jika seorang Ibu angkat akrab dengan anak angkatnya. Mungkin yang tidak diketahui Mbok Imah apa yang kami lakukan di dalam kamar ditambah dengan adanya Susan juga.
Aku baru ingat, aku mengunci suamiku di dalam kamar dari tadi sore. Kelaparan tidak yah, aku rasa tidak aku masih menyisakan sandwich di kulkas kecil dikamar. Biar sajalah itung-itung hukuman buat suamiku yang nakal itu.
“Ayo bangun udah waktunya, makan malam.”
Kedua gadis itu kemudian terbangun dari tidur mereka. Wajah mereka nampak sedikit kelelahan.
“Capek Mam...”kata Susan.
“Yuk Mandi dulu terus makan.”ajakku.
Kami bertiga akhirnya Mandi bersama dalam kamar mandi kamar Marni yang sebenarnya tidak muat untuk kami bertiga, alhasil tubuh kami saling berhimpitan,
saling bergesekan.
“Udah ah Mama gak mau lagi. Mama mau main sama Papa aja.”kataku sambil ke luar kamar mandi meninggalkan Marni dan Susan yang tengah asyik bercumbu.
“Yah Mama curang.”kata Marni dan Susan serempak.
Kau keringkan badan basahku dengan handuk lalu ku baju-bajuku. Ketika ku temukan celana dalam dan BH ku rupanya sangat basah, aku tidak mungkin lagi mengenakan celana dalam dan BH ku yang sudah basah itu, bisa-bisa jamuran vaginaku. Kamar Marni tidak terlalu gelap karena cahaya penerangan di luar cukup bisa memberi sedikit penerangan. Segera ku tutup tirai kamar Marni dan ku nyalakan lampu kamar Marni. Aku pun segera mengenakan rok spanku dan memakai t-shirt warna pink dari Marni. Sesaat kemudian Marni dan Susan keluar kamar mandi berbalut handuk.
“Ma...Marni ikut dong main sama Papa.”rengek Marni.
“Hmmm.....gimana yah, papa kan punya Mama...”kataku sambil tersenyum.
“Yah Mama tadi bilangnya mau bagi Papa sama kita.”kata Marni sewot.
“Iya nih Mama gimana sih. Susan ikutan juga dong.”kata Susan.
“Memang kalian gak capek?”tanyaku.
“Capek sih Mam...tapikan....”kata Susan terpotong.
“Tapi apa?”tanyaku.
“Susan kangen burungnya Papa?”kata Susan dengan wajah memerah.
“Ih Susan cuma kangen sama burungnya Papa.”kata Marni meledek.
“Susan kangen sama Papa apa burungnya sih?”tanyaku menggoda Susan.
“Dua-duanya.”Kata Susan dengan wajah memerah.
“Marni juga, Marni juga.”Marni tidak mau kalah.
“Gampanglah yang penting kita makan dulu.”ajakku.
Mereka berdua kemudian berpakaian dan akhirnya kami bertiga makan ditemani Mbok Imah di ruang makan. Sedangkan suamiku ku biarkan dalam kamar untung saja Mbok Imah tidak menanyakannya.
“Mbok Imah gak makan?”tanyaku.
“Sudah Ndoro, daritadi saya nungguin Ndoro dan yang lain karena keburu lapar Simbok makan dulu.”kata Mbok Imah, aku tidak masalah dengan itu lagipula memang biasanya juga kalau kami belum datang ku suruh Mbok Imah makan dulu.
“Oh iya Mbok ini sepupu Papa, Susan.”kataku memperkenalkan Susan.
“Saya sudah kenalan tadi Ndoro.”kata Mbok Imah.
“Oh sudah saling kenal ya sudah.”kataku.
“Simbok ke belakang dulu Ndoro.”Mbok Imah kemudian mengundurkan diri dari ruang makan.
“Jadi gimana Mam....Susan ikut yah?”tanya Susan.
“Ikut apaan sih?”kataku pura-pura lupa.
“Itu Mam, main sama Papa. Susan udah lama nih gak ngerasain itu lagi.”kata Susan.
Marni menatap dengan pandangan mata elang ke arah kami.
“Pokoknya kalau Mama sama Susan main sama Papa, Marni ikut.”kata Marni penuh emosi.
“Iya tapi apa kalian tidak capek?”tanyaku.
“Kalau masalah itu tenang aja Mam. Susan ada solusinya. Bentar yah.” Susan kemudian meninggalkan kami berdua.
“Mau kemana sih, Susan.”tanya Marni. Aku hanya mengangkat bahuku kemudian melanjutkan makanku.
Selang beberapa menit kemudian Susan kembali dengan membawa 4 botol seukuran You C bertuliskan Cina. Sebuah berlabel merah, 3 lainnya berwarna biru.
“Apaan itu San?”tanyaku.
“Ini Susan dapet dari teman kuliah Susan yang kuliah di Aussie, anak Hong Kong. Ini obat penambah stamina seks.”kata Susan.
“Hah?”aku dan Marni terperanjat.
“Kayak gak pernah denger aja. Gini-gini Susan gaul tahu. Masa yaiya sarjana lulusan Ausie ketinggalan info.”kata Marni.
“Mah, Susan niat banget tuh Mah, pengen sama Papa.”kata Marni menyindir.
“Kamu mau gak?”tanya Susan ke Marni.
“Ya mau.”kata Marni.
“Nah, Susan jelasin dulu. Ini yang merah buat laki yang biru buat yang wanita. Berhubung kita bertiga jadi pas satu-satu.”kata Susan.
“San, kamu kok kepikiran sih?”tanyaku.
“Enggak sih Mam, Cuma temen Susan itu pacarnya bule nafsunya gede. Jadi dia cerita gimana cara ngimbangi cowoknya itu.”cerita Susan.
“Susan gak main sama Bule juga?”tanyaku.
“Gak mau, bule-bule rata-rata Cuma mau nikmati tubuh kita cewek asia terus kabur.”cerita Susan.
“Nih, Marni. Mama dan Ini buat Susan.”kata Susan sambil membagi-bagi ketiga botol berwarna biru.
“Aman gak nih San?”tanyaku.
“Aman kok Mam, gak bikin ketagihan.”kata Susan.
“Tapi reaksinya setengah jam setelah diminum lho.”Susan menambahkan.
“Trus yang merah diapaain San?”tanya Marni.
“Kasihin Papa aja deh. Kata temen Susan cowok yang minum ini bisa tahan seharian.”jelas Susan.
“Serius San?”tanyaku.
“Serius Mam...”kata Susan.
“Mama pikir Papa gak usah dikasih deh San, gak minum kayak gitu aja Papa kuat 2 jam lho.”aku menjelaskan.
“Yah Mama, sekarangkan ada tiga orang lawan Papa.”kata Susan.
“Lagian kan besok libur, Susan juga udah cukup istirahat tadi.”tambah Susan.
“Iya Mah, Marni pengen ngerasain punya Papa lagi....”tandas Marni.
“Kalian berdua kan masih perawan? Yakin pengen?”tanyaku.
“Iya Mam, apa sih yang gak buat Papa.”Kata Susan.
“Marni relain semua buat Papa.”kata Marni
“Ya sudah ya Mama gak tanggung jawab kalau kalian ketagihan. Ya sudah Mana.”aku ambil botol itu dan kemudian ku berikan kepada suamiku di dalam kamar.
Setelah yakin diminum oleh suamiku aku kunci lagi dia di dalam kamar.
“Sudah, Mama berikan ke Papa, San.”kataku kepada Susan.
“Terus gimana Mah?”tanya Marni.
“Ya kita tunggu aja setengah jam lagi.”kataku.
“Oh iya Mam, Susan lupa kalau buat cowok itu, reaksinya agak cepet, diminum langsung reaksi.”jelas Susan.
“Eh, serius? Pantes Papa langsung gelisah. Biar saja deh biar Papa menderita dulu hahahaha.....Ayo punya kita minum. Lagian Papa udah Mama suruh
Mandi.”kami pun menenggak obat penambah stamina itu. Malam ini, kami akan menghabiskan malam dengan bercinta.
“Ayo ke kamar Mama.”
POV REVITA (MAMA)
Singkat cerita ku tinggalkan suamiku di dalam kamar dengan keadaan pintu kamar yang terkunci. Aku kini sudah berkumpul dengan Marni dan Susan di kamar Marni. Kami bertiga sangat cepat akrab. Bahkan dalam waktu yang sebentar aku sudah dapat membongkar semua rahasia mereka dengan Suamiku Wijaya.
“Maafin Marni yah, Ma. Marni mencuri Papa dari Mama, padahal Marnikan bukan siapa-siapa di rumah ini. Marni merasa bersalah Ma.”nampak ada sedikit penyesalan di mata Marni.
“Susan juga yah Teh, waktu itu Susan penasaran Teh, tahunya jadi keterusan, tapi sumpah Teh, Susan masih perawan. Abang Jay belum sampai memerawani Susan. Susan minta maaf.”kata Susan sambil menundukkan kepala.
Ku tatap kedua gadis muda di depanku. Nampak raut muka mereka gelisah dan sedikit ketakutan. Aku sendiri bukan orang yang mudah marah, apalagi menyangkut suamiku. Bagiku apapun tindakan suamiku selama dia masih tetap mencintaiku aku tidak akan menyalahkannya. Semua karena sejak kami pacaran aku pernah berjanji pada suamiku tidak akan pernah menyalahkan dia untuk semua tindakannya asalkan dia tetap mencintai dan menyayangiku.
Ku raih kedua gadis itu ke dalam pelukanku, kemudian keduanya menangis di dadaku. Aku elus kedua rambut gadis itu. Kalau aku pikir-pikir lagi, sebenarnya
usia kami juga selisih tidak jauh. Marni 17 tahun, Susan baru masuk 23 dan aku sendiri sebentar lagi akan masuk usia 26. Ku rasakan dadaku semakin basah, dengan air mata kedua gadis itu. Aku sangat yakin keduanya benar-benar menyayangi suamiku juga seperti aku. Marni, bercerita kalau sampai detik ini sudah belasan cowok di sekolahnya yang dia tolak lantaran sudah terlanjur cinta kepada suamiku, bahkan rahasianya yang sebenarnya aku sudah tahu dia ungkapkan juga. Sementara Susan, mengakui semua perbuatan yang dilakukan dengan suamiku dulu. Susan mengungkapkan bahwa dalam hatinya tidak ada tempat lain selain untuk Suamiku.
Aku merasa gamang, serba salah sebenarnya. Sudahlah mungkin ini memang sudah suratan takdir. Suamiku memang punya kharisma, kalaupun dia mau bukan hanya aku, Susan atau Marni. Puluhan wanita lain di luar sana bahkan sangat mungkin ditaklukan suamiku dengan mudah.
Pikiranku menerawang teringat kembali sewaktu aku masih SMA kelas tiga dan Suamiku waktu itu baru saja diterima kerja di tempat dia kerja sekarang. Dengan penuh perhatian dia selalu memberikan kejutan-kejutan yang tidak pernah ku duga, entah bunga, coklat atau pun hal-hal kecil yang sebenarnya sangat berarti buatku. Bahkan teman SMA-ku Wulan pernah mengatakan kalau saja suamiku belum pacaran denganku, Wulan pasti akan mengejar-ngejar suamiku padahal Wulan adalah primadona di sekolah wakti itu jadi sangat mudah baginya mendapat cowok manapun. Masa pacaran kami memang tidak pernah kami habiskan dengan hal-hal mesum, mungkin inilah yang menjadikan Suamiku melampiaskan kepada sepupunya Susan yang baru saja aku ketahui dari mulut Susan secara langsung detail kejadiannya.
Beginilah hidup, terkadang ada rahasi-rahasia yang sebaiknya tidak kamu tahu. Ketika kamu mengetahuinya, hidupmu bukan lagi hanya milikmu. Akhirnya, ku putuskan hari itu juga, akan ku bagi suamiku dengan kedua gadis ini. Sementara, aku terhanyut dalam lamunan kedua gadis itu masih menangis dalam pelukku.
“Sudah, sudah, Mar, Mama gak marah kok. San, Susan, Teteh ngerti kok perasaan kamu.”
“Serius Teh?”Susan nampak mengusap air matanya.
“Mama, gak marah sama Marni?”Marni pun menanyakan hal yang sama.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Kedua gadis itu serempak memelukku.
“Makasih Ma....”Marni memelukku.
“Makasih Teh...”Susan pun demikian.
Aku merasa sesak di peluk begitu erat.
“Sudah...sudah...”sambil mencoba melepaskan diri dari pelukan kedua gadis itu. Wajah mereka sudah lebih ceria.
“Tuh, bajuku basah semua, gara-gara kalian nih.”
“Hihihihihi.....”kedua gadis itu malah cekikikan.
“Teh, Susan boleh manggil teteh Mama juga, habisnya Susan iri sama Marni?”tanya Susan kepadaku aku sempat kaget juga mendengarkanya. Tapi, aku maklum saja.
“Terserah Susan aja....”kataku.
“Ma...mama...”Susan memanggilku dengan nada manja. Lucu juga, belum hamil tapi kini aku punya dua anak.
“Ma, bajunya di lepas aja, basah gitu kok Ma...”kata Marni sambil beranjak mengambil t-shirt dari lemarinya.
“Pakai ini aja deh Ma, all size kok.”Kata Marni sambil menyodorkan t-shirt berwarna pink kepadaku bertuliskan touch me.
Ku lepas bajuku, di depan kedua gadis itu. Keduanya hanya melihat saja dengan wajah penasaran. Sesaat kemudian yang tersisa hanya BH berwarna merah yang
memang tidak mampu menampung seluruh payudaraku yang besar.
“Wow, Mam...Payudaranya gede banget.”Kata Susan terkagum.
“Berapa ukurannya Ma?”Tanya Susan. Aku mulai terbiasa dengan panggilan Mama dari Susan.
“Mmmm...terakhir sih Mama ukur 36D.”kataku.
Marni yang dari tadi berdiri disampingku tiba-tiba meraih payudaraku. Kedua tangan Marni memegang payudaraku kiri dan kanan.
“Oh pantes aja Marni ngerasa punya Mama gede banget.”kata Marni.
“Ih Marni apaan sih.”kataku mencoba melepas tangan Marni dari payudaraku yang masih berbalut BH.
“Ah Mama Marnikan udah tahu semua punya Mama, lepas aja sekalian deh Ma. BH Mama basah juga tuh.”kata Marni.
“Tapi lepas dong tangan kamu.”sambil ku raih pengait BH di punggungku.
“Sini Susan bantu.”tahu-tahu Susan sudah dibelakangku.
BH itu pun segera terlepas dari tubuhku, kini aku setengah telanjang hanya berbalut rok span selutut. Ku rasakan kini dari belakang Susan memainkan
payudara besarku.
“Ah...Susan geli......”perasaan enak melanda di kedua payudaraku. Marni pun tidak tinggal diam. Marni, berusaha mencium bibirku seperti tempo hari. Dengan
Sedikit berjingkat Marni meraih kepalaku dan kemudian kami berciuman. Lidah kami saling membelit. Sementara Susan menciumi tengkuk dan leherku. Bulu kudukku meremang, ku rasakan kegelian luar biasa, enak bercampur aduk. Aku benar-benar terangsang terhanyut dalam permainan Marni dan Susan. Aku masih normal, pikirku. Namun, aku akui ini benar-benar sensasi yang luar biasa. Kalau saja, Suamiku melihat kelakuan kami bertiga entah apa yang dia pikirkan.
Ku pejamkan mataku menikmati permainan mereka. Ku rasakan dua buah tangan menjamah pantatku dan ku rasakan rokku meluncur turun. Mereka benar-benar ingin menelanjangiku. Kini ku rasakan dua buah peyudara menempel di punggungku. Jelas sekali, bukan payudara Marni. Sementara, Marni masih berciuman mesra denganku, ku rasakan tangan Marni meremasi payudaraku begitu pula dengan ku ku remas payudara Marni entah kapan Marni menelanjangi dirinya. Tangan Susan tidak mau menganggur begitu saja. Ku rasakan belaian dan gosokan halus di vaginaku yang masih terbungkus celana dalam. Aduh aku tidak kuat lagi. Dengan posisi ditengah-tengah kedua tubuh. Tangan Susan mencoba masuk kedalam celana dalam ku dan aku sungguh tidak dapat menahan lagi ketika jari Susan memasuki lubang vaginaku yang sudah semakin basah.
Aku mendesah tidak karuan.
“Mam....ma...udah mau nyam....pe......”suaraku berakhir dengan keluarnya cairan kewanitaanku. Tubuhku menegang, hampir saja aku terjatuh, namun kedua gadis
itu menopang tubuhku.
“Gimana Ma, enakkan...?”tanya Susan dari belakangku.
Aku hanya mengangguk sambil menoleh, kemudian ku rasakan bibiku di pagut dengan mesra oleh Susan.
“Ayo ke ranjang aja”Ajak Marni.
Aku seperti terhipnotis mengikuti saja kemauan kedua gadis itu. Aku tidak tahu sejak kapan keduanya sudah telanjang bulat. Tinggal aku sendiri masih mengenakan celana dalam yang sangat basah ini. Kedua gadis itu kemudian berciuman bagai sepasang kekasih, mereka saling raba, saling meremas. Aku malah bengong di pinggiran ranjang.
“Loh Ma kok malah bengong?”tanya Marni.
“Celana dalamnya di lepas juga dong Ma, udah basah gitu.”kata Susan.
Kemudian keduanya saling memainkan jari di lubang vagina mereka bergantian.
“Aduh...S.ssss....San jangan dal....amm.....dalam Mar.....ni.....mass......perawan....”Kata Marni sambil mendesah merasakan jari-jari Susan semakin dalam.
“Aw.......en....ank Mar...............”ku lihat Susan menikmati permainan jari Marni di dalam lubang vagina Susan.
Sesaat kemudian tubuh kedua gadis itu menegang.
“Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh................... ...”desahan panjang bersamaan terdengar dari kedua gadis itu. Aku hanya tersenyum melihat tingkah mereka.
“Ayo dong Ma...gabung......masa cuma lihat aja”kata Marni lirih masih menikmati sisa orgasmenya.
“Ayo Mah...”Susan sambil menarik tanganku.
Kini aku berada ditengah-tengah kedua gadis yang baru saja merasakan orgasme. Ku pehatikan wajah sayu mereka. Mereka berdua benar-benar dilanda birahi.
Memang ternyata aku sadari payudaraku memang yang paling besar, Marni ukurannya 32D aku pernah mengukurnya saat membelikannya baju dan lagi aku juga pernah terlibat permainan dengannya, Susan aku taksir berukuran 34C.
Aku berciuman bergantian dengan Marni dan Susan, tangan kami saling raba dan saling meremas. Sungguh sebuah permainan yang sungguh baru sekali ini ku rasakan, aku berada di antara dua perawan yang sudah di mabuk birahi.
Entah siapa yang mulai, mulutku kini sedang emncumbui vagina Susan. Sementara Susan mencumbui vagina Marni, marni sendiri mencumbui vaginaku. Sungguh pemandangan yang sangat menggairahkan, aku membayangan seandainya suamiku melihat kami bertiga dalam keadaan seperti ini aku yakin, dia tidak akan mampu menahan diri. Kami bertiga bagai mesin pencari nafsu, kamar Marni sekarang menjadi medan pertempuran birahi antara tiga wanita. Aku colok vagina Susan dengan jariku, Susan merintih tertahan karena mulutnya masih beradu dengan vagina Marni.
“Nghh.....”desah Susan.
“Agh.....”aku pun mendesah ketika jari Marni semakin dalam di dalam vaginaku, bahkan Marni sesekali mengocok jarinya di dalam vaginaku.
“Ah....Sssss.....”aku mendesah sambil memainkan lubang vagina Susan.
“Asss......enyak San.....”desah Marni.
Desahan demi desahan bergantian memenuhi ruangan kamar itu. Tidak lama kemudian ku rasakan kedua paha Susan menekan kepalaku. Sepertinya Susan sudah hampir mendapat orgasmenya. Aku pun juga hampir sampai. Dalam hitungan detik aku mendesah, disusul dengan desahan Susan dan juga Marni.
“Ah..........................”kami mengejan bersamaan disertai dengan desahan yang bersamaan pula.
Hari sudah semakin malam. Nampak di luar semakin gelap. Aku baru sadar kalau jendela kamar Marni terbuka tanpa penutup tirai. Untung saja pagar rumah kami
cukup tinggi sehingga orang yang lewat di jalan samping rumah kami tidak akan dapat melihat ke dalam rumah.
Kami bertiga, sama-sama lemas menikmati momen yang baru saja kami rasakan. Ku lirik jam di dinding kamar Marni. Jam 18.30. Cukup lama juga kami bermain hampir 1 setengah jam.
“Makasih yah Ma...”kata Marni.
“Thanks Mam.”kata Susan sambil mengecup bibirku yang masih menyisakan cairan kewanitaan Susan.
Aku pun tersenyum puas. Ini adalah pengalaman tak terlupakan sepanjang perjalanan seks dalam hidupku. Selain suamiku kedua gadis ini bisa memuaskanku juga, aku sampai 2 kali orgasme. Permainan tanpa penetrasi penis seorang lelaki.
“Mar, San...”aku membuka pembicaraan.
Mereka berdua menatapku lekat-lekat.
“Apakah kalian mencintai Papa.”tanyaku meyakinkan diri untuk membagi suamiku dengan mereka.
“Marni cinta Papa, Mah....”kata Marni penuh keyakinan.
“Susan juga Mam...”kata Susan.
“Mama ingin buat sebuah keputusan Mama harap kalian mau menerimanya.”kataku.
“Marni ikut kemauan Mama saja.”kata Marni.
“Terserah Mama baiknya gimana.”kata Susan lebih dewasa dari Marni.
“Begini, karena sekarang kita bertiga sudah slaing tahu rahasia masing-masing, ditambah pula semua rahasia Papa kita bertiga tahu. Mama, sudah memutuskan
untuk membagi Papa dengan kalian.”kataku penuh kesabaran.
“Mama yakin?”tanya Marni
“Mama serius Mar.”jawabku.
“Mama tidak bercandakan?”tanya Susan.
“Ya enggaklah Sayang.”jawabku.
“Sayang Mama.”kata Susan kemudian memelukku.
“Marni juga sayang Mama.”sambil ikut memelukku.
Kami berpelukan bertiga dalam keadaan telanjang. Entah berapa lama kami tertidur. Aku terbangun ketika ku dengar suara ketukan di pintu kamar Marni.
“Tok...tok....tok....”
“Ndoro, Marni sudah waktunya makan malam.”jelas itu suara Mbok Imah.
“Iya, Mbok bentar.”kataku.
Aku yakin Mbok Imah tidak akan memasalahkan aku berada di kamar Marni karena lumrahlah jika seorang Ibu angkat akrab dengan anak angkatnya. Mungkin yang tidak diketahui Mbok Imah apa yang kami lakukan di dalam kamar ditambah dengan adanya Susan juga.
Aku baru ingat, aku mengunci suamiku di dalam kamar dari tadi sore. Kelaparan tidak yah, aku rasa tidak aku masih menyisakan sandwich di kulkas kecil dikamar. Biar sajalah itung-itung hukuman buat suamiku yang nakal itu.
“Ayo bangun udah waktunya, makan malam.”
Kedua gadis itu kemudian terbangun dari tidur mereka. Wajah mereka nampak sedikit kelelahan.
“Capek Mam...”kata Susan.
“Yuk Mandi dulu terus makan.”ajakku.
Kami bertiga akhirnya Mandi bersama dalam kamar mandi kamar Marni yang sebenarnya tidak muat untuk kami bertiga, alhasil tubuh kami saling berhimpitan,
saling bergesekan.
“Udah ah Mama gak mau lagi. Mama mau main sama Papa aja.”kataku sambil ke luar kamar mandi meninggalkan Marni dan Susan yang tengah asyik bercumbu.
“Yah Mama curang.”kata Marni dan Susan serempak.
Kau keringkan badan basahku dengan handuk lalu ku baju-bajuku. Ketika ku temukan celana dalam dan BH ku rupanya sangat basah, aku tidak mungkin lagi mengenakan celana dalam dan BH ku yang sudah basah itu, bisa-bisa jamuran vaginaku. Kamar Marni tidak terlalu gelap karena cahaya penerangan di luar cukup bisa memberi sedikit penerangan. Segera ku tutup tirai kamar Marni dan ku nyalakan lampu kamar Marni. Aku pun segera mengenakan rok spanku dan memakai t-shirt warna pink dari Marni. Sesaat kemudian Marni dan Susan keluar kamar mandi berbalut handuk.
“Ma...Marni ikut dong main sama Papa.”rengek Marni.
“Hmmm.....gimana yah, papa kan punya Mama...”kataku sambil tersenyum.
“Yah Mama tadi bilangnya mau bagi Papa sama kita.”kata Marni sewot.
“Iya nih Mama gimana sih. Susan ikutan juga dong.”kata Susan.
“Memang kalian gak capek?”tanyaku.
“Capek sih Mam...tapikan....”kata Susan terpotong.
“Tapi apa?”tanyaku.
“Susan kangen burungnya Papa?”kata Susan dengan wajah memerah.
“Ih Susan cuma kangen sama burungnya Papa.”kata Marni meledek.
“Susan kangen sama Papa apa burungnya sih?”tanyaku menggoda Susan.
“Dua-duanya.”Kata Susan dengan wajah memerah.
“Marni juga, Marni juga.”Marni tidak mau kalah.
“Gampanglah yang penting kita makan dulu.”ajakku.
Mereka berdua kemudian berpakaian dan akhirnya kami bertiga makan ditemani Mbok Imah di ruang makan. Sedangkan suamiku ku biarkan dalam kamar untung saja Mbok Imah tidak menanyakannya.
“Mbok Imah gak makan?”tanyaku.
“Sudah Ndoro, daritadi saya nungguin Ndoro dan yang lain karena keburu lapar Simbok makan dulu.”kata Mbok Imah, aku tidak masalah dengan itu lagipula memang biasanya juga kalau kami belum datang ku suruh Mbok Imah makan dulu.
“Oh iya Mbok ini sepupu Papa, Susan.”kataku memperkenalkan Susan.
“Saya sudah kenalan tadi Ndoro.”kata Mbok Imah.
“Oh sudah saling kenal ya sudah.”kataku.
“Simbok ke belakang dulu Ndoro.”Mbok Imah kemudian mengundurkan diri dari ruang makan.
“Jadi gimana Mam....Susan ikut yah?”tanya Susan.
“Ikut apaan sih?”kataku pura-pura lupa.
“Itu Mam, main sama Papa. Susan udah lama nih gak ngerasain itu lagi.”kata Susan.
Marni menatap dengan pandangan mata elang ke arah kami.
“Pokoknya kalau Mama sama Susan main sama Papa, Marni ikut.”kata Marni penuh emosi.
“Iya tapi apa kalian tidak capek?”tanyaku.
“Kalau masalah itu tenang aja Mam. Susan ada solusinya. Bentar yah.” Susan kemudian meninggalkan kami berdua.
“Mau kemana sih, Susan.”tanya Marni. Aku hanya mengangkat bahuku kemudian melanjutkan makanku.
Selang beberapa menit kemudian Susan kembali dengan membawa 4 botol seukuran You C bertuliskan Cina. Sebuah berlabel merah, 3 lainnya berwarna biru.
“Apaan itu San?”tanyaku.
“Ini Susan dapet dari teman kuliah Susan yang kuliah di Aussie, anak Hong Kong. Ini obat penambah stamina seks.”kata Susan.
“Hah?”aku dan Marni terperanjat.
“Kayak gak pernah denger aja. Gini-gini Susan gaul tahu. Masa yaiya sarjana lulusan Ausie ketinggalan info.”kata Marni.
“Mah, Susan niat banget tuh Mah, pengen sama Papa.”kata Marni menyindir.
“Kamu mau gak?”tanya Susan ke Marni.
“Ya mau.”kata Marni.
“Nah, Susan jelasin dulu. Ini yang merah buat laki yang biru buat yang wanita. Berhubung kita bertiga jadi pas satu-satu.”kata Susan.
“San, kamu kok kepikiran sih?”tanyaku.
“Enggak sih Mam, Cuma temen Susan itu pacarnya bule nafsunya gede. Jadi dia cerita gimana cara ngimbangi cowoknya itu.”cerita Susan.
“Susan gak main sama Bule juga?”tanyaku.
“Gak mau, bule-bule rata-rata Cuma mau nikmati tubuh kita cewek asia terus kabur.”cerita Susan.
“Nih, Marni. Mama dan Ini buat Susan.”kata Susan sambil membagi-bagi ketiga botol berwarna biru.
“Aman gak nih San?”tanyaku.
“Aman kok Mam, gak bikin ketagihan.”kata Susan.
“Tapi reaksinya setengah jam setelah diminum lho.”Susan menambahkan.
“Trus yang merah diapaain San?”tanya Marni.
“Kasihin Papa aja deh. Kata temen Susan cowok yang minum ini bisa tahan seharian.”jelas Susan.
“Serius San?”tanyaku.
“Serius Mam...”kata Susan.
“Mama pikir Papa gak usah dikasih deh San, gak minum kayak gitu aja Papa kuat 2 jam lho.”aku menjelaskan.
“Yah Mama, sekarangkan ada tiga orang lawan Papa.”kata Susan.
“Lagian kan besok libur, Susan juga udah cukup istirahat tadi.”tambah Susan.
“Iya Mah, Marni pengen ngerasain punya Papa lagi....”tandas Marni.
“Kalian berdua kan masih perawan? Yakin pengen?”tanyaku.
“Iya Mam, apa sih yang gak buat Papa.”Kata Susan.
“Marni relain semua buat Papa.”kata Marni
“Ya sudah ya Mama gak tanggung jawab kalau kalian ketagihan. Ya sudah Mana.”aku ambil botol itu dan kemudian ku berikan kepada suamiku di dalam kamar.
Setelah yakin diminum oleh suamiku aku kunci lagi dia di dalam kamar.
“Sudah, Mama berikan ke Papa, San.”kataku kepada Susan.
“Terus gimana Mah?”tanya Marni.
“Ya kita tunggu aja setengah jam lagi.”kataku.
“Oh iya Mam, Susan lupa kalau buat cowok itu, reaksinya agak cepet, diminum langsung reaksi.”jelas Susan.
“Eh, serius? Pantes Papa langsung gelisah. Biar saja deh biar Papa menderita dulu hahahaha.....Ayo punya kita minum. Lagian Papa udah Mama suruh
Mandi.”kami pun menenggak obat penambah stamina itu. Malam ini, kami akan menghabiskan malam dengan bercinta.
“Ayo ke kamar Mama.”
loading...
0 Response to "Ternyata Suamiku Nakal - 7"
Posting Komentar