Ternyata Suamiku Nakal - 6
EPISODE 6: AKU KETAHUAN
POV: WIJAYA (PAPA)
Ku tatap seorang gadis cantik sedang terbaring telentang dengan rok yang tersingkap hingga ke perut dan mengenakan sebuah dres yang serasi dengan warna rok yang dipakai. Ku kenali wajah gadis itu, Susan sepupuku, anak gadis Pak Dhe Jarwo.
Sudah sangat berbeda dengan terakhir kali aku bertemu dengannya. Kini dia telah tumbuh menjadi gadis cantik yang sangat seksi. Kedua paha Susan benar-benar mulus, ditambah dengan buah dada Susan yang nampak bergerak naik turun mengikuti setiap hembusan nafasnya. Aku masih laki-laki sama seperti yang lain.
Mumpung ada kesempatan, segera ku keluarkan penisku yang telah tegang terangsang melihat kemolekan tubuh Susan. Dengan hati-hati ku sibakkan celana dalam warna hitam Susan dan pelan-pelan ku gesek-gesekkan penisku ke vagina Susan. Namun, belum sempat ku nikmati momen itu.Tiba-tiba.....
“Heh Pa, ngapain?”.
Jantungku seakan copot mendengar suara Istriku dari belakang. Aku tidak tahu harus berkata apa. Kepalang tanggung dan ketahuan. Penisku yang tadinya menegang keras dan sempat ku gesekkan ke bibir vagina Susan sepupuku mendadak lemas. Segera ku masukkan penisku ke dalam celanaku dan ku tutup selangkangan Susan dengan roknya. Dengan kebingungan aku menjawab pertanyaan istriku.
“Eng...enggak Ma. Papa sedang....”jawabku gagu.
Susan pun rupanya terbangun mendengar suara berisik atau mungkin karena sudah lama dia tidur. Dengan penuh tanda tanya Susan mengucek matanya dan sempat menggeliat seksi di depanku.
“Hoam....”Susan menguap.
Raut wajahnya jelas dipenuhi tenda tanya melihatku dan juga istriku dalam satu ruangan dengannya. Namun, kemudian Susan memelukku erat dan mencium bibirku tepat di depan Istriku. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik telingaku dan menyeretku keluar dari ruang kerjaku. Rupanya istriku benar-benar marah.
“Sakit Ma....”aku mengaduh kesakitan, namun Revita istriku terus saja menarik daun telinga kananku dan membawaku masuk ke kamar kami.
“Papa! Duduk!”perintah Istriku seraya kemudian melepas tangannya dari daun telingaku.
“Apa-apaan kelakuan Papa tadi? Papa jelasin sekarang!” istriku marah-marah sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Aku shock hingga terduduk di tepian ranjang.
“Bukankah Susan sepupu Papa!”Istriku menambahkan.
“Kenapa Pa, kenapa?!”Istriku kemudian melipat tangannya memalingkan mukanya seolah tidak mau melihatku lagi.
Aku kebingungan bagaimana aku harus menjelaskan kejadian tadi. Sudah jelas aku tertangkap basah sedang memainkan penisku di belahan vagina Susan. Apalagi
ditambah dengan Susan yang tiba-tiba memagut bibirku. Aku bingung. Aku hanya bisa duduk terdiam menyesali kecerobohanku.
“Pa, kok diem! Mana penjelasan Papa!”Istriku menagih penjelasan.
Sekilas ku tatap wajah Istriku, kemudian aku berdiri memandang Istriku kemudian memeluk erat Revita.
“Maafin Papa Mah.”
Istriku mencoba melepaskan diri dari pelukanku.
“Pa, lepasin Mama. Mama mau denger dulu penjelasan Papa!”kata Istriku.
Aku masih belum mau melepas pelukanku sekalipun Revita mencoba berkali-kali mendorong tubuhku.
“Tapi Mama janji dulu ya gak bakal ninggalin Papa.”kataku.
“Papa......”mendadak suara Istriku menjadi lembut seperti biasa.
“Sudah berapa lama kita bersama? Apa pernah Mama menyalahkan Papa? Apa pernah Mama marah? Apa pernah Mama berpikir ninggalin Papa?”kata Istriku balik
bertanya padaku.
Aku terkejut mendengar itu. Ku pikir Revita bakal membentak-bentak, marah dan kemudian minta cerai.
“Pah...Mama sebenarnya gak papa kalau memang Papa merasa belum cukup dengan pelayanan Mama, Mama sadar Pa, Mama gak pernah cukup mampu untuk muasin Papa.”tambah Revita.
Aku justru semakin mempererat pelukanku.
“Pah, sakit! Peluknya kenceng amat!”Istriku mengeluh sakit karena pelukanku.
Pelan-pelan ku longgarkan pelukanku dan kemudian ku lepas tubuh Istriku, namun tangannya tetap aku pegangi. Aku masih takut Revita bakal kabur.
“Jadi, Mama gak marah?”tanyaku agak ragu.
“Ya gak lah Pa. Cuma Mama mau tahu kenapa Susan juga Pa? Diakan sepupu Papa!”kata Revita Istriku.
“Gimana jelasinnya ya Ma...”aku kebingungan sambil menggaruk-garuk kepala.
“Jelasin ke Mama sekarang atau pulangkan saja Mama ke orang tua Mama!”Kata Istriku dengan nada marah.
“Jangan dong Ma, oke Papa jelasin!”
“Mmmmmm.....”aku masih bingung bagaimana menjelaskan.
“Gimana? Ya sudah Mama pulang ke rumah Mama di Bandung!”sambil mencoba melepas tangannya dariku.
“Jangan pergi, Papa jelasin sekarang. Jadi, sebenarnya Papa sama Susan udah gituan Ma.”
“Apa?!”Istriku kaget.
“Belum selesai Ma.”kataku.
“Jadi Papa dan Susan uda pernah petting. Waktu itu, Susan masih umur 12 tahun Ma. Waktu kuliahkan Papa pernah cerita ke Mama kalau Papa tinggal di rumah
Pak Dhe Jarwo di bandung.”
“Terus?”Istriku penasaran.
“Ya kan Papa disana selama 3,5 tahun. Selama disana Papa sering telanjang-telanjangan sama Susan.” Ceritaku berputar-putar karena aku memang bingung harus
cerita bagaimana.
“Oh jadi gitu Pa, kelakuan Papa selama ini? Pas waktu kita pacaran juga berarti?”tanya Istriku.
“I..i...iya Ma.”kataku.
“Lalu kan Pak Dhe Jarwo pindah Ma, sampai akhirnya Papa ketemu dua bulan lalu.”tambahku.
Istriku, sendiri kemudian malah tersenyum. Sungguh aneh, baru kali ini aku tahu ada seorang Istri yang menangkap basah suaminya kemudian mendapati suaminya
bermain dengan wanita lain, tapi tidak marah. Malah justru tersenyum. Ada apa dengannya, pikirku.
“Sudah Papa perawani juga Susan?”tanya Istriku.
“Ya belumlah Ma, Papa gak tega waktu itukan dia masih kecil.”
“Oh masih kecil. Kalau sekarang apa Papa masih mau merawani dia?”tanya Istriku.
“Gak, gak, gaklah Ma, diakan sepupu Papa.”jawabku sekenanya. Padahal sebenarnya aku memang ada niat kesana karena memang sekarang Susan benar-benar sudah
cantik, seksi dan menggiurkan, apalagi waktu dia tidur tadi pahanya benar-benar mulus, dadanya besar pas dengan postur tubuh Susan. Jadi keingetin waktu
dia masih umur 13 tahun, vaginanya masih gundul. Sekarang, aku yakin banyak laki-laki yang ingin menjamah tubuh Susan.
“Hayo, Papa bayangin apa? Susan? Atau..................”suara Istriku dipotong dengan sengaja membuat aku penasaran.
“Atau Papa mikirin Marni?”sambung Istriku Tidak habis pikir darimana Revita tahu.
Aku menelan ludah. Rupa-rupanya Istriku sudah tahu semua kelakuan nakalku. Harus bagaimana sudah kepalang basah.
“Gaklah Ma, papa lagi mikirin Mama kok. Istriku yang cantik dan seksi.”aku coba merayu.
“Halah, dasar laki-laki gombal. Mama sudah lihat sendiri kelakuaan mesum Papa. Mama baru tahu sekarang ternyata suamiku benar-benar nakal.”kata Istriku.
“Jadi Papa, apa Papa ada niat memerawani Marni dan Susan?”tanya Istriku.
“Niat sih ada Ma. Tapi, resikonya itu, bisa-bisa Papa diceraiin Mama. Papa gak mau.”kataku.
“Baiklah Papa, kali ini Papa Mama maafin tapi ada syaratnya.”kata Istriku.
“Kok pake syarat segala sih Ma.”protesku.
“Mau gak?”tanya Istriku.
“Ya sudah Papa mau.”kataku pasrah.
“Pertama, Papa harus nuruti semua kata Mama, gimana Pa?”ujar Revita, Istriku.
“Iya.”jawabku.
“Kedua, Papa harus bilang Mama kalau ada wanita selain Marni dan Susan.”
“Iya Ma.”jawabku sedikit lega. Artinya ada sinyal hijau.
“Yang ketiga, malam ini sampai besok pagi, Papa gak boleh keluar dari kamar.”
“Lho lho masa Papa disuruh di dalam kamar sih Ma?”
“Protes?”sambil menatap tajam ke arahku.
“Iya iya iya.”jawabku pura-pura ketakutan.
“Sekarang lepasin tangan Mama.”kata Istriku.
Kemudian tidak lama berselang istriku meninggalkanku di dalam kamar.
“Dah Papa......”Istriku melambaikan tangan di depan pintu.
“Cekrek..”rupanya pintu kamar dikunci dari luar. Aduh, aku terjebak dalam kamar. Tidak bisa kemana-mana lagi selain melihat tv di dalam kamar. Oh iya HP.
Aku baru kepikiran dengan handphoneku. Ku raba-raba saku celanaku namun hasilnya nihil. Aku kemudian teringat kalau handphonek ketinggalan di ruang kerja.
Aku teringat dengan hasil spy cam waktu aku main dengan Marni tempo hari. Pikiranku galau, takut kalau Revita, membuka handphoneku dan melihat video itu. Tapi, aku justru lebih takut kalau Susan yang membukanya.
Akhirnya aku rebahkan saja tubuhku di ranjang sambil menonton tanyangan TV Syfy. Sedikit aku bisa melupakan kejadian barusan. Namun, sial ternyata dalam adegan film ada adegan kissing yang cukup panas. Dasar laki-laki dimanapun sama. Otakku jadi ngeres, aku kepikiran lagi beberapa tahun silam ketika aku masih nebeng di rumah Pak Dhe Jarwo.
Beberapa tahun lalu, ketika Susan masih berumur 13. Waktu itu, Susan mendapat PR IPA dari gurunya untuk mempejari masalah reproduksi hewan.
“Bang Jay, bantuin Susan dong.”Susan memang memanggilku Jay.
“Bantuin apaan sih San?”tanyaku, aku sendiri sedang telungkap dalam kamar membaca majalah bisnis hanya berbalut celana kolor,dan kaos oblong tanpa pakaian
dalam.
Aku sendiri sempat melihat Susan yang hanya berbalut rok warna biru dengan tanktop. Baru pulang sekolah pikirku.
“Ini Susan ada PR IPA tentang reproduksi. Tapi Susan gak ngerti nih.”kata Susan polos.
“Ya sudah sini.”Akhirnya Susan ikut tengkurap disampingku.
“Nih, tadi Susan sempet pinjem buku ke temen Susan.”kata Susan sambil menunjukkan sebuah buku bersampul lambang pria dan wanita di depannya.
“Buku apaan tuh San?”tanyaku. Langsung ku rebut buku itu dari tangan Susan kemudian ku buka isinya. Astaga ini bukan buku pelajaran SMP tapi buku porno, isinya benar-benar vulgar. Berbagai posisi seks dan juga foto-foto alat kelamin pria dan wanita bertebaran di dalam buku itu.
“Ini namanya penis yang Bang?”tanya Susan sambil menunjuk gambar penis di buku.
Aku kaget ketika Susan mengatakan hal tersebut segera aku tutup buku itu.
“Jangan, buku ini bukan buat kamu yang belum cukup umur!”aku melarang Susan membuka buku itu.
“Susan udah lihat semua kok.”kata Susan polos.
“Biasa aja. Kayak Ayah sama Mama waktu malem-malem kemarin.”cerita Susan.
Ini bocah ternyata. Susan kembali merebut buku itu kemudian dia buka buku itu.
“Ini kata Ani, namanya ngentot. Bener gaksih Bang?”tanya Susan.
“Waduh, darimana kamu tahu kata macam gitu.?”tanyaku.
“Dari Ani Bang, Ani malah cerita kalau dia pernah di entot sama papanya lho.”ucap Susan.”
“Seriusan San?”tanyaku.
“Serius sumpeh”kata Susan sambil masih membuka buku itu, yang belakangan aku tahu kalau itu adalah buku Kamasutra.
Aku pun hanya terdiam membayangkan sosok gadis remaja umur 13 tahunan dientot oleh orang berusia setengah abad. Penisku mengeras dibawah sana. Apalagi kini
di sampingku ada sosok bidadari kecil yang cantik, Susan sepupuku.
“Bang Jay, Susan boleh lihat punya abang?”
Aku sempat kaget mendengarnya tapi juga kegirangan.
“Boleh sih tapi lihat aja yah.”aku kemudian berbalik badan telentang di ranjang kemudian ku plorotkan celanaku hingga selutut.
“Bang, ini to yang namanya burung.”Susan memperhatikan Penisku dengan seksama.
“Kok gede sih?”tanya Susan sambil kemudian memegang-megang penisku yang sudah ereksi seratus persen.
“Iya dong, apalagi dipegangin sama gadis secantik Susan.”aku merayu Susan.
“Ah Abang bohong, Susan kan masih anak-anak. Tetek Susan aja belum ada.”Susan nampak malu.
Aku malah merasa keenakan mendapat rabaan dari gadis kecil seperti Susan. Aku sendiri terus terang waktu itu, aku pacaran dengan Revita pun hanya sebatas
cium pipi. Namun, kini gadis kecil itu malah memegang-megang batang penisku.
Malah kemudian tanganku membimbing tangan Susan mengerakkan tangannya naik turun di batang penisku. Rasanya sungguh nikmat dan enak sekali. Baru kali ini aku merasakan sensasi kocokan tangan seorang gadis.
“Lho abang kok merem melek gitu? Geli yah Bang?”Susan bertanya dengan wajah polosnya.
“Iya San, habisnya enak.”kataku.
“Masa sih.”Susan kemudian malah semakin cepat mengocok penisku dengan tangan mungilnya yang tidak mampu menggenggam penuh batang penisku. Aku semakin
kegelian dan keenakan.
“Udah San, udah Abang gak tahan geli.”aku mencoba melepaskan tangan Susan dari batang penisku dan tanpa ku pikir lagi.
“San, emut dong burung Abang, kayak kamu ngemut es krim”permintaan yang aneh sebenarnya untuk gadis seusia Susan.
Alangkah senangnya aku ketika Susan mencoba memasukkan kepala penisku ke dalam bibir mungilnya.
“Bang Hak Hisa Massu....kehedean.”Susan ngomong tidak jelas karena bibirnya sudah melahap kepala penisku. Jelas saja gak bakal muat Penisku terlalu besar
untuknya.
Enak juga bibir Susan, sensasinya benar-benar membuatku melayang keenakan. Cukup lama Susan mengoral penisku bahkan tanpa ku tahu Susan sangat lihat
mengoral penisku. Entah dia belajar darimana.
“San kok kamu...ah...enaknya.”Aku semakin keenakan ketika Susan menjilati kedua biji pelerku.
Susan kemudian duduk disampingku yang masih telentang dengan celana terbuka. Penisku nampak mengkilap.
“Susankan pernah bilang lihat Ayah sama Mama. Mama jilati burung Ayah sampai Ayah merem melek gitu Bang”kata Susan polos.
Pikiranku sudah gelap, aku sudah dilanda birahi tanpa banyak kata ku terkam tubuh mungil itu.
“Ah...abang geli....”Susan menggeliat ketika lehernya aku ciumi dan aku jilati. Sedangkan tanganku sibuk mengelus-elus sekujur tubuhnya.
Sambil melepas celana yang masih nyangkut dilututku aku telanjangi Susan hingga benar-benar telanjang bulat. Kini di ranjang itu, nampak sosok gadis kecil dan seorang laki-laki dewasa dalam kondisi telanjang. Bedanya aku masih mengenakan kaos oblong. Aku perhatikan Susan yang kini telentang dibawahku, ku pandangi sejenak dan kemudian ku lepas kaosku. Susan nampak bingung dan malu, wajahnya merona. Entah malu atau bernafsu yang jelas penisku sudah mengangguk-angguk mencari pasangan.
Tanpa menunggu lama segera ku sosor bibir mungil Susan. Meskipun aku juga termasuk perjaka, dan minim pengalaman setidaknya pengalaman melihat film porno ku praktekan disini. Susan masih sangat pasif bahkan ketika kumainkan lidahku di dalam mulutnya Susan masih tidak bereaksi. Kaget mungkin, ku lepas pagutanku dan sejenak ku tatap wajahnya sambil membelai-belai rambutnya. Aku setengah merangkat di atas tubuh mungil Susan. Pelan-pelan kini bibirku beralih ke leher Susan. Susan menggeliat-liat kegelian.
“Bang...geli....”
Aku meneruskan permainan lidahku. Aku tidak bodoh dengan meninggalkan cupangan di leher Susan. Untung saja hari ini rumah sepi, hanya ada aku dan Susan
saja.
Ciumanku kemudian ku alihkan ke dadanya yang baru mulai tumbuh. Puting susu Susan masih sangat imut, berwarna merah kecoklatan. Aku hisap puting susu itu bergantian. Reaksi tubuh Susan benar-benar luar biasa.
“Aduh Bang, geli.....enak....”
Aku lihat tubuh Susan tidak saja menggeliat-liat. Tangan Susan meremas rambut kepalaku, bahkan sesekali menjambak rambutku. Sakit memang tapi aku benar-benar menikmatinya. Sesaat ku alihkan lidahku ke bagian dalam paha Susan, kiri dan kanan bergantian. Susan semakin merintih tidak karuan karena kegelian. Ciumanku akhirnya ku arahkan ke vagina mungil Susan yang mash gundul dan polos itu. Ku buka lebar kedua paha Susan hingga vagina Susan yang tadinya nampak hanya sebuah garis kini terlihat ada lubang mungil di dalamnya.
“Ah....abang geli....Sss.....enak...bang....”Susan merintih semakin keras ketika lidahku menjilati permukaan vaginanya.
Susan benar-benar telah terhanyut dalam nafsu birahi mendadak kepalaku dibenamkan ke dalam vaginanya hingga aku kesulitan bernafas dan Susan mendesah tubuhnya pun menegang.
“Ahhhhh........................”
Tiba-tiba ku rasakan cairan asin-asin gurih di lidahku, cairan itu semakin membanjir mau tidak mau ku hisap sekalian cairan itu. Beransgur-angsur tubuh mungil Susan melemah dan tangan Susan juga sudah lepas dari kepalaku. Ku tatap wajah Susan nampak lelah namun cukup puas sangat kelihatan sekali di matanya.
Penisku sendiri masih sangat tegang dan keras. Aku berpikir sejenak apakah harus ku renggut keperawanan Susan. Aku menimbang-nimbang sendiri dalam hati, di satu sisi aku memang ingin sekali merasakan vagina seorang wanita. Apalagi selama ini Revita hanya mengijinkanku untuk menciumnya saja. Tapi, Susan masih kecil, apa muat vaginanya, pikirku.
Aku mendapat ide lain. Ku buka lebar lagi kedua paha Susan. Kemudian ku arahkan kepala penisku tepat ke vagina Susan dan pelan-pelan ku bimbing kepala penisku di belahan bibir vagina Susan.
“Agh...Abang sakit.”Susan mengaduh ketika ku tekan penisku di depan liang vaginanya. Beberapa kali ku coba, namun Susan mengaduh kesakitan. Aku bisa memakluminya karena memang penisku cukup besar.
Akhirnya, yang dapat ku lakukan hanyalah menggesek-gesekkan saja kepala penisku di belahan bibir vagina Susan. Ku pikir rasanya akan berbeda. Namun, ternyata rasanya cukup nikmat juga. Beberapa lama masih kegesek-gesekkan penisku di vagina Susan. Susan pun kini sudah dapat menikmatinya juga.
“Asss...sh....ssss.....enak bang.....”desah Susan.
Mendengar Susan mendesah aku coba lagi menekan penisku ke dalam liang senggamanya, kali ini Susan masih diam, bahkan menikmati benda asing di dalam
vaginanya. Walaupun baru kepalanya saja yang masuk penisku seakan-akan diurut oleh dinding ketat vagina Susan. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Ku dorong maju mundur penisku di dalam vagina Susan, rasanya sangat enak sungguh nikmat. Kepala penisku ku dorong semakin dalam, namun tangan Susan mendorong pinggulku.
“Abang jangan dalam-dalam Susan sakit.”cegah Susan. Ku rasakan penghalang di dalam lubang vagina Susan.
“Ya sudah kalo gitu segini aja yah.”Aku sebenarnya tidak tahan tapi aku tidak mungkin menyakiti sepupuku ini. Akhirnya, seks pertamaku dengan Susan ku
lakukan dengan hanya menggesek-gesekkan kepala penisku di liang senggamanya.
“Yah...gitu Bang...enak Susan enak......”
Tidak berapa lama aku pun merasakan ada cairan yang akan keluar dari penisku. Segera ku pegangi penisku dan ku kangkangi Susan.
“Crot...crot...crot.....”spermaku tumpah menyemprot muka dan dada Susan sebagian mengenai rambut sebahu Susan.
“Ah...abang apaan nih......bau....”Susan mencium aroma sperma di wajahnya.
Aku lemas, dan kemudian berbaring di sampingnya.
“Itu....namanya sperma Sayang.”aku menjelaskan.
“Kalo masuk ke dalam sini, kamu bisa hamil.”terangku sambil memegang vaginanya.
“Masa sih bang, Susan bisa hamil dong?”tanya Susan.
“Ya gak lah kan tadi gak masuk.”jelasku.
Kami pun akhirnya tertidur pulas dalam keadaan bugil hingga malam tiba. Untungnya kami terbangun tepat sebelum orang rumah lainnya pulang. Aku dan Susan semenjak kejadian itu, seringkali melakukannya. Hingga akhirnya aku pun lulus kuliah dan diterima kerja di Jakarta. Setelah itu, kami jarang ketemu,
apalagi kemudian Pak Dhe Jarwo pindah rumah. Sudah hampir 10 tahun aku tidak ketemu.
Kenanganku dengan Susan, tiba-tiba buyar ketika pintu kamar itu terbuka.
“Cekretk...”
“Papa....”ternyata Istriku Revita datang. Anehnya, Revita sudah mengganti bajunya dengan t-shirt bertuliskan touch me, nampak puting susunya tercetak di
t-shirt itu, pasti dia tidak memakai BH. Payudaranya nampak bergoyang-goyang ketika Istriku menghampiriku. Tidak habis pikir bukannya t-shirt itu, aku yang
beli buat Marni. Sudahlah namanya juga keluarga bertukar baju hal wajar pikirku.
“Nih, Papa minum ini.”Revita menyodorkan sebotol minuman yang aku tak tahu apa sebenarnya.
“Apaan nih Ma?”tanyaku. Ku amati botol itu, tidak ada tulisan latin di situ, tapi sangat jelas aku kenal itu tulisan cina mandarin berwarna merah.
“Sudah minum aja, nanti Papa juga tahu.”kata Istriku.
“Papa kan laper nih Ma, masa yaiya malah disuruh minum mana cuma ada sandwich doang di kulkas.”aku menggerutu.
“Minum dulu aja. Entar mama kasih makan malam istimewa.”kata Istriku.
Aku tenggak habis minuman seukuran botol M150 itu. Rasanya manis agak pahit.
“Apaan sih ini Ma, rasanya aneh gini.”aku penasaran. Tubuhku menjadi panas dilanda birahi sesaat setelah ku tenggak minuman itu.
“Papa mandi sana udah malam.”kata Revita.
“Nanti Mama nyusul.”sambung Istriku sambil kemudian keluar kamar dan lagi-lagi pintu kamar di kunci. Aku pun penasaran juga dengan makan malam istimewa
yang dimaksud istriku.
Aku sempat menatap istriku dari belakang, bokong itu memang masih sama, masih terlihat menggoda di balut rok span warna abu-abu selutut. Ku biarkan Istriku berlalu, namun kini aku kelabakan sendiri penisku rupanya menggembung, semakin mengeras.
Entah apa yang ku pikirkan entah Marni, entah Susan, entah juga Revita. Apalagi ditambah bayangan tentang Susan, Enaknya vaginanya Marni dan Payudara istriku yang menggodaku. Segera aku menuju ke dalam kamar mandi di dalam kamar untuk meredam birahiku yang tiba-tiba meledak-ledak. Ku lepas semua bajuku dan sesaat kemudian aku sudah bertelanjang. Aku melepas penat dan beban pikiranku dengan menceburkan diriku ke dalam bathup. Penisku benar-benar telah menegang sempurna hingga muncul ke permukaan air bath up. Ku pegang dan ku elus-elus penisku sendiri. Tiba-tiba ada yang menutup mataku dari belakang dan ku rasakan gundukan yang sangat familiar menempel di kepalaku begitu kenyal dan empuk tidak salah lagi. Sepasang Payudara. Tapi, aku yakin sekali ini bukan payudara Istriku, aku hanya berspekulasi. Aku tahu persis payudara Istriku ukuran dan juga bentuknya.
“Papa kok main sendiri?”suara Istriku terdengar di telingaku.
“Mama.....ah Mama kok genit sih.....”kataku. Aku mencoba menebak.
Ku coba melepas tangan itu, namun ku dengar Istriku berkata.
“Eit..tunggu dulu.”suara Istriku.
Kemudian ku rasakan ada yang menjamah penisku. Ku pikir-pikir lagi bagaimana bisa mataku di tutup dengan dua tangan. Kalau yang menutup mataku adalah
istriku lalu siapa yang memegang penisku? Aku berspekulasi......
“Ini makan malam istimewa buat Papa.....”
POV: WIJAYA (PAPA)
Ku tatap seorang gadis cantik sedang terbaring telentang dengan rok yang tersingkap hingga ke perut dan mengenakan sebuah dres yang serasi dengan warna rok yang dipakai. Ku kenali wajah gadis itu, Susan sepupuku, anak gadis Pak Dhe Jarwo.
Sudah sangat berbeda dengan terakhir kali aku bertemu dengannya. Kini dia telah tumbuh menjadi gadis cantik yang sangat seksi. Kedua paha Susan benar-benar mulus, ditambah dengan buah dada Susan yang nampak bergerak naik turun mengikuti setiap hembusan nafasnya. Aku masih laki-laki sama seperti yang lain.
Mumpung ada kesempatan, segera ku keluarkan penisku yang telah tegang terangsang melihat kemolekan tubuh Susan. Dengan hati-hati ku sibakkan celana dalam warna hitam Susan dan pelan-pelan ku gesek-gesekkan penisku ke vagina Susan. Namun, belum sempat ku nikmati momen itu.Tiba-tiba.....
“Heh Pa, ngapain?”.
Jantungku seakan copot mendengar suara Istriku dari belakang. Aku tidak tahu harus berkata apa. Kepalang tanggung dan ketahuan. Penisku yang tadinya menegang keras dan sempat ku gesekkan ke bibir vagina Susan sepupuku mendadak lemas. Segera ku masukkan penisku ke dalam celanaku dan ku tutup selangkangan Susan dengan roknya. Dengan kebingungan aku menjawab pertanyaan istriku.
“Eng...enggak Ma. Papa sedang....”jawabku gagu.
Susan pun rupanya terbangun mendengar suara berisik atau mungkin karena sudah lama dia tidur. Dengan penuh tanda tanya Susan mengucek matanya dan sempat menggeliat seksi di depanku.
“Hoam....”Susan menguap.
Raut wajahnya jelas dipenuhi tenda tanya melihatku dan juga istriku dalam satu ruangan dengannya. Namun, kemudian Susan memelukku erat dan mencium bibirku tepat di depan Istriku. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik telingaku dan menyeretku keluar dari ruang kerjaku. Rupanya istriku benar-benar marah.
“Sakit Ma....”aku mengaduh kesakitan, namun Revita istriku terus saja menarik daun telinga kananku dan membawaku masuk ke kamar kami.
“Papa! Duduk!”perintah Istriku seraya kemudian melepas tangannya dari daun telingaku.
“Apa-apaan kelakuan Papa tadi? Papa jelasin sekarang!” istriku marah-marah sambil menunjuk-nunjuk ke arahku. Aku shock hingga terduduk di tepian ranjang.
“Bukankah Susan sepupu Papa!”Istriku menambahkan.
“Kenapa Pa, kenapa?!”Istriku kemudian melipat tangannya memalingkan mukanya seolah tidak mau melihatku lagi.
Aku kebingungan bagaimana aku harus menjelaskan kejadian tadi. Sudah jelas aku tertangkap basah sedang memainkan penisku di belahan vagina Susan. Apalagi
ditambah dengan Susan yang tiba-tiba memagut bibirku. Aku bingung. Aku hanya bisa duduk terdiam menyesali kecerobohanku.
“Pa, kok diem! Mana penjelasan Papa!”Istriku menagih penjelasan.
Sekilas ku tatap wajah Istriku, kemudian aku berdiri memandang Istriku kemudian memeluk erat Revita.
“Maafin Papa Mah.”
Istriku mencoba melepaskan diri dari pelukanku.
“Pa, lepasin Mama. Mama mau denger dulu penjelasan Papa!”kata Istriku.
Aku masih belum mau melepas pelukanku sekalipun Revita mencoba berkali-kali mendorong tubuhku.
“Tapi Mama janji dulu ya gak bakal ninggalin Papa.”kataku.
“Papa......”mendadak suara Istriku menjadi lembut seperti biasa.
“Sudah berapa lama kita bersama? Apa pernah Mama menyalahkan Papa? Apa pernah Mama marah? Apa pernah Mama berpikir ninggalin Papa?”kata Istriku balik
bertanya padaku.
Aku terkejut mendengar itu. Ku pikir Revita bakal membentak-bentak, marah dan kemudian minta cerai.
“Pah...Mama sebenarnya gak papa kalau memang Papa merasa belum cukup dengan pelayanan Mama, Mama sadar Pa, Mama gak pernah cukup mampu untuk muasin Papa.”tambah Revita.
Aku justru semakin mempererat pelukanku.
“Pah, sakit! Peluknya kenceng amat!”Istriku mengeluh sakit karena pelukanku.
Pelan-pelan ku longgarkan pelukanku dan kemudian ku lepas tubuh Istriku, namun tangannya tetap aku pegangi. Aku masih takut Revita bakal kabur.
“Jadi, Mama gak marah?”tanyaku agak ragu.
“Ya gak lah Pa. Cuma Mama mau tahu kenapa Susan juga Pa? Diakan sepupu Papa!”kata Revita Istriku.
“Gimana jelasinnya ya Ma...”aku kebingungan sambil menggaruk-garuk kepala.
“Jelasin ke Mama sekarang atau pulangkan saja Mama ke orang tua Mama!”Kata Istriku dengan nada marah.
“Jangan dong Ma, oke Papa jelasin!”
“Mmmmmm.....”aku masih bingung bagaimana menjelaskan.
“Gimana? Ya sudah Mama pulang ke rumah Mama di Bandung!”sambil mencoba melepas tangannya dariku.
“Jangan pergi, Papa jelasin sekarang. Jadi, sebenarnya Papa sama Susan udah gituan Ma.”
“Apa?!”Istriku kaget.
“Belum selesai Ma.”kataku.
“Jadi Papa dan Susan uda pernah petting. Waktu itu, Susan masih umur 12 tahun Ma. Waktu kuliahkan Papa pernah cerita ke Mama kalau Papa tinggal di rumah
Pak Dhe Jarwo di bandung.”
“Terus?”Istriku penasaran.
“Ya kan Papa disana selama 3,5 tahun. Selama disana Papa sering telanjang-telanjangan sama Susan.” Ceritaku berputar-putar karena aku memang bingung harus
cerita bagaimana.
“Oh jadi gitu Pa, kelakuan Papa selama ini? Pas waktu kita pacaran juga berarti?”tanya Istriku.
“I..i...iya Ma.”kataku.
“Lalu kan Pak Dhe Jarwo pindah Ma, sampai akhirnya Papa ketemu dua bulan lalu.”tambahku.
Istriku, sendiri kemudian malah tersenyum. Sungguh aneh, baru kali ini aku tahu ada seorang Istri yang menangkap basah suaminya kemudian mendapati suaminya
bermain dengan wanita lain, tapi tidak marah. Malah justru tersenyum. Ada apa dengannya, pikirku.
“Sudah Papa perawani juga Susan?”tanya Istriku.
“Ya belumlah Ma, Papa gak tega waktu itukan dia masih kecil.”
“Oh masih kecil. Kalau sekarang apa Papa masih mau merawani dia?”tanya Istriku.
“Gak, gak, gaklah Ma, diakan sepupu Papa.”jawabku sekenanya. Padahal sebenarnya aku memang ada niat kesana karena memang sekarang Susan benar-benar sudah
cantik, seksi dan menggiurkan, apalagi waktu dia tidur tadi pahanya benar-benar mulus, dadanya besar pas dengan postur tubuh Susan. Jadi keingetin waktu
dia masih umur 13 tahun, vaginanya masih gundul. Sekarang, aku yakin banyak laki-laki yang ingin menjamah tubuh Susan.
“Hayo, Papa bayangin apa? Susan? Atau..................”suara Istriku dipotong dengan sengaja membuat aku penasaran.
“Atau Papa mikirin Marni?”sambung Istriku Tidak habis pikir darimana Revita tahu.
Aku menelan ludah. Rupa-rupanya Istriku sudah tahu semua kelakuan nakalku. Harus bagaimana sudah kepalang basah.
“Gaklah Ma, papa lagi mikirin Mama kok. Istriku yang cantik dan seksi.”aku coba merayu.
“Halah, dasar laki-laki gombal. Mama sudah lihat sendiri kelakuaan mesum Papa. Mama baru tahu sekarang ternyata suamiku benar-benar nakal.”kata Istriku.
“Jadi Papa, apa Papa ada niat memerawani Marni dan Susan?”tanya Istriku.
“Niat sih ada Ma. Tapi, resikonya itu, bisa-bisa Papa diceraiin Mama. Papa gak mau.”kataku.
“Baiklah Papa, kali ini Papa Mama maafin tapi ada syaratnya.”kata Istriku.
“Kok pake syarat segala sih Ma.”protesku.
“Mau gak?”tanya Istriku.
“Ya sudah Papa mau.”kataku pasrah.
“Pertama, Papa harus nuruti semua kata Mama, gimana Pa?”ujar Revita, Istriku.
“Iya.”jawabku.
“Kedua, Papa harus bilang Mama kalau ada wanita selain Marni dan Susan.”
“Iya Ma.”jawabku sedikit lega. Artinya ada sinyal hijau.
“Yang ketiga, malam ini sampai besok pagi, Papa gak boleh keluar dari kamar.”
“Lho lho masa Papa disuruh di dalam kamar sih Ma?”
“Protes?”sambil menatap tajam ke arahku.
“Iya iya iya.”jawabku pura-pura ketakutan.
“Sekarang lepasin tangan Mama.”kata Istriku.
Kemudian tidak lama berselang istriku meninggalkanku di dalam kamar.
“Dah Papa......”Istriku melambaikan tangan di depan pintu.
“Cekrek..”rupanya pintu kamar dikunci dari luar. Aduh, aku terjebak dalam kamar. Tidak bisa kemana-mana lagi selain melihat tv di dalam kamar. Oh iya HP.
Aku baru kepikiran dengan handphoneku. Ku raba-raba saku celanaku namun hasilnya nihil. Aku kemudian teringat kalau handphonek ketinggalan di ruang kerja.
Aku teringat dengan hasil spy cam waktu aku main dengan Marni tempo hari. Pikiranku galau, takut kalau Revita, membuka handphoneku dan melihat video itu. Tapi, aku justru lebih takut kalau Susan yang membukanya.
Akhirnya aku rebahkan saja tubuhku di ranjang sambil menonton tanyangan TV Syfy. Sedikit aku bisa melupakan kejadian barusan. Namun, sial ternyata dalam adegan film ada adegan kissing yang cukup panas. Dasar laki-laki dimanapun sama. Otakku jadi ngeres, aku kepikiran lagi beberapa tahun silam ketika aku masih nebeng di rumah Pak Dhe Jarwo.
Beberapa tahun lalu, ketika Susan masih berumur 13. Waktu itu, Susan mendapat PR IPA dari gurunya untuk mempejari masalah reproduksi hewan.
“Bang Jay, bantuin Susan dong.”Susan memang memanggilku Jay.
“Bantuin apaan sih San?”tanyaku, aku sendiri sedang telungkap dalam kamar membaca majalah bisnis hanya berbalut celana kolor,dan kaos oblong tanpa pakaian
dalam.
Aku sendiri sempat melihat Susan yang hanya berbalut rok warna biru dengan tanktop. Baru pulang sekolah pikirku.
“Ini Susan ada PR IPA tentang reproduksi. Tapi Susan gak ngerti nih.”kata Susan polos.
“Ya sudah sini.”Akhirnya Susan ikut tengkurap disampingku.
“Nih, tadi Susan sempet pinjem buku ke temen Susan.”kata Susan sambil menunjukkan sebuah buku bersampul lambang pria dan wanita di depannya.
“Buku apaan tuh San?”tanyaku. Langsung ku rebut buku itu dari tangan Susan kemudian ku buka isinya. Astaga ini bukan buku pelajaran SMP tapi buku porno, isinya benar-benar vulgar. Berbagai posisi seks dan juga foto-foto alat kelamin pria dan wanita bertebaran di dalam buku itu.
“Ini namanya penis yang Bang?”tanya Susan sambil menunjuk gambar penis di buku.
Aku kaget ketika Susan mengatakan hal tersebut segera aku tutup buku itu.
“Jangan, buku ini bukan buat kamu yang belum cukup umur!”aku melarang Susan membuka buku itu.
“Susan udah lihat semua kok.”kata Susan polos.
“Biasa aja. Kayak Ayah sama Mama waktu malem-malem kemarin.”cerita Susan.
Ini bocah ternyata. Susan kembali merebut buku itu kemudian dia buka buku itu.
“Ini kata Ani, namanya ngentot. Bener gaksih Bang?”tanya Susan.
“Waduh, darimana kamu tahu kata macam gitu.?”tanyaku.
“Dari Ani Bang, Ani malah cerita kalau dia pernah di entot sama papanya lho.”ucap Susan.”
“Seriusan San?”tanyaku.
“Serius sumpeh”kata Susan sambil masih membuka buku itu, yang belakangan aku tahu kalau itu adalah buku Kamasutra.
Aku pun hanya terdiam membayangkan sosok gadis remaja umur 13 tahunan dientot oleh orang berusia setengah abad. Penisku mengeras dibawah sana. Apalagi kini
di sampingku ada sosok bidadari kecil yang cantik, Susan sepupuku.
“Bang Jay, Susan boleh lihat punya abang?”
Aku sempat kaget mendengarnya tapi juga kegirangan.
“Boleh sih tapi lihat aja yah.”aku kemudian berbalik badan telentang di ranjang kemudian ku plorotkan celanaku hingga selutut.
“Bang, ini to yang namanya burung.”Susan memperhatikan Penisku dengan seksama.
“Kok gede sih?”tanya Susan sambil kemudian memegang-megang penisku yang sudah ereksi seratus persen.
“Iya dong, apalagi dipegangin sama gadis secantik Susan.”aku merayu Susan.
“Ah Abang bohong, Susan kan masih anak-anak. Tetek Susan aja belum ada.”Susan nampak malu.
Aku malah merasa keenakan mendapat rabaan dari gadis kecil seperti Susan. Aku sendiri terus terang waktu itu, aku pacaran dengan Revita pun hanya sebatas
cium pipi. Namun, kini gadis kecil itu malah memegang-megang batang penisku.
Malah kemudian tanganku membimbing tangan Susan mengerakkan tangannya naik turun di batang penisku. Rasanya sungguh nikmat dan enak sekali. Baru kali ini aku merasakan sensasi kocokan tangan seorang gadis.
“Lho abang kok merem melek gitu? Geli yah Bang?”Susan bertanya dengan wajah polosnya.
“Iya San, habisnya enak.”kataku.
“Masa sih.”Susan kemudian malah semakin cepat mengocok penisku dengan tangan mungilnya yang tidak mampu menggenggam penuh batang penisku. Aku semakin
kegelian dan keenakan.
“Udah San, udah Abang gak tahan geli.”aku mencoba melepaskan tangan Susan dari batang penisku dan tanpa ku pikir lagi.
“San, emut dong burung Abang, kayak kamu ngemut es krim”permintaan yang aneh sebenarnya untuk gadis seusia Susan.
Alangkah senangnya aku ketika Susan mencoba memasukkan kepala penisku ke dalam bibir mungilnya.
“Bang Hak Hisa Massu....kehedean.”Susan ngomong tidak jelas karena bibirnya sudah melahap kepala penisku. Jelas saja gak bakal muat Penisku terlalu besar
untuknya.
Enak juga bibir Susan, sensasinya benar-benar membuatku melayang keenakan. Cukup lama Susan mengoral penisku bahkan tanpa ku tahu Susan sangat lihat
mengoral penisku. Entah dia belajar darimana.
“San kok kamu...ah...enaknya.”Aku semakin keenakan ketika Susan menjilati kedua biji pelerku.
Susan kemudian duduk disampingku yang masih telentang dengan celana terbuka. Penisku nampak mengkilap.
“Susankan pernah bilang lihat Ayah sama Mama. Mama jilati burung Ayah sampai Ayah merem melek gitu Bang”kata Susan polos.
Pikiranku sudah gelap, aku sudah dilanda birahi tanpa banyak kata ku terkam tubuh mungil itu.
“Ah...abang geli....”Susan menggeliat ketika lehernya aku ciumi dan aku jilati. Sedangkan tanganku sibuk mengelus-elus sekujur tubuhnya.
Sambil melepas celana yang masih nyangkut dilututku aku telanjangi Susan hingga benar-benar telanjang bulat. Kini di ranjang itu, nampak sosok gadis kecil dan seorang laki-laki dewasa dalam kondisi telanjang. Bedanya aku masih mengenakan kaos oblong. Aku perhatikan Susan yang kini telentang dibawahku, ku pandangi sejenak dan kemudian ku lepas kaosku. Susan nampak bingung dan malu, wajahnya merona. Entah malu atau bernafsu yang jelas penisku sudah mengangguk-angguk mencari pasangan.
Tanpa menunggu lama segera ku sosor bibir mungil Susan. Meskipun aku juga termasuk perjaka, dan minim pengalaman setidaknya pengalaman melihat film porno ku praktekan disini. Susan masih sangat pasif bahkan ketika kumainkan lidahku di dalam mulutnya Susan masih tidak bereaksi. Kaget mungkin, ku lepas pagutanku dan sejenak ku tatap wajahnya sambil membelai-belai rambutnya. Aku setengah merangkat di atas tubuh mungil Susan. Pelan-pelan kini bibirku beralih ke leher Susan. Susan menggeliat-liat kegelian.
“Bang...geli....”
Aku meneruskan permainan lidahku. Aku tidak bodoh dengan meninggalkan cupangan di leher Susan. Untung saja hari ini rumah sepi, hanya ada aku dan Susan
saja.
Ciumanku kemudian ku alihkan ke dadanya yang baru mulai tumbuh. Puting susu Susan masih sangat imut, berwarna merah kecoklatan. Aku hisap puting susu itu bergantian. Reaksi tubuh Susan benar-benar luar biasa.
“Aduh Bang, geli.....enak....”
Aku lihat tubuh Susan tidak saja menggeliat-liat. Tangan Susan meremas rambut kepalaku, bahkan sesekali menjambak rambutku. Sakit memang tapi aku benar-benar menikmatinya. Sesaat ku alihkan lidahku ke bagian dalam paha Susan, kiri dan kanan bergantian. Susan semakin merintih tidak karuan karena kegelian. Ciumanku akhirnya ku arahkan ke vagina mungil Susan yang mash gundul dan polos itu. Ku buka lebar kedua paha Susan hingga vagina Susan yang tadinya nampak hanya sebuah garis kini terlihat ada lubang mungil di dalamnya.
“Ah....abang geli....Sss.....enak...bang....”Susan merintih semakin keras ketika lidahku menjilati permukaan vaginanya.
Susan benar-benar telah terhanyut dalam nafsu birahi mendadak kepalaku dibenamkan ke dalam vaginanya hingga aku kesulitan bernafas dan Susan mendesah tubuhnya pun menegang.
“Ahhhhh........................”
Tiba-tiba ku rasakan cairan asin-asin gurih di lidahku, cairan itu semakin membanjir mau tidak mau ku hisap sekalian cairan itu. Beransgur-angsur tubuh mungil Susan melemah dan tangan Susan juga sudah lepas dari kepalaku. Ku tatap wajah Susan nampak lelah namun cukup puas sangat kelihatan sekali di matanya.
Penisku sendiri masih sangat tegang dan keras. Aku berpikir sejenak apakah harus ku renggut keperawanan Susan. Aku menimbang-nimbang sendiri dalam hati, di satu sisi aku memang ingin sekali merasakan vagina seorang wanita. Apalagi selama ini Revita hanya mengijinkanku untuk menciumnya saja. Tapi, Susan masih kecil, apa muat vaginanya, pikirku.
Aku mendapat ide lain. Ku buka lebar lagi kedua paha Susan. Kemudian ku arahkan kepala penisku tepat ke vagina Susan dan pelan-pelan ku bimbing kepala penisku di belahan bibir vagina Susan.
“Agh...Abang sakit.”Susan mengaduh ketika ku tekan penisku di depan liang vaginanya. Beberapa kali ku coba, namun Susan mengaduh kesakitan. Aku bisa memakluminya karena memang penisku cukup besar.
Akhirnya, yang dapat ku lakukan hanyalah menggesek-gesekkan saja kepala penisku di belahan bibir vagina Susan. Ku pikir rasanya akan berbeda. Namun, ternyata rasanya cukup nikmat juga. Beberapa lama masih kegesek-gesekkan penisku di vagina Susan. Susan pun kini sudah dapat menikmatinya juga.
“Asss...sh....ssss.....enak bang.....”desah Susan.
Mendengar Susan mendesah aku coba lagi menekan penisku ke dalam liang senggamanya, kali ini Susan masih diam, bahkan menikmati benda asing di dalam
vaginanya. Walaupun baru kepalanya saja yang masuk penisku seakan-akan diurut oleh dinding ketat vagina Susan. Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi. Ku dorong maju mundur penisku di dalam vagina Susan, rasanya sangat enak sungguh nikmat. Kepala penisku ku dorong semakin dalam, namun tangan Susan mendorong pinggulku.
“Abang jangan dalam-dalam Susan sakit.”cegah Susan. Ku rasakan penghalang di dalam lubang vagina Susan.
“Ya sudah kalo gitu segini aja yah.”Aku sebenarnya tidak tahan tapi aku tidak mungkin menyakiti sepupuku ini. Akhirnya, seks pertamaku dengan Susan ku
lakukan dengan hanya menggesek-gesekkan kepala penisku di liang senggamanya.
“Yah...gitu Bang...enak Susan enak......”
Tidak berapa lama aku pun merasakan ada cairan yang akan keluar dari penisku. Segera ku pegangi penisku dan ku kangkangi Susan.
“Crot...crot...crot.....”spermaku tumpah menyemprot muka dan dada Susan sebagian mengenai rambut sebahu Susan.
“Ah...abang apaan nih......bau....”Susan mencium aroma sperma di wajahnya.
Aku lemas, dan kemudian berbaring di sampingnya.
“Itu....namanya sperma Sayang.”aku menjelaskan.
“Kalo masuk ke dalam sini, kamu bisa hamil.”terangku sambil memegang vaginanya.
“Masa sih bang, Susan bisa hamil dong?”tanya Susan.
“Ya gak lah kan tadi gak masuk.”jelasku.
Kami pun akhirnya tertidur pulas dalam keadaan bugil hingga malam tiba. Untungnya kami terbangun tepat sebelum orang rumah lainnya pulang. Aku dan Susan semenjak kejadian itu, seringkali melakukannya. Hingga akhirnya aku pun lulus kuliah dan diterima kerja di Jakarta. Setelah itu, kami jarang ketemu,
apalagi kemudian Pak Dhe Jarwo pindah rumah. Sudah hampir 10 tahun aku tidak ketemu.
Kenanganku dengan Susan, tiba-tiba buyar ketika pintu kamar itu terbuka.
“Cekretk...”
“Papa....”ternyata Istriku Revita datang. Anehnya, Revita sudah mengganti bajunya dengan t-shirt bertuliskan touch me, nampak puting susunya tercetak di
t-shirt itu, pasti dia tidak memakai BH. Payudaranya nampak bergoyang-goyang ketika Istriku menghampiriku. Tidak habis pikir bukannya t-shirt itu, aku yang
beli buat Marni. Sudahlah namanya juga keluarga bertukar baju hal wajar pikirku.
“Nih, Papa minum ini.”Revita menyodorkan sebotol minuman yang aku tak tahu apa sebenarnya.
“Apaan nih Ma?”tanyaku. Ku amati botol itu, tidak ada tulisan latin di situ, tapi sangat jelas aku kenal itu tulisan cina mandarin berwarna merah.
“Sudah minum aja, nanti Papa juga tahu.”kata Istriku.
“Papa kan laper nih Ma, masa yaiya malah disuruh minum mana cuma ada sandwich doang di kulkas.”aku menggerutu.
“Minum dulu aja. Entar mama kasih makan malam istimewa.”kata Istriku.
Aku tenggak habis minuman seukuran botol M150 itu. Rasanya manis agak pahit.
“Apaan sih ini Ma, rasanya aneh gini.”aku penasaran. Tubuhku menjadi panas dilanda birahi sesaat setelah ku tenggak minuman itu.
“Papa mandi sana udah malam.”kata Revita.
“Nanti Mama nyusul.”sambung Istriku sambil kemudian keluar kamar dan lagi-lagi pintu kamar di kunci. Aku pun penasaran juga dengan makan malam istimewa
yang dimaksud istriku.
Aku sempat menatap istriku dari belakang, bokong itu memang masih sama, masih terlihat menggoda di balut rok span warna abu-abu selutut. Ku biarkan Istriku berlalu, namun kini aku kelabakan sendiri penisku rupanya menggembung, semakin mengeras.
Entah apa yang ku pikirkan entah Marni, entah Susan, entah juga Revita. Apalagi ditambah bayangan tentang Susan, Enaknya vaginanya Marni dan Payudara istriku yang menggodaku. Segera aku menuju ke dalam kamar mandi di dalam kamar untuk meredam birahiku yang tiba-tiba meledak-ledak. Ku lepas semua bajuku dan sesaat kemudian aku sudah bertelanjang. Aku melepas penat dan beban pikiranku dengan menceburkan diriku ke dalam bathup. Penisku benar-benar telah menegang sempurna hingga muncul ke permukaan air bath up. Ku pegang dan ku elus-elus penisku sendiri. Tiba-tiba ada yang menutup mataku dari belakang dan ku rasakan gundukan yang sangat familiar menempel di kepalaku begitu kenyal dan empuk tidak salah lagi. Sepasang Payudara. Tapi, aku yakin sekali ini bukan payudara Istriku, aku hanya berspekulasi. Aku tahu persis payudara Istriku ukuran dan juga bentuknya.
“Papa kok main sendiri?”suara Istriku terdengar di telingaku.
“Mama.....ah Mama kok genit sih.....”kataku. Aku mencoba menebak.
Ku coba melepas tangan itu, namun ku dengar Istriku berkata.
“Eit..tunggu dulu.”suara Istriku.
Kemudian ku rasakan ada yang menjamah penisku. Ku pikir-pikir lagi bagaimana bisa mataku di tutup dengan dua tangan. Kalau yang menutup mataku adalah
istriku lalu siapa yang memegang penisku? Aku berspekulasi......
“Ini makan malam istimewa buat Papa.....”
loading...
0 Response to "Ternyata Suamiku Nakal - 6"
Posting Komentar