Malam Pekat
"Besok siang aja nagihnya, Ma, kan ini sudah malam..” Pak Chandra bersungut-sungut.
Ia berusaha bergeming dan mencoba menahan tubuhnya yang didorong keluar oleh sang istri.
Malam gelap gulita tengah menyelimuti desa itu.
Hanya sesekali terdengar suara jangkrik dan anjing yang melolong di kejauhan.
Di sepanjang jalan, kabut menghalangi pandangan.
Udara dingin menyusup sampai ke sumsum tulang siapa pun yang berani keluar rumah.
"Nggak..! Nggak ada besok-besok lagi. Pokoknya, malam ini harus ditagih. Titik..!
Kan kemaren Papa sendiri yang bilang kalau Sari mau bayar hari ini..”
Wajah Pak Chandra menyiratkan keraguan.
Kombinasi akan takut berjalan di kegelapan malam dan.. takut pada istrinya.
Matanya berputar-putar mencari alasan.
"Tapi.. ini kan sudah malam, Ma. Mungkin Sari malah lupa mengambil uang di Bank..”
Mata Bu Chandra berkilat marah. Ada rasa curiga di sana.
"Oo.. jadi Papa membela dia..?”
Perempuan itu memandang menyelidik ke arah suaminya yang separuh baya.
"Jangan-jangan, Papa ada main sama Sari..? Ayo, ngaku aja..!”
Pak Chandra menelan ludah. Bisa bahaya kalau istrinya marah-marah begini.
Bisa-bisa tujuh hari tujuh malam ia tidur di ruang tamu kalau tidak dituruti apa maunya.
Terakhir Pak Chandra membuat kesalahan di bulan Maret yang lalu, ia lupa hari ulang tahun istrinya.
Dan sang istri pun tak henti-hentinya mengomel.
Selusin gelas pun jadi sasaran: hancur berkeping-keping dilempar ke sana-kemari.
Belum lagi satu hal itu yang paling gawat untuk Pak Chandra. Ia dilarang tidur di kamar.
Terpaksa berteman nyamuk di ruang tengah dengan selembar kain sarung.
Sejak itu Pak Chandra kapok berbuat yang aneh-aneh.
Semua hal yang berhubungan dengan pribadi istrinya dihapalnya luar kepala.
Jadi maklumlah jika saat ini ia agak gemetar melihat wajah istrinya yang mulai memerah menahan amarah.
"Ngaku apa, sih, Ma..? Papa kan hanya kasihan saja..”
Bu Chandra tambah melotot. Matanya yang bulat seolah mau keluar dari tempatnya.
Suaranya pun makin meninggi..
"Oooh.. begitu..!? Jadi Papa lebih kasihan sama dia..!? Nggak memikirkan anak istri sendiri..?”
Waduh. Menyadari situasi yang sama sekali tidak menguntungkan baginya itu, Pak Chandra segera tergopoh keluar dari dalam rumah.
"Iya, iya. Papa langsung ke sana..”
Tanpa peduli udara dingin dan suara anjing melolong di kejauhan, Pak Chandra menerobos gelap malam.
Suara pintu dibanting terdengar di belakangnya, mengiringi langkah Pak Chandra menuju ke jalan setapak desa yang senyap.
Dengan bersungut-sungut, di sepanjang jalan, laki-laki setengah baya itu tak berhenti menirukan omelan istrinya.
Seolah-olah, dengan meniru omelan istrinya diam-diam seperti itu, hatinya yang kesal akan terobati.
Memang susah punya istri yang bawel setengah mati, batinnya berujar.
Tetapi dulu, istrinya itu seorang kembang desa yang populer di desa ini.
Saat itu, Pak Chandra merasakan anugerah yang luar biasa karena mampu mendapatkan seorang kembang desa yang cantik dan jelita.
Kebanggaan itu membuatnya selalu bersedia dan siap memenuhi apa saja yang diminta sang istri.
Dia menyediakan semua harta benda, emas, dan permata sekalipun.
Bu Chandra tampaknya menyadari perasaan suaminya. Dia pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Dia langsung mengambil alih dan mengelola seluruh keuangan suaminya, termasuk beberapa rumah kontrakan.
Rumah-rumah kontrakan itu menghasilkan dana yang mencukupi untuk kehidupan mereka sekeluarga.
Rumah kontrakan yang ditempati Sari agak besar meski tampak sederhana.
Dindingnya dicat warna putih dengan teras sempit berhiaskan beberapa pot bunga.
Ada ruang untuk menerima tamu yang terpisah dari ruang tengah yang tidak begitu besar.
Di ruang tengah itu terletak kamar Sari.
Rumah itu terletak di tengah kebun yang tak diurus.. sehingga membuat rumah tersebut tampak menyendiri.
Di samping rumah, ada beberapa rumpun bambu yang tinggi dan setiap tertIup angin, rumpun-rumpun bambu itu mengeluarkan suara gemerisik.
Apalagi di malam hari yang dingin dan sunyi seperti ini.
Bunyi gemerisik daun-daun bambu yang tertiup angin menimbulkan kesan mistis yang mendirikan bulu roma siapa pun yang mendengarnya.
Ditambah lagi, suara lolongan anjing yang terdengar di kejauhan, seolah-olah menyayat hati.
Dengan terengah-engah, Pak Chandra sampai di depan rumah kontrakan Sari.
Tadi di sepanjang perjalanan, dia hampir saja sesak napas karena menahan emosi yang tidak tersalurkan pada istrinya.
Rumah Sari sunyi dan sepi, seperti rumah tak berpenghuni.
Pak Chandra menajamkan matanya, berusaha mengamati situasi sekitar rumah yang remang-remang.
Lampu di teras depan tiba-tiba menyala sebentar, tetapi lantas mati kembali, nyala lagi, mati lagi..
Begitu berkali-kali, membuat pandangan Pak Chandra jadi tak begitu jelas.
Di samping rumah, ada sebuah lampu neon.
Tetapi, itu pun hanya menyala remang-remang saja, seolah hidup enggan mati pun tak sudi.
Tok.. Tok.. Tok..! Pak Chandra mengetuk pintu depan.
"Sari, Sari..?” panggilnya berkali-kali.
"Apa sudah tidur, ya..?” dia bergumam sendiri.
SambiI menahan kuapan kantuknya, Pak Chandra mengulangi ketukan di pintu rumah kontrakan itu.
Kali ini, ketukannya lebih keras. Dia setengah berharap Sari lekas keluar dan menemuinya di teras.
Malam terasa semakin dingin dan Pak Chandra ingin segera pulang ke rumahnya yang hangat.
Dia tak ingin berlama-Iama di teras depan rumah kontrakan Sari yang suasananya sungguh tidak nyaman.
Namun, tetap saja tak ada jawaban dari dalam. Hanya hening yang menyiksa.
Pak Chandra menguap lagi, kali ini kuapannya lebih lebar dari yang pertama.
Ia kemudian meluruskan badannya, menyenderkan tubuh ke daun pintu.
Tiba-tiba, pintu terdorong ke dalam, terkuak lebar, seolah membuka rahasia kesunyian di dalam rumah kontrakan itu.
Pak Chandra tertegun sejenak.
Apa mungkin Sari sengaja tak mengunci pintu rumahnya..? Tapi, mengapa..? Tanyanya dalam hati.
Kemudian, laki-Iaki separuh baya itu tersenyum penuh arti. Wajahnya merona di kegelapan malam.
Mungkin Sari sengaja membukakan pintu ini untuknya, batinnya lagi.
Dia segera membayangkan wajah Sari yang cantik dan lebih muda.
Lalu, dia membandingkannya dengan istrinya yang cerewet di rumah.
Mungkinkah..?
Pak Chandra terus berharap dalam hati.
Memang sih, menurut kabar orang, Sari memang perempuan genit yang kerap mengganggu lelaki meski mereka sudah berkeluarga.
Maklumlah, perempuan yang suaminya entah di mana itu memang cantik dan seksi.
Pak Chandra berjalan mengendap ke dalam rumah setelah memastikan tak ada orang lain di luar rumah yang memerhatikannya.
Siapa yang mau malam-malam dingin begini berkeliaran di jalanan kalau bukan dirinya yang beristrikan seorang perempuan bawel itu..?
"Sari..?”
Gelap. Pak Chandra melangkah hati-hati sambil terus memanggil nama Sari dengan perlahan.
Ia tak menyalakan lampu di dalam, hanya bergerak mendekati kamar utama yang menurutnya pastilah kamar Sari.
Di kejauhan, terdengar suara anjing yang menyalak, membuat hati Pak Chandra menciut.
Tak biasanya anjing di desa itu menyalak tengah malam begini.
Biasanya, hanya ada lolongan panjang yang menyedihkan.
Itu pun hanya terdengar jika ada seorang warga desa yang meninggal dunia.
Pak Chandra menoleh ke sekeliling. Dia berada di ruangan tengah rumah kontrakan itu.
Saat matanya menoleh ke dinding, seketika ia terperanjat.
Napasnya berhenti dan matanya melotot mengamati sosok yang dilihatnya di dinding ruangan itu.
Ia bergerak ke kiri dan melihat sosok itu pun bergerak ke arah yang sama.
Saat ia bergerak ke kanan, ia pun melihat gerakan yang sama lagi.
Pak Chandra mengamati dengan saksama sosok di dinding itu.
Ternyata, di dinding itu terdapat sebuah cermin.
Dan, sosok yang sempat menakutkannya tadi hanyalah bayangannya sendiri.
"Huu.. kirain setan..!” Gerutunya sambil mengamati cermin yang tadi membuatnya takut.
Kemudian, Pak Chandra melangkah semakin perlahan, mendekati kamar Sari.
Sesampainya di depan pintu kamar, dia mencoba mengetuknya .
Pikirannya dipenuhi oleh bermacam-macam khayalan dan keinginan yang tidak lagi beralasan.
Tangannya yang sudah mulai berkerut dimakan usia terjulur ke arah gagang pintu kamar.
Krieet..
Pintu kamar terkuak. Di dalam kamar, yang terlihat hanya kegelapan.
Pak Chandra mengerjapkan matanya, mencoba membiasakan diri melihat dalam gelap.
Cahaya lampu di teras samping menerobos remang-remang ke dalam kamar melalui jendela yang terbuka.
Cahaya itu berkedip-kedip membuat suasana kamar yang sunyi semakin mencekam.
"Sar ..”
Mendadak, lidah Pak Chandra kelu bukan main. Matanya melotot melihat apa yang berada di depannya.
Bibir tuanya gemetar, tak menyelesaikan panggilan nama Sari yang semula diucapkan berkali-kali.
Pak Chandra memegang daun pintu erat-erat, takut jatuh dan pingsan di sana.
Di hadapannya, sesosok tubuh perempuan mengenakan baju tidur tipis tergolek di atas pembaringan. Tubuhnya hampir polos.
Pak Chandra terperangah dan tersentak sejenak saat menyaksikan susu dan puting Sari yang menerawang jelas, juga gundukan di selangkangannya yang berjembut sangat lebat.
Dia jadi sangat ngaceng, dan tak terasa mulai meneteskan air liur.
Beberapa ekor anjing terdengar menyalak di kejauhan. Pak Chandra menelan ludahnya.
Ia tergagap, jantungnya berdebar keras ingin menyaksikan pemandangan itu lebih lama..
tetapi pada detik berikutnya ia sudah buru-buru menyelinap ke dalam.. dan diam-diam bergerak menuju tempat tidur.
Sari masih pulas saat ia menguak baju perempuan itu, tubuhnya yang putih mulus terlihat bersinar dalam kegelapan.
Hati-hati Pak Chandra merangkak di antara kaki Sari yang kecokelatan.
Dengan hanya menunduk sedikit, ia sudah bisa melihat vagina telanjang Sari dalam segala kemuliaannya.
Pelan dia mulai menjilati bibir luar dan mencintai bagaimana rasa yang ia dapatkan.
“Hhmm..” Sari menggeliat dan memekik kaget, sedangkan Pak Chandra hanya tersenyum saja.
“D-dari mana b-bapak masuk..?”
Perempuan itu berusaha menutupi kemaluannya, namun buah dadanya luput dari usaha itu.
Benda kembar yang sehari-hari terlihat menantang itu kini nampak semakin menarik karena sedikit bergoyang-goyang.
Sari hendak mengambil selimut untuk menutupinya, namun Pak Chandra lebih sigap dengan menariknya lebih dulu dan melemparnya jauh ke pintu.. sehingga Sari jadi mundur kembali.
“B-bapak mau a-apa..?” tanyanya takut-takut.
“Ssst.. aku yakin kamu pasti sudah mengerti..” kata Pak Chandra sambil membuka celana.
Cetakan penisnya yang sudah membengkak terlihat jelas di balik celana dalam, yang kontan membuat mata Sari melotot.
Pak Chandra tersenyum, matanya tak henti-henti memandang ke buah dada Sari yang terlihat sangat menggairahkan; besar, putih, dan sangat padat sekali.
Putingnya juga nampak segar, mungil menggemaskan mengacung indah ke depan.
Kedua tangan Sari kelihatan repot saat mencoba untuk menutupi tubuhnya; tangan kiri menutup ke kemaluan, dan tangan kanan menutupi kedua buah dadanya.
“Nggak usah ditutupi kayak gitu, Sar..”
Canda Pak Chandra sambil memelorotkan celana dalam, penisnya yang sudah mengacung keras langsung mencuat keluar dari sarangnya.
“Bapak jangan kurang ajar ya..! Berani-beraninya masuk ke rumah orang sembarangan..!“
Sari menghardik.
“Salah sendiri, punya pintu kok nggak dikunci..” Pak Chandra terkekeh.
“Dan ngomong-ngomong, ini rumahku.
Karena kamu belum bayar uang sewa, jadi aku bebas-bebas aja masuk ke sini kapan saja..”
Sehabis berkata, Pak Chandra bergerak maju dan menarik tangan Sari yang menyilang di tubuh.
Kalah tenaga membuat Sari jadi pasrah. Pelan seluruh tubuhnya yang montok terpampang telanjang bulat di depan Pak Chandra.
Indah sekali.
Lekak-lekuknya sangat menggairahkan; ukuran buah dada Sari yang besar sepertinya tak akan cukup dilingkari dengan satu tangan, belum lagi bentuk vaginanya yang ah.. sepertinya sempit sekali, dengan jembut yang lebat tapi tertata rapi.
“Kamu benar-benar wanita idaman, Sar..”
Pak Chandra berdehem, lalu langsung menyerbu bibir perempuan itu.
Tangannya merangkul ke belakang, menahan kepala Sari agar tidak dapat bergerak.
“Emmph, Pak..!” Di Luar dugaan, Sari menyambut pagutan kasar itu.
Dalam waktu singkat, mereka sudah saling melumat dengan sangat ganas.
Air liur mereka bertukar, dengan buah dada Sari yang membusung padat terasa menempal di dada berbulu milik Pak Chandra.
Putingnya yang sedikit kaku menggesek-gesek, membuat Pak Chandra jadi menggelinjang geli.
Tangannya dengan nakal menjamah, meremas buah dada Sari sepenuh hati sambil mereka terus bermain lidah.
Dibimbingnya juga tangan Sari agar turun ke bawah, mencapai batang penisnya yang menempel di belahan selangkangan.
“Ehmm, Sar..!”
Pak Chandra menggeliat, merasa geli karena penisnya bertemu dengan jembut lebat milik Sari.
Tinggi tubuh mereka yang sejajar membuat penis Pak Chandra tepat terjepit di antara bibir vagina.
Nikmat sekali. Apalagi saat Sari mulai memegang-megangnya ringan.
“Hsshh..” Puas Pak Chandra menikmati kuluman bibir Sari.
Salahsatu tangannya turun ke bawah untuk meremas-remas pantat, sementara tangan satunya tetap digunakan menyerang di buah dada.
Mereka tetap saling memagut dan memilin, sambil tangan Pak Chandra bergerilya di pantat Sari yang bulat padat.
Dia meremas-remasnya, sedang Sari melingkarkan jari ke batang penis Pak Chandra yang terlihat kian membengkak panjang; mengusap-usapnya pelan, memijit-mijitnya, sesekali juga mengocok-ngocok lembut.
Kuluman mereka terus berlanjut.
Rakus Pak Chandra mencari-cari lidah Sari dan menghisapnya dengan penuh rasa nikmat.
Keduanya saling bertukar air liur.
Pak Chandra mengusap punggung Sari, lalu tangannya mundur untuk beralih kembali ke depan..
menuju dada Sari yang sebelah kanan dan meremasnya dengan penuh perasaan.
Terus ia pijit-pijit benda yang terasa begitu empuk dan kenyal itu disertai dengan kuluman mesra yang dibalas antusias oleh Sari.
“Mmm.. mmh.. arrrgh..”
Perempuan itu mendesah dalam dekapan Pak Chandra, tubuh mereka saling memeluk erat.
Pak Chandra berhenti melumat dan berbisik..
“Kamu sengaja ya, Sar, nggak mengunci pintu rumahmu..?”
Sari hanya menunduk, lalu kemudian mengangguk.
“Masak harus dikatakan sih, Pak..!
Saya tahu, Pak Chandra pasti datang malam ini, dan saya masih belum punya uang.
Mungkin dengan cara ini saya bisa melunasi hutang-hutang saya..”
“Oh.. kamu benar benar nekad, Sar..”
Ucap Pak Chandra gemas dan kembali meremas-remas buah dada Sari yang membusung indah.
“Tapi ya, aku akan menghapus semua tunggakanmu asal kamu bisa memuaskanku malam ini..”
Pak Chandra sedikit mundur ke belakang, tapi dia maju lagi karena Sari buru-buru menarik penisnya.
“Ini ya, Pak, yang pingin dipuaskan..?” Tanya perempuan cantik itu sambil tersenyum manis.
“Pintar kamu, Sar..” Pak Chandra melenguh keenakan.
“Aku suka buah dadamu, Sar. Besar dan padat..!“
Katanya sambil memegangi buah dada Sari dan meremasnya perlahan; terasa sangat kenyal, empuk dan lembut sekali, juga hangat.
“Penis Bapak juga gedhe.. bisa masuk nggak ya ke punyaku..!?” Kata Sari dengan mata berbinar.
“Kita coba aja..” Pak Chandra tersenyum, lalu meminta Sari agar menjilati penisnya sebentar.
Rasanya seperti disetrum saat lidah basah Sari mulai menelusur ke sana.
Dan berikutnya Pak Chandra tidak ingat apa-apa lagi selain rasa nikmat dan geli ketika Sari mulai menghajar penisnya.
Dengan rakus Sari mengulum, dia menghisap-hisap kuat, sesekali menjepitnya di antara gigi, dan Pak Chandra hanya bisa mendesah tak karuan ketika Sari menggelitik ujungnya yang tumpul dengan ujung lidah.
Rupanya malam itu Sari sedang berada pada nafsu tertingginya.. sehingga jadi tak tanggung-tanggung dalam mengulum.
Malah dia membawa tangan Pak Chandra ke buah dadanya agar kembali meremas-remas.
“Mhhh.. pijit yang keras, Pak..!“
Sari meliuk-liukkan tubuh, sambil tangannya memegangi penis Pak Chandra yang terlihat mengkilap oleh air liurnya.
“Terus, Sar. Kulum lagi..! Ayo, rasakan betapa besar kontolku..!“
Dengan penuh nafsu Pak Chandra meremas-remas; dia merengkuh buah dada Sari dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya merapikan rambut panjang Sari yang sedikit awut-awutan.
Sari kembali menghisap, semakin keras dan kuat.
Pak Chandra jadi sedikit kewalahan menghadapinya.
Apalagi sambil menghisap, Sari juga mengocok-ngocoknya lembut, sesekali diperas-peras, lalu dimasukkan lagi ke dalam mulutnya dalam posisi setengah membungkuk.
Pak Chandra hanya bisa mengerang sambil terus meremas-remas buah dada yang berada di dalam genggaman tangannya
“Diteruskan apa nggak, Pak..?” Sari menghentikan kulumannya dan memandang ragu.
“Sepertinya Bapak sudah nggak kuat..”
Dia ingin melepaskan genggaman tangannya di selangkangan Pak Chandra, namun gagal karena lelaki itu keburu meremas-remas buah dadanya gemas.
Pak Chandra memutar-mutar putingnya, lalu meremas lagi buah dada yang berukuran besar itu.
Pak Chandra merasa beruntung bisa menggauli dan menyebutuhi wanita secantik Sari, yang ternyata sangat haus dan lapar akan belaian lelaki.
“Ughh.. Sar..! Terus..! Jangan berhenti..!”
Pak Chandra mendesis tak karuan karena Sari kembali asyik mengulum batang penisnya.
Tampak benda panjang itu memenuhi seluruh mulutnya, bergerak keluar-masuk, sambil kadang-kadang dikocok lalu dimasukkan lagi, bahkan buah zakar Pak Chandra juga tak lepas dari jilatan lidah nakal Sari.
Giginya yang sesekali menyentuh di ujung penis membuat Pak Chandra menengadah ke atas.
Dia hanya bisa merapikan rambut Sari yang hanya sebahu itu agar tidak menganggu.
“Kamu sungguh nafsuin, Sar..” erang Pak Chandra.
“Pelan-pelan aja ngemutnya, lakukan dengan penuh perasaan.. jangan terburu-buru begitu..”
Dia meremas buah dada Sari yang sebelah kiri, dan perempuan itu pun melenguh keras..
“Auhh.. Pak..! Hmm.. mmm..” rintih Sari dengan napas memburu.
Dia seperti penasaran ingin memaksa Pak Chandra agar lekas muncrat.
Dikeluarkannya penis lelaki itu dan dikocok-kocoknya gemas, setelah itu dimasukkan lagi dan disedot-sedot rakus.
“Ughh.. Sar.. Sialan kau..!” Erang Pak Chandra sambil mencoba untuk rileks.
Dia menjatuhkan badannya ke belakang, sekarang telentang di atas kasur, sementara Sari terus memacu batang penisnya dengan mengulum sangat buas.
“Aku nggak tahan, Sar! Terus! Oohh.. aku mau ..” Pak Chandra merasakan penisnya serasa mau jebol.
Mengetahui hal itu, Sari buru-buru menghentikan kulumannya.
Dia memencet penis Pak Chandra kuat-kuat sambil berkata..
“Jangan dulu, Pak. Lebih baik masukkan ke dalam memekku, ntar keluarin di sana..”
katanya sambil merangkak menindih.
Pak Chandra memberikan ciuman mesra di bibir Sari, sambil tangannya meremas gemas dada perempuan cantik itu.
“Aku suka bentuk buah dadamu, Sar. Padat dan besar sekali..” katanya memuji.
“Masak sih..?” Sari menggelinjang suka.
“Emang punya Bu Chandra kecil..? Kayaknya juga besar deh..”
“Memang besar, tapi sudah turun..” Pak Chandra mendesah.
“Ayo, Sar, cepat adu kontolku sama memekmu..” desaknya tak sabar.
“Iya, Pak. Maksa amat..” Sari tertawa menggoda.
“Tapi sebentar ya..”
Dengan genit dia berdiri dan berjalan keluar.
Masih dengan tubuh telanjang, Sari melangkah ke depan untuk mengunci semua pintu dan jendela, lalu balik lagi tak lama kemudian.
“Sudah siap, Pak..?”
Tanyanya sambil memamerkan keindahan tubuhnya yang memang sangat menggairahkan.
Tanpa ragu Pak Chandra mengangguk mengiyakan.
Matanya menatap tak berkedip, jakunnya turun-naik, sementara batang penisnya terlihat semakin mengeras panjang.
“Ayo, Sar, cepetan!” lambainya penuh semangat.
Lagi-lagi Sari menanggapinya dengan tertawa genit.
“Silakan nikmati tubuhku kalau memang Bapak suka. Malam ini menjadi milik kita berdua.
Pak Chandra akan kupuaskan, asal tiapkali orgasme ditukar dengan tunggakan satu bulan sewa rumah..”
“Terserah kamu, Sar.
Pokoknya beri aku kenikmatan, dan apapun yang kamu minta pasti akan kupenuhi..”
Lengan Pak Chandra menggapai, meraih tubuh molek Sari dan menjatuhkannya ke dalam pelukan.
“Kupegang kata-kata Bapak..”
Ujar Sari sambil kembali mengocok penis, bisa dirasakannya benda itu sudah sangat ngaceng dan keras, malah lebih keras dari sebelumnya.
“Kok gede banget, Pak..?” katanya dengan khawatir
“Iya, biar enak saat mengoyak memekmu..”
Jawab Pak Chandra sambil mengangkat badan telanjang Sari dan menggulingkannya telentang, lalu ia tindih dengan gemas.
Bibirnya kembali memberikan ciuman, dan Sari membalas pagutan itu dengan tak kalah ganas.
“Eghh.. Pak..!” rintihnya ketika tangan Pak Chandra bekerja meremas-remas gundukan buah dadanya.
Sari menggelinjang tak karuan, bibirnya semakin kewalahan melayani lumatan Pak Chandra..
sampai-sampai dia mendorong kepala laki-laki itu agar dapat sedikit bernapas.
Namun belum ada tiga detik lepas, Pak Chandra kembali menyerbunya, akibatnya Sari jadi benar-benar tak dapat bergerak.
Dia bernapas pendek-pendek, sekedar memberi ruang pada paru-parunya..
sementara kakinya naik menjepit pinggul Pak Chandra hingga batang penis laki-laki tua itu terhimpit erat di antara selangkangannya.
Sari meraih dan memegangnya, mencoba untuk memasukkan, tapi lekas ditahan oleh Pak Chandra.
“Belum, Sar! Sebelum aku menjilati memekmu, tak akan kumasukkan penisku ke lubangmu..!“
Kata Pak Chandra sambil kembali menyerbu bibir.
Dari bibir, kepalanya turun menciumi leher jenjang Sari.
Dia memberi pagutan ringan di sana, lalu turun menuju buah dada Sari yang bulat besar.
Pak Chandra meremas-remasnya gemas, sebelum kemudian mulutnya mulai mengulum puting Sari yang berwarna coklat muda.
“Agghh.. Pak..!”
Sari tentu menggelinjang, apalagi saat Pak Chandra menggigit pelan sambil sesekali menghisap-hisap rakus.
Dari yang kanan, dia berpindah ke buah dada sebelah kiri, sedang tangannya terus meremas-remas kuat, mengusap dan memijiti keduanya tanpa henti.
“Pak.. Ooh.. enak sekali..! Oghh.. terus, Pak..! Remas yang keras..!“ Sari mengerang.
Desahan dan lenguhannya terdengar memenuhi seluruh sudut kamar.
Pak Chandra masih bermain-main di buah dada itu selama beberapa saat, sebelum kemudian mulai turun ke perut.
Gemas dia menjilati pinggang Sari yang masih nampak langsing, juga ia tarik kedua kaki perempuan cantik itu agar lebih mengangkang.
Tak berkedip dipandanginya belahan memek Sari yang sudah sangat becek namun tertutup agak rapat.
Pak Chandra bisa melihat dengan jelas pintu gua yang dihiasi oleh jembut lebat.. yang walau begitu rimbun namun tak dapat menyembunyikan keindahannya.
Aroma khas kewanitaan tercium kuat, menyengat di hidung. Tapi Pak Chandra justru menyukainya.
Inilah yang ia cari, dan tanpa menunggu lama mulai ia jilati.
Lidahnya bergerak dari atas ke bawah, menyapu selembut mungkin, menyusuri belahan serta lorongnya yang terasa licin dan lengket.
“Aughh.. Geli, Pak..!” Sari menggelinjang ke sana kemari.
Tangannya meremas sprei, sementara bibirnya digigit perlahan.
“Sshh.. aghh..” erangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pak Chandra menguak lubang mungil itu dengan menggunakan lidahnya..
disingkapnya sedikit demi sedikit hingga terlihat lorongnya yang begitu sempit dan gelap.
Setiap lidahnya menerobos, tubuh molek Sari langsung mengejang hebat;
badannya meliuk-liuk, sementara desahan serta rintihan tak kunjung berhenti keluar dari mulutnya yang tipis.
Pak Chandra terus menjilat dan menghisap-hisap, bahkan dia melakukannya dengan lebih keras agar dapat membuat Sari menjerit..
Dan harapan itu pun langsung terkabul.
“Aaaaaaaah.. e-enaak, Pak..!” Jerit perempuan cantik itu penuh rasa suka.
Sesekali Pak Chandra juga menyentil-nyentil permukaan klitoris Sari dengan ujung lidah..
Akibatnya Sari kini menaikkan pinggulnya sambil tangannya meraih-raih mencoba mencari pegangan
"Arghh.. nghf.. sshh..”
Sari menekan kepala Pak Chandra, namun tak lama kemudian melepaskannya saat Pak Chandra mencucup rakus.
Berpegangan pada bantal dan sprei, Sari hanya bisa menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri untuk mengimbangi.
“Ohh.. s-saya nggak tahan, Pak! Ahh.. uuh.. hu-huhu..”
Mengerang kalut, Sari segera menjepit kepala Pak Chandra dengan kedua pahanya yang putih mulus.
Dari lubang vaginanya memancar cairan orgasme yang sangat deras..
bahkan sampai menyemprot ke muka Pak Chandra yang masih terus menghisap nakal.
“Ughh.. hhh.. ahh..”
Sambil mengejan, Sari membiarkan Pak Chandra meremas-remas gundukan buah dadanya.
Dia hanya bisa menegang kaku, lalu tubuhnya yang lemas jatuh berdebam ke atas ranjang.
Pak Chandra tersenyum memandanginya, dengan tangan terus asyik meremasi buah dada.
Dibiarkannya Sari menikmati orgasmenya sejenak.
Perempuan itu terpejam, dan saat membuka mata hanya terlihat warna putihnya saja.
Pak Chandra berbaring di sampingnya dengan bertelekan tangan miring.
“Enak, Sar..?” tanyanya tanpa ragu.
Sari hanya bisa menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Mau diterusin..?” Pak Chandra tersenyum menggoda.
Sari mengangguk lagi.
“Tapi, kamu kudu janji..“
“Janji apa..?” tanya Sari dengan dahi berkerut.
“Bilang kalau kamu suka kontolku..“ goda Pak Chandra mengerjainya.
“Ogah ah, Pak..” Sari menggeleng merajuk.
Pak Chandra tetap diam tak memberi rekasi, dia hanya memandang kesintalan tubuh Sari yang tanpa busana itu.
Karena lama tak memberi jawaban, akhirnya Sari membuka suara.
“Baiklah, Pak..” desahnya lirih.
“Saya suka kontol Pak Chandra. Cepat masukin kontol bapak ke lubang memekku.
Sodok yang keras ya..!” Ujarnya sambil mengangkangkan kaki, minta untuk dinaiki.
Pak Chandra segera memposisikan diri. Sambil memegangi penisnya, dia berjongkok di depan selangkangan Sari.
Diarahkannya benda hitam panjang itu ke lubang kemaluan Sari yang sudah merekah indah dan terlihat sangat becek.
Lubang itu sempit, dan Pak Chandra merasa kesulitan saat berusaha mengoyaknya.
“Iihh, kontol Bapak gedhe. Bikin sakit.. tapi, pasti nanti juga bikin ketagihan..”
Ujar Sari dengan nada genit.
“Aku pastikan, Sar, kamu akan selalu rindu sama kontolku..”
Sahut Pak Chandra sambil memajukan batangnya, terus menekan dan mendorong.
“Auw..! Pelan-pelan aja, Pak..”
Sari meringis kesakitan ketika penis Pak Chandra mulai mendesak masuk.
“Ini kontol apa mentimun sih..?” godanya.
“Hmm.. terserah kamu menyebut apa..”
Pak Chandra ikut meringis merasakan penisnya yang seperti dijepit erat, padahal baru masuk kepalanya saja.
“Ngomong-ngomong, berapa sih kontol yang sudah masuk ke memekmu ini, Sar..?”
Tanyanya sambil meremas buah dada Sari yang montok dan besar.
Ketika ditangkup, telapak tangannya terlihat tak cukup melingkupi semua bongkahannya.
“Ehm.. tiga..” Sari memandang mesra.
“Eh, empat.. kalau suamiku ikut dihitung juga..”
“Berarti aku yang kelima, ya..?”
Tanya Pak Chandra, tangannya perlahan mengelus paha Sari yang putih dan mulus.
“Kelima dan seterusnya.. karena saya sudah memutuskan kontol Bapak yang nantinya akan rajin keluar masuk di dalam memekku.
Bagaimana lagi saya bisa membayar uang sewa kalau nggak begini..?”
Sari berkata sambil mulai menggerakkan pantatnya, menjemput batang Pak Chandra agar menerobos lebih dalam lagi.
“Kamu memang nakal, Sar..” Pak Chandra membiarkan batang penisnya ditelan.
“Tapi nggak apa-apa. Aku suka ngeseks sama wanita berbuah dada besar seperti kamu..”
Dia meremas kembali bongkahan payudara Sari, lalu memilin-milin kedua putingnya..
“Ohh.. Pak!” Sari menengadah menikmati remasan tangan itu.
“Saya juga suka dengan kontol Bapak yang besar, meski susah masuknya..”
Rintihnya menahan ngilu karena penis Pak Chandra sudah tenggelam setengah.
“Ahh.. lubangmu aja yang terlalu sempit, padahal sudah sering disodok sama kontol..”
Pak Chandra berbisik gemas dan mulai menghujamkan pinggulnya naik-turun agar penisnya semakin amblas.
“Uugghh.. Paakkk..!”
Teriak Sari saat benda panjang itu meluncur, dan tak lama kemudian tenggelam seluruhnya.
“Ooh.. memekmu benar-benar menjepit keras, Sar!” pekik Pak Chandra takjub.
Ia peluk perempuan cantik itu, dan kemudian melingkarkan kaki kiri Sari ke arah pinggangnya.
“Pak..” Sari merintih berbinar.
“Kontol Bapak benar-benar luar biasa, bukan sembarang kontol. S-saya suka..!” ujarnya jorok.
Pak Chandra tersenyum bangga, tak tahu kalau Sari berkata begitu hanya untuk menyenangkan hatinya saja.
“Ayo, Sar, bersiap ya.. mulai kugoyang sekarang..”
Dengan penis menancap nikmat, Pak Chandra meremas-remas buah dada Sari sebentar.
Ia tindih tubuh perempuan itu dan melumat bibirnya, dinikmatinya juga pijatan memek Sari pada batang penisnya yang terasa sangat lembut dan enak sekali.
“Ohh.. cepat lakukan, Pak.. S-saya sudah nggak tahan..”
Dia mengejar bibir Pak Chandra dengan rakus, membalas setiap lumatannya dengan desah napas memburu.
Sambil tangannya tetap bekerja di buah dada Sari bergantian, Pak Chandra mulai bergerak naik-turun menggenjotkan tubuhnya.
Dia nikmati tubuh Sari yang montok dan sintal, juga sedikit basah oleh keringat.
Rambut Sari yang berantakan malah semakin mempercantik penampilannya, dan gelinjang perempuan cantik itu benar-benar bikin Pak Chandra kelimpungan.
Berpagut kembali, keduanya saling memuaskan dengan mengimbangi setiap genjotan.
Kepala Sari menggeleng ke kanan dan ke kiri, berusaha menahan serbuan Pak Chandra ke segenap penjuru tubuhnya.
Matanya merem melek, dan dia memekik saat Pak Chandra semakin cepat mengerjai buah dada dan lorong vaginanya.
“Pak.. S-saya.. nggg.. nggak t-tahan..!“ Sari menjerit. Tubuhnya yang montok nampak mulai kepayahan.
“Iya, keluarin aja, Sar..” bisik Pak Chandra.
“Oh, betapa bodohnya suamimu meninggalkan istri sebahenol kamu..”
Dan kembali tangannya mencubiti puting Sari satu per satu.
“Sshh.. jangan sebut-sebut dia, Pak..” Sari meminta.
“Saya lebih suka Bapak yang menyetubuhiku. Ughh.. kontol Pak Chandra duakali lipat lebih gedhe dari punya suami saya yang jelek itu..”
kata Sari, kembali mengumbar kebohongan.
Tapi Pak Chandra sepertinya tidak tersadar.
Dia terus memacu pinggulnya dengan irama tak teratur; kadang cepat kadang lambat, sesekali juga memutar-mutar..
Dan Sari menjawab dengan gerakan yang sama.
Kedutan yang ia keluarkan membuat penis Pak Chandra serasa seperti diremas-remas, nikmat sekali.
“Ooh.. aku mau nyampai, Pak.. S-sebentar lagi..!” pekik Sari dengan tubuh menegang.
“Iya, Sar. Aku juga..” Pak Chandra buru-buru mempercepat genjotan.
Dipacunya tubuh bahenol istri orang itu sambil memegangi gundukan buah dadanya, sampai vagina Sari jadi menjepit lebih keras dan tak lama kemudian tubuh perempuan itu pun menggelinjang kuat.
Kedutannya yang bertubi-tubi membuat Pak Chandra harus bersusah payah menahan diri agar tidak turut muncrat.
“Auww.. s-saya... aarghhh..!” Sari menjerit.
Tangannya meremas sprei, tubuhnya kelojotan saat memuncratkan lahar kenikmatannya.
Cairan itu membasahi penis hitam Pak Chandra yang masih terbenam jauh, geli sekali rasanya.
Pak Chandra terdiam di atas tubuh telanjang Sari, ia berikan ciuman mesra di bibir perempuan cantik itu.
Sari hanya bisa menutup mata menikmati orgasmenya, lemas tak dapat bergerak.
Mereka saling memeluk dengan posisi terus bertindihan selama beberapa saat.
“Pak, belum keluar ya..?” Ayo dong keluarin. Semprot lewat kontol bapak ya, keluarkan di dalam..”
pinta Sari sambil mengelus-elus pipi serta mengelap dahi Pak Chandra
“Tapi janji ya.. kalo aku ngajak lagi, kamu nggak boleh nolak..” tawar Pak Chandra tersenyum
“Siap, Pak. Mana mau aku melepaskan kontolmu yang besar ini..”
Mata Sari berbinar dan memberikan ciuman mesra.
Pak Chandra mencabut penisnya dan berguling ke samping, lalu ia duduk di samping Sari.
Digelimpangkannya tubuh molek perempuan itu ke depan.. sehingga posisi Sari sekarang membelakanginya.
Lalu ia angkat kakinya.. sehingga Sari jadi sedikit mengangkang. Indah sekali.
Kemudian pelan, Pak Chandra mulai mengarahkan penisnya ke lubang memek perempuan itu dari arah belakang.
“Ughhh..”
Rintih Sari saat penis Pak Chandra yang panjang dan berurat kasar masuk menembus ke dalam lubangnya yang becek.
Sekali lagi laki-laki itu berkuasa atas tubuh montok dan seksinya.
Dengan gaya menungging seperti ini, Sari jadi leluasa meremasi buah dadanya sendiri di saat Pak Chandra mulai menggoyang.
“Ohh, Pak.. panjang dan besar sekali kontolmu. Sodok terus, Pak.. sodok.. keluarkan manimu..”
rintih Sari penuh nafsu.
Pak Chandra terus memaju-mundurkan pantatnya, genjotannya membuat Sari menggelinjang tak karuan.
Tangan Pak Chandra menjulur, dengan bebas dia meremas-remas buah dada Sari yang besar, padat, kenyal, dan bahkan cenderung keras itu.
“Pak, enak.. ngggggg.. auww..! Ooh.. kontol bapak.. kontol bapak memang hebat..!”
Jerit Sari keras hingga memenuhi seluruh sudut kamar.
Pak Chandra semakin kuat dan mantap menggenjotkan pinggulnya.
Ia nikmati tubuh molek Sari yang sangat bahenol itu dengan penuh nafsu.
Diremas-remasnya bokong Sari yang indah dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya memegangi buah dada Sari yang menjuntai indah.
Mereka terus berpacu di malam yang dingin itu dengan napas tersengal.
Pak Chandra masih merasa kuat, tidak mungkin muncrat duluan..
“Pak, penismu.. eh, kontolmu hebat..! Ayo, Pak, terus..!”
Ajak Sari sambil memandang genit dan menggoda.
Pak Chandra memacu pinggulnya lebih cepat.. sehingga tubuh molek Sari jadi tergoncang-goncang..
buah dadanya ikut bergerak terpental-pental ke sana-ke mari.
Pak Chandra segera menangkap dan meremasnya lagi erat-erat.
Jepitan pada penisnya terasa semakin kuat saja, tanda kalau Sari sudah mau orgasme.
Wanita itu ternyata gampang sekali mencapai klimaks
“Ughh.. saya nggak kuat lagi, Pak.. saya mau keluar. Ayo..!“
ajaknya dengan melawan gerakan maju-mundur penis Pak Chandra.
“Ohh.. auww..! Gila, saya bisa pingsan, Pak. Auww.. enak.. Enak..!“ jerit Sari penuh kenikmatan.
Jepitan vaginanya pada penis Pak Chandra terasa semakin erat, yang dibalas oleh laki-laki itu dengan menggenjot semakin keras.
Penis Pak Chandra yang hitam dan berurat-urat terlihat keluar-masuk dengan lancar di lubang kemaluan Sari yang memerah basah.
“Pak, s-saya mau keluar.. Gimana d-dengan bapak..?” ujar Sari terbata-bata.
“Keluarkan saja, aku belum..” sahut Pak Chandra.
“Aduh, Pak. Sudah, saya sudah capek.. Aowww.. s-saya sampai, Pak..!”
Dengan tubuh menegang, Sari mencapai orgasme.
Cairannya yang hangat menyembur keluar, deras sekali, padahal belum ada sepuluh menit yang lalu ia klimaks.
“Sial.. basah sekali, Sar..!” dengus Pak Chandra.
“Iya. Kontol bapak terlalu besar, jadi aku gampang keluar..”
Ujar Sari perlahan, sementara Pak Chandra masih terus menggenjotnya dalam posisi menungging.
“Sudah, Pak. Cepat keluarin! Saya sudah capek..” rintihnya berbisik.
“Sebentar lagi, aku akan muncrat di memekmu..”
“Cepetan ya, Pak. Melawan kontol bapak butuh tenaga ekstra. Saya nyerah deh..”
“Ayo minta ampun..” kata Pak Chandra dengan senyum penuh kemenangan
“Iya, Pak. Ampuni aku! Tapi, ntar tambah lagi ya..” Sari menggangguk dan tersenyum nakal.
Pak Chandra terus menggenjot kuat.
Tangannya juga terus bermain-main di gundukan payudara Sari yang mengkal dan indah.
Di luar, malam kian merambat, menyisakan pekat yang tak lagi hangat.
Suara salakan anjing di kejauhan dikalahkan oleh jerit nikmat Pak Chandra yang mencapai klimaksnya tak lama kemudian.
Spermanya menyembur kencang, memenuhi lorong memek Sari hingga ke sudut yang terdalam.
Dia menggelepar, dan akhirnya lemas.
Dipeluknya tubuh telanjang Sari sambil diciuminya penuh rasa sayang.
Setelah puas, Pak Chandra membalikkan tubuh dan telentang.
Sari terdengar masih terengah-engah di sebelahnya, lalu kemudian diam.
Kesunyian yang merambat membuat Pak Chandra terheran-heran.
Meski masih penat, pelan dia berusaha membuka mata, dan langsung terhenyak.
Tepat di depannya, tepatnya di ambang pintu, terlihat sosok yang menggantung lemas.
Mata sosok itu melotot dan lidahnya menjulur keluar.. ada tali yang membelit di lehernya.
Tanpa perlu melihat pun Pak Chandra paham itu adalah Sari.. kesintalan tubuhnya tak mungkin tidak ia kenali.
Lalu, siapa yang sekarang tidur di sebelahnya..?
Tak ingin tahu, Pak Chandra langsung menjerit-jerit histeris.
Dia lari lintang pukang, meninggalkan seonggok batang pisang yang barusan ia keloni.
Teriakannya membahana, membangunkan seisi kampung
Ia berusaha bergeming dan mencoba menahan tubuhnya yang didorong keluar oleh sang istri.
Malam gelap gulita tengah menyelimuti desa itu.
Hanya sesekali terdengar suara jangkrik dan anjing yang melolong di kejauhan.
Di sepanjang jalan, kabut menghalangi pandangan.
Udara dingin menyusup sampai ke sumsum tulang siapa pun yang berani keluar rumah.
"Nggak..! Nggak ada besok-besok lagi. Pokoknya, malam ini harus ditagih. Titik..!
Kan kemaren Papa sendiri yang bilang kalau Sari mau bayar hari ini..”
Wajah Pak Chandra menyiratkan keraguan.
Kombinasi akan takut berjalan di kegelapan malam dan.. takut pada istrinya.
Matanya berputar-putar mencari alasan.
"Tapi.. ini kan sudah malam, Ma. Mungkin Sari malah lupa mengambil uang di Bank..”
Mata Bu Chandra berkilat marah. Ada rasa curiga di sana.
"Oo.. jadi Papa membela dia..?”
Perempuan itu memandang menyelidik ke arah suaminya yang separuh baya.
"Jangan-jangan, Papa ada main sama Sari..? Ayo, ngaku aja..!”
Pak Chandra menelan ludah. Bisa bahaya kalau istrinya marah-marah begini.
Bisa-bisa tujuh hari tujuh malam ia tidur di ruang tamu kalau tidak dituruti apa maunya.
Terakhir Pak Chandra membuat kesalahan di bulan Maret yang lalu, ia lupa hari ulang tahun istrinya.
Dan sang istri pun tak henti-hentinya mengomel.
Selusin gelas pun jadi sasaran: hancur berkeping-keping dilempar ke sana-kemari.
Belum lagi satu hal itu yang paling gawat untuk Pak Chandra. Ia dilarang tidur di kamar.
Terpaksa berteman nyamuk di ruang tengah dengan selembar kain sarung.
Sejak itu Pak Chandra kapok berbuat yang aneh-aneh.
Semua hal yang berhubungan dengan pribadi istrinya dihapalnya luar kepala.
Jadi maklumlah jika saat ini ia agak gemetar melihat wajah istrinya yang mulai memerah menahan amarah.
"Ngaku apa, sih, Ma..? Papa kan hanya kasihan saja..”
Bu Chandra tambah melotot. Matanya yang bulat seolah mau keluar dari tempatnya.
Suaranya pun makin meninggi..
"Oooh.. begitu..!? Jadi Papa lebih kasihan sama dia..!? Nggak memikirkan anak istri sendiri..?”
Waduh. Menyadari situasi yang sama sekali tidak menguntungkan baginya itu, Pak Chandra segera tergopoh keluar dari dalam rumah.
"Iya, iya. Papa langsung ke sana..”
Tanpa peduli udara dingin dan suara anjing melolong di kejauhan, Pak Chandra menerobos gelap malam.
Suara pintu dibanting terdengar di belakangnya, mengiringi langkah Pak Chandra menuju ke jalan setapak desa yang senyap.
Dengan bersungut-sungut, di sepanjang jalan, laki-laki setengah baya itu tak berhenti menirukan omelan istrinya.
Seolah-olah, dengan meniru omelan istrinya diam-diam seperti itu, hatinya yang kesal akan terobati.
Memang susah punya istri yang bawel setengah mati, batinnya berujar.
Tetapi dulu, istrinya itu seorang kembang desa yang populer di desa ini.
Saat itu, Pak Chandra merasakan anugerah yang luar biasa karena mampu mendapatkan seorang kembang desa yang cantik dan jelita.
Kebanggaan itu membuatnya selalu bersedia dan siap memenuhi apa saja yang diminta sang istri.
Dia menyediakan semua harta benda, emas, dan permata sekalipun.
Bu Chandra tampaknya menyadari perasaan suaminya. Dia pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Dia langsung mengambil alih dan mengelola seluruh keuangan suaminya, termasuk beberapa rumah kontrakan.
Rumah-rumah kontrakan itu menghasilkan dana yang mencukupi untuk kehidupan mereka sekeluarga.
Rumah kontrakan yang ditempati Sari agak besar meski tampak sederhana.
Dindingnya dicat warna putih dengan teras sempit berhiaskan beberapa pot bunga.
Ada ruang untuk menerima tamu yang terpisah dari ruang tengah yang tidak begitu besar.
Di ruang tengah itu terletak kamar Sari.
Rumah itu terletak di tengah kebun yang tak diurus.. sehingga membuat rumah tersebut tampak menyendiri.
Di samping rumah, ada beberapa rumpun bambu yang tinggi dan setiap tertIup angin, rumpun-rumpun bambu itu mengeluarkan suara gemerisik.
Apalagi di malam hari yang dingin dan sunyi seperti ini.
Bunyi gemerisik daun-daun bambu yang tertiup angin menimbulkan kesan mistis yang mendirikan bulu roma siapa pun yang mendengarnya.
Ditambah lagi, suara lolongan anjing yang terdengar di kejauhan, seolah-olah menyayat hati.
Dengan terengah-engah, Pak Chandra sampai di depan rumah kontrakan Sari.
Tadi di sepanjang perjalanan, dia hampir saja sesak napas karena menahan emosi yang tidak tersalurkan pada istrinya.
Rumah Sari sunyi dan sepi, seperti rumah tak berpenghuni.
Pak Chandra menajamkan matanya, berusaha mengamati situasi sekitar rumah yang remang-remang.
Lampu di teras depan tiba-tiba menyala sebentar, tetapi lantas mati kembali, nyala lagi, mati lagi..
Begitu berkali-kali, membuat pandangan Pak Chandra jadi tak begitu jelas.
Di samping rumah, ada sebuah lampu neon.
Tetapi, itu pun hanya menyala remang-remang saja, seolah hidup enggan mati pun tak sudi.
Tok.. Tok.. Tok..! Pak Chandra mengetuk pintu depan.
"Sari, Sari..?” panggilnya berkali-kali.
"Apa sudah tidur, ya..?” dia bergumam sendiri.
SambiI menahan kuapan kantuknya, Pak Chandra mengulangi ketukan di pintu rumah kontrakan itu.
Kali ini, ketukannya lebih keras. Dia setengah berharap Sari lekas keluar dan menemuinya di teras.
Malam terasa semakin dingin dan Pak Chandra ingin segera pulang ke rumahnya yang hangat.
Dia tak ingin berlama-Iama di teras depan rumah kontrakan Sari yang suasananya sungguh tidak nyaman.
Namun, tetap saja tak ada jawaban dari dalam. Hanya hening yang menyiksa.
Pak Chandra menguap lagi, kali ini kuapannya lebih lebar dari yang pertama.
Ia kemudian meluruskan badannya, menyenderkan tubuh ke daun pintu.
Tiba-tiba, pintu terdorong ke dalam, terkuak lebar, seolah membuka rahasia kesunyian di dalam rumah kontrakan itu.
Pak Chandra tertegun sejenak.
Apa mungkin Sari sengaja tak mengunci pintu rumahnya..? Tapi, mengapa..? Tanyanya dalam hati.
Kemudian, laki-Iaki separuh baya itu tersenyum penuh arti. Wajahnya merona di kegelapan malam.
Mungkin Sari sengaja membukakan pintu ini untuknya, batinnya lagi.
Dia segera membayangkan wajah Sari yang cantik dan lebih muda.
Lalu, dia membandingkannya dengan istrinya yang cerewet di rumah.
Mungkinkah..?
Pak Chandra terus berharap dalam hati.
Memang sih, menurut kabar orang, Sari memang perempuan genit yang kerap mengganggu lelaki meski mereka sudah berkeluarga.
Maklumlah, perempuan yang suaminya entah di mana itu memang cantik dan seksi.
Pak Chandra berjalan mengendap ke dalam rumah setelah memastikan tak ada orang lain di luar rumah yang memerhatikannya.
Siapa yang mau malam-malam dingin begini berkeliaran di jalanan kalau bukan dirinya yang beristrikan seorang perempuan bawel itu..?
"Sari..?”
Gelap. Pak Chandra melangkah hati-hati sambil terus memanggil nama Sari dengan perlahan.
Ia tak menyalakan lampu di dalam, hanya bergerak mendekati kamar utama yang menurutnya pastilah kamar Sari.
Di kejauhan, terdengar suara anjing yang menyalak, membuat hati Pak Chandra menciut.
Tak biasanya anjing di desa itu menyalak tengah malam begini.
Biasanya, hanya ada lolongan panjang yang menyedihkan.
Itu pun hanya terdengar jika ada seorang warga desa yang meninggal dunia.
Pak Chandra menoleh ke sekeliling. Dia berada di ruangan tengah rumah kontrakan itu.
Saat matanya menoleh ke dinding, seketika ia terperanjat.
Napasnya berhenti dan matanya melotot mengamati sosok yang dilihatnya di dinding ruangan itu.
Ia bergerak ke kiri dan melihat sosok itu pun bergerak ke arah yang sama.
Saat ia bergerak ke kanan, ia pun melihat gerakan yang sama lagi.
Pak Chandra mengamati dengan saksama sosok di dinding itu.
Ternyata, di dinding itu terdapat sebuah cermin.
Dan, sosok yang sempat menakutkannya tadi hanyalah bayangannya sendiri.
"Huu.. kirain setan..!” Gerutunya sambil mengamati cermin yang tadi membuatnya takut.
Kemudian, Pak Chandra melangkah semakin perlahan, mendekati kamar Sari.
Sesampainya di depan pintu kamar, dia mencoba mengetuknya .
Pikirannya dipenuhi oleh bermacam-macam khayalan dan keinginan yang tidak lagi beralasan.
Tangannya yang sudah mulai berkerut dimakan usia terjulur ke arah gagang pintu kamar.
Krieet..
Pintu kamar terkuak. Di dalam kamar, yang terlihat hanya kegelapan.
Pak Chandra mengerjapkan matanya, mencoba membiasakan diri melihat dalam gelap.
Cahaya lampu di teras samping menerobos remang-remang ke dalam kamar melalui jendela yang terbuka.
Cahaya itu berkedip-kedip membuat suasana kamar yang sunyi semakin mencekam.
"Sar ..”
Mendadak, lidah Pak Chandra kelu bukan main. Matanya melotot melihat apa yang berada di depannya.
Bibir tuanya gemetar, tak menyelesaikan panggilan nama Sari yang semula diucapkan berkali-kali.
Pak Chandra memegang daun pintu erat-erat, takut jatuh dan pingsan di sana.
Di hadapannya, sesosok tubuh perempuan mengenakan baju tidur tipis tergolek di atas pembaringan. Tubuhnya hampir polos.
Pak Chandra terperangah dan tersentak sejenak saat menyaksikan susu dan puting Sari yang menerawang jelas, juga gundukan di selangkangannya yang berjembut sangat lebat.
Dia jadi sangat ngaceng, dan tak terasa mulai meneteskan air liur.
Beberapa ekor anjing terdengar menyalak di kejauhan. Pak Chandra menelan ludahnya.
Ia tergagap, jantungnya berdebar keras ingin menyaksikan pemandangan itu lebih lama..
tetapi pada detik berikutnya ia sudah buru-buru menyelinap ke dalam.. dan diam-diam bergerak menuju tempat tidur.
Sari masih pulas saat ia menguak baju perempuan itu, tubuhnya yang putih mulus terlihat bersinar dalam kegelapan.
Hati-hati Pak Chandra merangkak di antara kaki Sari yang kecokelatan.
Dengan hanya menunduk sedikit, ia sudah bisa melihat vagina telanjang Sari dalam segala kemuliaannya.
Pelan dia mulai menjilati bibir luar dan mencintai bagaimana rasa yang ia dapatkan.
“Hhmm..” Sari menggeliat dan memekik kaget, sedangkan Pak Chandra hanya tersenyum saja.
“D-dari mana b-bapak masuk..?”
Perempuan itu berusaha menutupi kemaluannya, namun buah dadanya luput dari usaha itu.
Benda kembar yang sehari-hari terlihat menantang itu kini nampak semakin menarik karena sedikit bergoyang-goyang.
Sari hendak mengambil selimut untuk menutupinya, namun Pak Chandra lebih sigap dengan menariknya lebih dulu dan melemparnya jauh ke pintu.. sehingga Sari jadi mundur kembali.
“B-bapak mau a-apa..?” tanyanya takut-takut.
“Ssst.. aku yakin kamu pasti sudah mengerti..” kata Pak Chandra sambil membuka celana.
Cetakan penisnya yang sudah membengkak terlihat jelas di balik celana dalam, yang kontan membuat mata Sari melotot.
Pak Chandra tersenyum, matanya tak henti-henti memandang ke buah dada Sari yang terlihat sangat menggairahkan; besar, putih, dan sangat padat sekali.
Putingnya juga nampak segar, mungil menggemaskan mengacung indah ke depan.
Kedua tangan Sari kelihatan repot saat mencoba untuk menutupi tubuhnya; tangan kiri menutup ke kemaluan, dan tangan kanan menutupi kedua buah dadanya.
“Nggak usah ditutupi kayak gitu, Sar..”
Canda Pak Chandra sambil memelorotkan celana dalam, penisnya yang sudah mengacung keras langsung mencuat keluar dari sarangnya.
“Bapak jangan kurang ajar ya..! Berani-beraninya masuk ke rumah orang sembarangan..!“
Sari menghardik.
“Salah sendiri, punya pintu kok nggak dikunci..” Pak Chandra terkekeh.
“Dan ngomong-ngomong, ini rumahku.
Karena kamu belum bayar uang sewa, jadi aku bebas-bebas aja masuk ke sini kapan saja..”
Sehabis berkata, Pak Chandra bergerak maju dan menarik tangan Sari yang menyilang di tubuh.
Kalah tenaga membuat Sari jadi pasrah. Pelan seluruh tubuhnya yang montok terpampang telanjang bulat di depan Pak Chandra.
Indah sekali.
Lekak-lekuknya sangat menggairahkan; ukuran buah dada Sari yang besar sepertinya tak akan cukup dilingkari dengan satu tangan, belum lagi bentuk vaginanya yang ah.. sepertinya sempit sekali, dengan jembut yang lebat tapi tertata rapi.
“Kamu benar-benar wanita idaman, Sar..”
Pak Chandra berdehem, lalu langsung menyerbu bibir perempuan itu.
Tangannya merangkul ke belakang, menahan kepala Sari agar tidak dapat bergerak.
“Emmph, Pak..!” Di Luar dugaan, Sari menyambut pagutan kasar itu.
Dalam waktu singkat, mereka sudah saling melumat dengan sangat ganas.
Air liur mereka bertukar, dengan buah dada Sari yang membusung padat terasa menempal di dada berbulu milik Pak Chandra.
Putingnya yang sedikit kaku menggesek-gesek, membuat Pak Chandra jadi menggelinjang geli.
Tangannya dengan nakal menjamah, meremas buah dada Sari sepenuh hati sambil mereka terus bermain lidah.
Dibimbingnya juga tangan Sari agar turun ke bawah, mencapai batang penisnya yang menempel di belahan selangkangan.
“Ehmm, Sar..!”
Pak Chandra menggeliat, merasa geli karena penisnya bertemu dengan jembut lebat milik Sari.
Tinggi tubuh mereka yang sejajar membuat penis Pak Chandra tepat terjepit di antara bibir vagina.
Nikmat sekali. Apalagi saat Sari mulai memegang-megangnya ringan.
“Hsshh..” Puas Pak Chandra menikmati kuluman bibir Sari.
Salahsatu tangannya turun ke bawah untuk meremas-remas pantat, sementara tangan satunya tetap digunakan menyerang di buah dada.
Mereka tetap saling memagut dan memilin, sambil tangan Pak Chandra bergerilya di pantat Sari yang bulat padat.
Dia meremas-remasnya, sedang Sari melingkarkan jari ke batang penis Pak Chandra yang terlihat kian membengkak panjang; mengusap-usapnya pelan, memijit-mijitnya, sesekali juga mengocok-ngocok lembut.
Kuluman mereka terus berlanjut.
Rakus Pak Chandra mencari-cari lidah Sari dan menghisapnya dengan penuh rasa nikmat.
Keduanya saling bertukar air liur.
Pak Chandra mengusap punggung Sari, lalu tangannya mundur untuk beralih kembali ke depan..
menuju dada Sari yang sebelah kanan dan meremasnya dengan penuh perasaan.
Terus ia pijit-pijit benda yang terasa begitu empuk dan kenyal itu disertai dengan kuluman mesra yang dibalas antusias oleh Sari.
“Mmm.. mmh.. arrrgh..”
Perempuan itu mendesah dalam dekapan Pak Chandra, tubuh mereka saling memeluk erat.
Pak Chandra berhenti melumat dan berbisik..
“Kamu sengaja ya, Sar, nggak mengunci pintu rumahmu..?”
Sari hanya menunduk, lalu kemudian mengangguk.
“Masak harus dikatakan sih, Pak..!
Saya tahu, Pak Chandra pasti datang malam ini, dan saya masih belum punya uang.
Mungkin dengan cara ini saya bisa melunasi hutang-hutang saya..”
“Oh.. kamu benar benar nekad, Sar..”
Ucap Pak Chandra gemas dan kembali meremas-remas buah dada Sari yang membusung indah.
“Tapi ya, aku akan menghapus semua tunggakanmu asal kamu bisa memuaskanku malam ini..”
Pak Chandra sedikit mundur ke belakang, tapi dia maju lagi karena Sari buru-buru menarik penisnya.
“Ini ya, Pak, yang pingin dipuaskan..?” Tanya perempuan cantik itu sambil tersenyum manis.
“Pintar kamu, Sar..” Pak Chandra melenguh keenakan.
“Aku suka buah dadamu, Sar. Besar dan padat..!“
Katanya sambil memegangi buah dada Sari dan meremasnya perlahan; terasa sangat kenyal, empuk dan lembut sekali, juga hangat.
“Penis Bapak juga gedhe.. bisa masuk nggak ya ke punyaku..!?” Kata Sari dengan mata berbinar.
“Kita coba aja..” Pak Chandra tersenyum, lalu meminta Sari agar menjilati penisnya sebentar.
Rasanya seperti disetrum saat lidah basah Sari mulai menelusur ke sana.
Dan berikutnya Pak Chandra tidak ingat apa-apa lagi selain rasa nikmat dan geli ketika Sari mulai menghajar penisnya.
Dengan rakus Sari mengulum, dia menghisap-hisap kuat, sesekali menjepitnya di antara gigi, dan Pak Chandra hanya bisa mendesah tak karuan ketika Sari menggelitik ujungnya yang tumpul dengan ujung lidah.
Rupanya malam itu Sari sedang berada pada nafsu tertingginya.. sehingga jadi tak tanggung-tanggung dalam mengulum.
Malah dia membawa tangan Pak Chandra ke buah dadanya agar kembali meremas-remas.
“Mhhh.. pijit yang keras, Pak..!“
Sari meliuk-liukkan tubuh, sambil tangannya memegangi penis Pak Chandra yang terlihat mengkilap oleh air liurnya.
“Terus, Sar. Kulum lagi..! Ayo, rasakan betapa besar kontolku..!“
Dengan penuh nafsu Pak Chandra meremas-remas; dia merengkuh buah dada Sari dengan tangan kanan, sedang tangan kirinya merapikan rambut panjang Sari yang sedikit awut-awutan.
Sari kembali menghisap, semakin keras dan kuat.
Pak Chandra jadi sedikit kewalahan menghadapinya.
Apalagi sambil menghisap, Sari juga mengocok-ngocoknya lembut, sesekali diperas-peras, lalu dimasukkan lagi ke dalam mulutnya dalam posisi setengah membungkuk.
Pak Chandra hanya bisa mengerang sambil terus meremas-remas buah dada yang berada di dalam genggaman tangannya
“Diteruskan apa nggak, Pak..?” Sari menghentikan kulumannya dan memandang ragu.
“Sepertinya Bapak sudah nggak kuat..”
Dia ingin melepaskan genggaman tangannya di selangkangan Pak Chandra, namun gagal karena lelaki itu keburu meremas-remas buah dadanya gemas.
Pak Chandra memutar-mutar putingnya, lalu meremas lagi buah dada yang berukuran besar itu.
Pak Chandra merasa beruntung bisa menggauli dan menyebutuhi wanita secantik Sari, yang ternyata sangat haus dan lapar akan belaian lelaki.
“Ughh.. Sar..! Terus..! Jangan berhenti..!”
Pak Chandra mendesis tak karuan karena Sari kembali asyik mengulum batang penisnya.
Tampak benda panjang itu memenuhi seluruh mulutnya, bergerak keluar-masuk, sambil kadang-kadang dikocok lalu dimasukkan lagi, bahkan buah zakar Pak Chandra juga tak lepas dari jilatan lidah nakal Sari.
Giginya yang sesekali menyentuh di ujung penis membuat Pak Chandra menengadah ke atas.
Dia hanya bisa merapikan rambut Sari yang hanya sebahu itu agar tidak menganggu.
“Kamu sungguh nafsuin, Sar..” erang Pak Chandra.
“Pelan-pelan aja ngemutnya, lakukan dengan penuh perasaan.. jangan terburu-buru begitu..”
Dia meremas buah dada Sari yang sebelah kiri, dan perempuan itu pun melenguh keras..
“Auhh.. Pak..! Hmm.. mmm..” rintih Sari dengan napas memburu.
Dia seperti penasaran ingin memaksa Pak Chandra agar lekas muncrat.
Dikeluarkannya penis lelaki itu dan dikocok-kocoknya gemas, setelah itu dimasukkan lagi dan disedot-sedot rakus.
“Ughh.. Sar.. Sialan kau..!” Erang Pak Chandra sambil mencoba untuk rileks.
Dia menjatuhkan badannya ke belakang, sekarang telentang di atas kasur, sementara Sari terus memacu batang penisnya dengan mengulum sangat buas.
“Aku nggak tahan, Sar! Terus! Oohh.. aku mau ..” Pak Chandra merasakan penisnya serasa mau jebol.
Mengetahui hal itu, Sari buru-buru menghentikan kulumannya.
Dia memencet penis Pak Chandra kuat-kuat sambil berkata..
“Jangan dulu, Pak. Lebih baik masukkan ke dalam memekku, ntar keluarin di sana..”
katanya sambil merangkak menindih.
Pak Chandra memberikan ciuman mesra di bibir Sari, sambil tangannya meremas gemas dada perempuan cantik itu.
“Aku suka bentuk buah dadamu, Sar. Padat dan besar sekali..” katanya memuji.
“Masak sih..?” Sari menggelinjang suka.
“Emang punya Bu Chandra kecil..? Kayaknya juga besar deh..”
“Memang besar, tapi sudah turun..” Pak Chandra mendesah.
“Ayo, Sar, cepat adu kontolku sama memekmu..” desaknya tak sabar.
“Iya, Pak. Maksa amat..” Sari tertawa menggoda.
“Tapi sebentar ya..”
Dengan genit dia berdiri dan berjalan keluar.
Masih dengan tubuh telanjang, Sari melangkah ke depan untuk mengunci semua pintu dan jendela, lalu balik lagi tak lama kemudian.
“Sudah siap, Pak..?”
Tanyanya sambil memamerkan keindahan tubuhnya yang memang sangat menggairahkan.
Tanpa ragu Pak Chandra mengangguk mengiyakan.
Matanya menatap tak berkedip, jakunnya turun-naik, sementara batang penisnya terlihat semakin mengeras panjang.
“Ayo, Sar, cepetan!” lambainya penuh semangat.
Lagi-lagi Sari menanggapinya dengan tertawa genit.
“Silakan nikmati tubuhku kalau memang Bapak suka. Malam ini menjadi milik kita berdua.
Pak Chandra akan kupuaskan, asal tiapkali orgasme ditukar dengan tunggakan satu bulan sewa rumah..”
“Terserah kamu, Sar.
Pokoknya beri aku kenikmatan, dan apapun yang kamu minta pasti akan kupenuhi..”
Lengan Pak Chandra menggapai, meraih tubuh molek Sari dan menjatuhkannya ke dalam pelukan.
“Kupegang kata-kata Bapak..”
Ujar Sari sambil kembali mengocok penis, bisa dirasakannya benda itu sudah sangat ngaceng dan keras, malah lebih keras dari sebelumnya.
“Kok gede banget, Pak..?” katanya dengan khawatir
“Iya, biar enak saat mengoyak memekmu..”
Jawab Pak Chandra sambil mengangkat badan telanjang Sari dan menggulingkannya telentang, lalu ia tindih dengan gemas.
Bibirnya kembali memberikan ciuman, dan Sari membalas pagutan itu dengan tak kalah ganas.
“Eghh.. Pak..!” rintihnya ketika tangan Pak Chandra bekerja meremas-remas gundukan buah dadanya.
Sari menggelinjang tak karuan, bibirnya semakin kewalahan melayani lumatan Pak Chandra..
sampai-sampai dia mendorong kepala laki-laki itu agar dapat sedikit bernapas.
Namun belum ada tiga detik lepas, Pak Chandra kembali menyerbunya, akibatnya Sari jadi benar-benar tak dapat bergerak.
Dia bernapas pendek-pendek, sekedar memberi ruang pada paru-parunya..
sementara kakinya naik menjepit pinggul Pak Chandra hingga batang penis laki-laki tua itu terhimpit erat di antara selangkangannya.
Sari meraih dan memegangnya, mencoba untuk memasukkan, tapi lekas ditahan oleh Pak Chandra.
“Belum, Sar! Sebelum aku menjilati memekmu, tak akan kumasukkan penisku ke lubangmu..!“
Kata Pak Chandra sambil kembali menyerbu bibir.
Dari bibir, kepalanya turun menciumi leher jenjang Sari.
Dia memberi pagutan ringan di sana, lalu turun menuju buah dada Sari yang bulat besar.
Pak Chandra meremas-remasnya gemas, sebelum kemudian mulutnya mulai mengulum puting Sari yang berwarna coklat muda.
“Agghh.. Pak..!”
Sari tentu menggelinjang, apalagi saat Pak Chandra menggigit pelan sambil sesekali menghisap-hisap rakus.
Dari yang kanan, dia berpindah ke buah dada sebelah kiri, sedang tangannya terus meremas-remas kuat, mengusap dan memijiti keduanya tanpa henti.
“Pak.. Ooh.. enak sekali..! Oghh.. terus, Pak..! Remas yang keras..!“ Sari mengerang.
Desahan dan lenguhannya terdengar memenuhi seluruh sudut kamar.
Pak Chandra masih bermain-main di buah dada itu selama beberapa saat, sebelum kemudian mulai turun ke perut.
Gemas dia menjilati pinggang Sari yang masih nampak langsing, juga ia tarik kedua kaki perempuan cantik itu agar lebih mengangkang.
Tak berkedip dipandanginya belahan memek Sari yang sudah sangat becek namun tertutup agak rapat.
Pak Chandra bisa melihat dengan jelas pintu gua yang dihiasi oleh jembut lebat.. yang walau begitu rimbun namun tak dapat menyembunyikan keindahannya.
Aroma khas kewanitaan tercium kuat, menyengat di hidung. Tapi Pak Chandra justru menyukainya.
Inilah yang ia cari, dan tanpa menunggu lama mulai ia jilati.
Lidahnya bergerak dari atas ke bawah, menyapu selembut mungkin, menyusuri belahan serta lorongnya yang terasa licin dan lengket.
“Aughh.. Geli, Pak..!” Sari menggelinjang ke sana kemari.
Tangannya meremas sprei, sementara bibirnya digigit perlahan.
“Sshh.. aghh..” erangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Pak Chandra menguak lubang mungil itu dengan menggunakan lidahnya..
disingkapnya sedikit demi sedikit hingga terlihat lorongnya yang begitu sempit dan gelap.
Setiap lidahnya menerobos, tubuh molek Sari langsung mengejang hebat;
badannya meliuk-liuk, sementara desahan serta rintihan tak kunjung berhenti keluar dari mulutnya yang tipis.
Pak Chandra terus menjilat dan menghisap-hisap, bahkan dia melakukannya dengan lebih keras agar dapat membuat Sari menjerit..
Dan harapan itu pun langsung terkabul.
“Aaaaaaaah.. e-enaak, Pak..!” Jerit perempuan cantik itu penuh rasa suka.
Sesekali Pak Chandra juga menyentil-nyentil permukaan klitoris Sari dengan ujung lidah..
Akibatnya Sari kini menaikkan pinggulnya sambil tangannya meraih-raih mencoba mencari pegangan
"Arghh.. nghf.. sshh..”
Sari menekan kepala Pak Chandra, namun tak lama kemudian melepaskannya saat Pak Chandra mencucup rakus.
Berpegangan pada bantal dan sprei, Sari hanya bisa menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri untuk mengimbangi.
“Ohh.. s-saya nggak tahan, Pak! Ahh.. uuh.. hu-huhu..”
Mengerang kalut, Sari segera menjepit kepala Pak Chandra dengan kedua pahanya yang putih mulus.
Dari lubang vaginanya memancar cairan orgasme yang sangat deras..
bahkan sampai menyemprot ke muka Pak Chandra yang masih terus menghisap nakal.
“Ughh.. hhh.. ahh..”
Sambil mengejan, Sari membiarkan Pak Chandra meremas-remas gundukan buah dadanya.
Dia hanya bisa menegang kaku, lalu tubuhnya yang lemas jatuh berdebam ke atas ranjang.
Pak Chandra tersenyum memandanginya, dengan tangan terus asyik meremasi buah dada.
Dibiarkannya Sari menikmati orgasmenya sejenak.
Perempuan itu terpejam, dan saat membuka mata hanya terlihat warna putihnya saja.
Pak Chandra berbaring di sampingnya dengan bertelekan tangan miring.
“Enak, Sar..?” tanyanya tanpa ragu.
Sari hanya bisa menganggukkan kepala sebagai jawaban.
“Mau diterusin..?” Pak Chandra tersenyum menggoda.
Sari mengangguk lagi.
“Tapi, kamu kudu janji..“
“Janji apa..?” tanya Sari dengan dahi berkerut.
“Bilang kalau kamu suka kontolku..“ goda Pak Chandra mengerjainya.
“Ogah ah, Pak..” Sari menggeleng merajuk.
Pak Chandra tetap diam tak memberi rekasi, dia hanya memandang kesintalan tubuh Sari yang tanpa busana itu.
Karena lama tak memberi jawaban, akhirnya Sari membuka suara.
“Baiklah, Pak..” desahnya lirih.
“Saya suka kontol Pak Chandra. Cepat masukin kontol bapak ke lubang memekku.
Sodok yang keras ya..!” Ujarnya sambil mengangkangkan kaki, minta untuk dinaiki.
Pak Chandra segera memposisikan diri. Sambil memegangi penisnya, dia berjongkok di depan selangkangan Sari.
Diarahkannya benda hitam panjang itu ke lubang kemaluan Sari yang sudah merekah indah dan terlihat sangat becek.
Lubang itu sempit, dan Pak Chandra merasa kesulitan saat berusaha mengoyaknya.
“Iihh, kontol Bapak gedhe. Bikin sakit.. tapi, pasti nanti juga bikin ketagihan..”
Ujar Sari dengan nada genit.
“Aku pastikan, Sar, kamu akan selalu rindu sama kontolku..”
Sahut Pak Chandra sambil memajukan batangnya, terus menekan dan mendorong.
“Auw..! Pelan-pelan aja, Pak..”
Sari meringis kesakitan ketika penis Pak Chandra mulai mendesak masuk.
“Ini kontol apa mentimun sih..?” godanya.
“Hmm.. terserah kamu menyebut apa..”
Pak Chandra ikut meringis merasakan penisnya yang seperti dijepit erat, padahal baru masuk kepalanya saja.
“Ngomong-ngomong, berapa sih kontol yang sudah masuk ke memekmu ini, Sar..?”
Tanyanya sambil meremas buah dada Sari yang montok dan besar.
Ketika ditangkup, telapak tangannya terlihat tak cukup melingkupi semua bongkahannya.
“Ehm.. tiga..” Sari memandang mesra.
“Eh, empat.. kalau suamiku ikut dihitung juga..”
“Berarti aku yang kelima, ya..?”
Tanya Pak Chandra, tangannya perlahan mengelus paha Sari yang putih dan mulus.
“Kelima dan seterusnya.. karena saya sudah memutuskan kontol Bapak yang nantinya akan rajin keluar masuk di dalam memekku.
Bagaimana lagi saya bisa membayar uang sewa kalau nggak begini..?”
Sari berkata sambil mulai menggerakkan pantatnya, menjemput batang Pak Chandra agar menerobos lebih dalam lagi.
“Kamu memang nakal, Sar..” Pak Chandra membiarkan batang penisnya ditelan.
“Tapi nggak apa-apa. Aku suka ngeseks sama wanita berbuah dada besar seperti kamu..”
Dia meremas kembali bongkahan payudara Sari, lalu memilin-milin kedua putingnya..
“Ohh.. Pak!” Sari menengadah menikmati remasan tangan itu.
“Saya juga suka dengan kontol Bapak yang besar, meski susah masuknya..”
Rintihnya menahan ngilu karena penis Pak Chandra sudah tenggelam setengah.
“Ahh.. lubangmu aja yang terlalu sempit, padahal sudah sering disodok sama kontol..”
Pak Chandra berbisik gemas dan mulai menghujamkan pinggulnya naik-turun agar penisnya semakin amblas.
“Uugghh.. Paakkk..!”
Teriak Sari saat benda panjang itu meluncur, dan tak lama kemudian tenggelam seluruhnya.
“Ooh.. memekmu benar-benar menjepit keras, Sar!” pekik Pak Chandra takjub.
Ia peluk perempuan cantik itu, dan kemudian melingkarkan kaki kiri Sari ke arah pinggangnya.
“Pak..” Sari merintih berbinar.
“Kontol Bapak benar-benar luar biasa, bukan sembarang kontol. S-saya suka..!” ujarnya jorok.
Pak Chandra tersenyum bangga, tak tahu kalau Sari berkata begitu hanya untuk menyenangkan hatinya saja.
“Ayo, Sar, bersiap ya.. mulai kugoyang sekarang..”
Dengan penis menancap nikmat, Pak Chandra meremas-remas buah dada Sari sebentar.
Ia tindih tubuh perempuan itu dan melumat bibirnya, dinikmatinya juga pijatan memek Sari pada batang penisnya yang terasa sangat lembut dan enak sekali.
“Ohh.. cepat lakukan, Pak.. S-saya sudah nggak tahan..”
Dia mengejar bibir Pak Chandra dengan rakus, membalas setiap lumatannya dengan desah napas memburu.
Sambil tangannya tetap bekerja di buah dada Sari bergantian, Pak Chandra mulai bergerak naik-turun menggenjotkan tubuhnya.
Dia nikmati tubuh Sari yang montok dan sintal, juga sedikit basah oleh keringat.
Rambut Sari yang berantakan malah semakin mempercantik penampilannya, dan gelinjang perempuan cantik itu benar-benar bikin Pak Chandra kelimpungan.
Berpagut kembali, keduanya saling memuaskan dengan mengimbangi setiap genjotan.
Kepala Sari menggeleng ke kanan dan ke kiri, berusaha menahan serbuan Pak Chandra ke segenap penjuru tubuhnya.
Matanya merem melek, dan dia memekik saat Pak Chandra semakin cepat mengerjai buah dada dan lorong vaginanya.
“Pak.. S-saya.. nggg.. nggak t-tahan..!“ Sari menjerit. Tubuhnya yang montok nampak mulai kepayahan.
“Iya, keluarin aja, Sar..” bisik Pak Chandra.
“Oh, betapa bodohnya suamimu meninggalkan istri sebahenol kamu..”
Dan kembali tangannya mencubiti puting Sari satu per satu.
“Sshh.. jangan sebut-sebut dia, Pak..” Sari meminta.
“Saya lebih suka Bapak yang menyetubuhiku. Ughh.. kontol Pak Chandra duakali lipat lebih gedhe dari punya suami saya yang jelek itu..”
kata Sari, kembali mengumbar kebohongan.
Tapi Pak Chandra sepertinya tidak tersadar.
Dia terus memacu pinggulnya dengan irama tak teratur; kadang cepat kadang lambat, sesekali juga memutar-mutar..
Dan Sari menjawab dengan gerakan yang sama.
Kedutan yang ia keluarkan membuat penis Pak Chandra serasa seperti diremas-remas, nikmat sekali.
“Ooh.. aku mau nyampai, Pak.. S-sebentar lagi..!” pekik Sari dengan tubuh menegang.
“Iya, Sar. Aku juga..” Pak Chandra buru-buru mempercepat genjotan.
Dipacunya tubuh bahenol istri orang itu sambil memegangi gundukan buah dadanya, sampai vagina Sari jadi menjepit lebih keras dan tak lama kemudian tubuh perempuan itu pun menggelinjang kuat.
Kedutannya yang bertubi-tubi membuat Pak Chandra harus bersusah payah menahan diri agar tidak turut muncrat.
“Auww.. s-saya... aarghhh..!” Sari menjerit.
Tangannya meremas sprei, tubuhnya kelojotan saat memuncratkan lahar kenikmatannya.
Cairan itu membasahi penis hitam Pak Chandra yang masih terbenam jauh, geli sekali rasanya.
Pak Chandra terdiam di atas tubuh telanjang Sari, ia berikan ciuman mesra di bibir perempuan cantik itu.
Sari hanya bisa menutup mata menikmati orgasmenya, lemas tak dapat bergerak.
Mereka saling memeluk dengan posisi terus bertindihan selama beberapa saat.
“Pak, belum keluar ya..?” Ayo dong keluarin. Semprot lewat kontol bapak ya, keluarkan di dalam..”
pinta Sari sambil mengelus-elus pipi serta mengelap dahi Pak Chandra
“Tapi janji ya.. kalo aku ngajak lagi, kamu nggak boleh nolak..” tawar Pak Chandra tersenyum
“Siap, Pak. Mana mau aku melepaskan kontolmu yang besar ini..”
Mata Sari berbinar dan memberikan ciuman mesra.
Pak Chandra mencabut penisnya dan berguling ke samping, lalu ia duduk di samping Sari.
Digelimpangkannya tubuh molek perempuan itu ke depan.. sehingga posisi Sari sekarang membelakanginya.
Lalu ia angkat kakinya.. sehingga Sari jadi sedikit mengangkang. Indah sekali.
Kemudian pelan, Pak Chandra mulai mengarahkan penisnya ke lubang memek perempuan itu dari arah belakang.
“Ughhh..”
Rintih Sari saat penis Pak Chandra yang panjang dan berurat kasar masuk menembus ke dalam lubangnya yang becek.
Sekali lagi laki-laki itu berkuasa atas tubuh montok dan seksinya.
Dengan gaya menungging seperti ini, Sari jadi leluasa meremasi buah dadanya sendiri di saat Pak Chandra mulai menggoyang.
“Ohh, Pak.. panjang dan besar sekali kontolmu. Sodok terus, Pak.. sodok.. keluarkan manimu..”
rintih Sari penuh nafsu.
Pak Chandra terus memaju-mundurkan pantatnya, genjotannya membuat Sari menggelinjang tak karuan.
Tangan Pak Chandra menjulur, dengan bebas dia meremas-remas buah dada Sari yang besar, padat, kenyal, dan bahkan cenderung keras itu.
“Pak, enak.. ngggggg.. auww..! Ooh.. kontol bapak.. kontol bapak memang hebat..!”
Jerit Sari keras hingga memenuhi seluruh sudut kamar.
Pak Chandra semakin kuat dan mantap menggenjotkan pinggulnya.
Ia nikmati tubuh molek Sari yang sangat bahenol itu dengan penuh nafsu.
Diremas-remasnya bokong Sari yang indah dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya memegangi buah dada Sari yang menjuntai indah.
Mereka terus berpacu di malam yang dingin itu dengan napas tersengal.
Pak Chandra masih merasa kuat, tidak mungkin muncrat duluan..
“Pak, penismu.. eh, kontolmu hebat..! Ayo, Pak, terus..!”
Ajak Sari sambil memandang genit dan menggoda.
Pak Chandra memacu pinggulnya lebih cepat.. sehingga tubuh molek Sari jadi tergoncang-goncang..
buah dadanya ikut bergerak terpental-pental ke sana-ke mari.
Pak Chandra segera menangkap dan meremasnya lagi erat-erat.
Jepitan pada penisnya terasa semakin kuat saja, tanda kalau Sari sudah mau orgasme.
Wanita itu ternyata gampang sekali mencapai klimaks
“Ughh.. saya nggak kuat lagi, Pak.. saya mau keluar. Ayo..!“
ajaknya dengan melawan gerakan maju-mundur penis Pak Chandra.
“Ohh.. auww..! Gila, saya bisa pingsan, Pak. Auww.. enak.. Enak..!“ jerit Sari penuh kenikmatan.
Jepitan vaginanya pada penis Pak Chandra terasa semakin erat, yang dibalas oleh laki-laki itu dengan menggenjot semakin keras.
Penis Pak Chandra yang hitam dan berurat-urat terlihat keluar-masuk dengan lancar di lubang kemaluan Sari yang memerah basah.
“Pak, s-saya mau keluar.. Gimana d-dengan bapak..?” ujar Sari terbata-bata.
“Keluarkan saja, aku belum..” sahut Pak Chandra.
“Aduh, Pak. Sudah, saya sudah capek.. Aowww.. s-saya sampai, Pak..!”
Dengan tubuh menegang, Sari mencapai orgasme.
Cairannya yang hangat menyembur keluar, deras sekali, padahal belum ada sepuluh menit yang lalu ia klimaks.
“Sial.. basah sekali, Sar..!” dengus Pak Chandra.
“Iya. Kontol bapak terlalu besar, jadi aku gampang keluar..”
Ujar Sari perlahan, sementara Pak Chandra masih terus menggenjotnya dalam posisi menungging.
“Sudah, Pak. Cepat keluarin! Saya sudah capek..” rintihnya berbisik.
“Sebentar lagi, aku akan muncrat di memekmu..”
“Cepetan ya, Pak. Melawan kontol bapak butuh tenaga ekstra. Saya nyerah deh..”
“Ayo minta ampun..” kata Pak Chandra dengan senyum penuh kemenangan
“Iya, Pak. Ampuni aku! Tapi, ntar tambah lagi ya..” Sari menggangguk dan tersenyum nakal.
Pak Chandra terus menggenjot kuat.
Tangannya juga terus bermain-main di gundukan payudara Sari yang mengkal dan indah.
Di luar, malam kian merambat, menyisakan pekat yang tak lagi hangat.
Suara salakan anjing di kejauhan dikalahkan oleh jerit nikmat Pak Chandra yang mencapai klimaksnya tak lama kemudian.
Spermanya menyembur kencang, memenuhi lorong memek Sari hingga ke sudut yang terdalam.
Dia menggelepar, dan akhirnya lemas.
Dipeluknya tubuh telanjang Sari sambil diciuminya penuh rasa sayang.
Setelah puas, Pak Chandra membalikkan tubuh dan telentang.
Sari terdengar masih terengah-engah di sebelahnya, lalu kemudian diam.
Kesunyian yang merambat membuat Pak Chandra terheran-heran.
Meski masih penat, pelan dia berusaha membuka mata, dan langsung terhenyak.
Tepat di depannya, tepatnya di ambang pintu, terlihat sosok yang menggantung lemas.
Mata sosok itu melotot dan lidahnya menjulur keluar.. ada tali yang membelit di lehernya.
Tanpa perlu melihat pun Pak Chandra paham itu adalah Sari.. kesintalan tubuhnya tak mungkin tidak ia kenali.
Lalu, siapa yang sekarang tidur di sebelahnya..?
Tak ingin tahu, Pak Chandra langsung menjerit-jerit histeris.
Dia lari lintang pukang, meninggalkan seonggok batang pisang yang barusan ia keloni.
Teriakannya membahana, membangunkan seisi kampung
loading...
0 Response to "Malam Pekat"
Posting Komentar